Wednesday, August 3, 2011

Musik Cinta dari Romi (Part 2)

Posted by Unknown
            Sepulang sekolah, Romi melihat Ethan pulang bareng dengan Cinta. Hatinya, kepalanya, badannya makin terasa tidak nyaman dengan pemandangan itu. Terutama matanya. Sepertinya, kalau dia mempertahankan posisinya dan terus memandang kedua orang tersebut, matanya akan kena katarak akut!
            Alhasil, Romi segera menyetop ojek dan pulang. Dalam hati, dia sudah mengutuk dirinya sendiri, karena termakan rupa sebegitu indah Cinta yang ternyata sudah dimiliki orang lain. Nyesek rasanya suka dengan orang yang sudah lebih akrab dengan orang yang sama-sama dikenal dan terkenal pula. Apalagi, kalau diri tersebut tidak sebanding dengan orang yang disukai taksirannya. Menyakitkan, menyedihkan, dan mengecewakan.
            Sampai di rumah, Romi tidak segera masuk. Dia beristirahat di bangku teras depan dan memandang sekitar dengan tatapan kecewa. Sesaat kemudian, terlihat motor merah melintas di jalan di depan rumahnya. Yang duduk di jok belakang motor itu adalah seorang cewek yang dikenal Romi. Cinta.
            “Berarti, dia tinggal di dekat sini? Nggak mungkin, ah. Tapi, siapa tahu,” gumam Romi yang hanya terdengar oleh dirinya sendiri.
            Cinta turun dari jok belakang motor Ethan dan berterimakasih sambil memberikan senyum manisnya. Ethan, yang tak kalah ramah, melakukan hal yang sama. Romi membulatkan tangannya menjadi sebuah tinju.
&&&
            Cinta sudah bisa beradaptasi di sekolah dan kini status pertemanannya dengan warga sekolah cukup baik. Semua itu berkat Ethan. Ethan sudah menawarkan Cinta masuk basket bersama dirinya. Tapi, Cinta menolak dengan alasan bahwa itu bukan keinginannya. Ethan yang sudah berteman lama dengan Cinta mengerti gadis itu. Bagi Ethan, Cinta seperti pengganti adik kecilnya yang sudah tiada. Maka dari itu, dia sayang dengan Cinta bagai keluarganya sendiri.
            Hari ini, tempat duduk di kelas di rolling lagi. Anehnya, Romi dan Cinta kembali berpasangan. Romi bersorak, tapi juga meringis. Cinta, yang sudah agak lama duduk dengan Romi, memerah seketika.
            “Cie, Romi! Jodoh banget lo sama si Cinta. Cinta ketiban sial,” goda teman-teman sekelas.
            Cinta sudah menjadi duplikat kepiting rebus. Romi berlagak seperti dia menikmatinya, padahal sebenarnya ini menyakitkan.
            “Kalo lo mau tukeran tempat sama yang laen, Cin, silakan aja. Gue malah seneng,” ucap Romi dengan penuh rasa bersalah dan sakit hati.
            Cinta sedikit tersentak. “Besok aja. Soalnya, Bu Dian baru aja ngubah tempat duduk. Aku takut kena ceramah main ganti-ganti aja.” Ada nada kecewa di suara Cinta.
            Romi mengangguk-angguk seakan-akan dirinya tidak begitu peduli.
&&&
            Tidak satu pun di antara Romi dan Cinta berbicara. Mereka benar-benar berubah jadi patung hidup yang ‘jodoh’ di kelas. Karena itu, kelas makin ribut dengan sejuta godaan. Irwan dan Elina adalah provokator utamanya. Parahnya, Elina dengan bangga dan senangnya mengetuk pintu kelas yang tidak ada gurunya dan memberitahu mereka tentang Romi-Cinta.
            Saat bel sekolah berbunyi, Romi segera membereskan buku. Cinta melakukan hal yang sama. Keduanya masih diam-diaman dan hanya berbicara jika perlu saja. Romi merasa sakit hati dan berusaha move on, sementara di lain sisi, Cinta merasa kecewa dan berusaha untuk mengerti.
            “Cinta!” panggil Ethan saat melihat Cinta berjalan keluar kelas. Di saat yang sama, Romi yang menaksir Cinta dan sakit hati menengok ke arah datangnya suara itu. Dia menghembuskan nafas lesu. “Aku nggak bisa nganter hari ini. Aku panggilin taksi aja gimana? Atau, kamu minta Romi atau siapalah yang mengantar. Maaf banget, Cin. Aku ada latihan basket mendadak. Besok-besok, aku janji pasti aku akan mengantar.”
            Ini benar-benar hari sial Cinta. “Nggak masalah, kok. Aku minta temen aja nanti. Oh iya, ayah titip salam sama Om Wir. Katanya, ingin ketemu lagi.”
            Ethan tersenyum. “Sekali lagi, maaf ya, Cin. Ntar, salam ayah kamu pasti sampe ke papa aku. Hati-hati, ya! Kalo udah sampe, kabarin aku.” Cinta mengangguk.
            Saat Ethan sudah pergi, Cinta menghela nafas panjang dan berjalan lesu meninggalkan kelas. Melihat itu, Romi ingin membantu, tapi ragu. Namun, dihajarnya rasa ragu itu dan dia menghampiri Cinta.
            “Hai, Cin!” sapa Romi ramah membuat Cinta kaget.
            “Hai, Rom!” balas Cinta kecut.
            “Kenapa? Kok, muka kamu mirip pakaian kusut?”
            “Aku nggak bisa les biola hari ini. Padahal, jadwal konser udah tinggal dua minggu lagi. Guru biolaku juga ntar pasti marah sama aku, karena banyak alasan bolos,” aku Cinta.
            “Aku bisa nganterin. Kalo kamu nggak keberatan, aku tadi pake motor ke sekolah. Jadi, kalo mau, kamu bisa boncengan sama aku sambil bawa biola,” tawar Romi. “Itu kalo kamu mau, Cin. Aku nggak akan maksa.”
            Wajah Cinta berubah dari lesu menjadi sedikit bercahaya. Sudah lama Romi tidak melihat wajah Cinta seperti itu saat berbicara dengannya. “Beneran, Rom?” Romi mengangguk. “Makasih ya, Rom!” Cinta tanpa sadar memeluk Romi sangkin senangnya. Romi kaget, tapi membalas pelukan itu dengan hangat.
&&&
            Permainan biola Cinta luar biasa. Romi kebagian cuplikan Cinta bermain biola dari ruang tunggu. Rasa sukanya pada Cinta semakin bertambah. Sejak pertama kali melihat Cinta di konser itu hingga saat ini. Meskipun, sudah pernah dibuat sakit hati, dia tetap saja suka pada sosok Cinta.
            “Pulang, yuk!” ajak Cinta tiba-tiba. Lamunan Romi jadi buyar karena itu.
            “Udah selesai, ya? Cin, sekali-kali, aku dapet private show biola kamu, dong. Masa orang yang sebangku di kelas nggak pernah dikasih pertunjukan khusus?” pancing Romi.
            “Boleh aja. Kalo kamu ada waktu, aku mau mainin satu lagu buat kamu. Terserah kamu, Rom,” jawab Cinta mantap.

0 comments:

Post a Comment

Blog List

 

Re-A-Lis-Tic Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos