Monday, August 15, 2011

Cinlok LAPANGAN BASKET! (Part 1)

Posted by Unknown
Uaaaaa.... MOS SMA kali ini bikin otak tiap siswa baru sekeriting benang kusut! OSIS-nya nggak pakai kira-kira pas ngerjain mereka dan itu membuat sebagian besar anak-anak baru MOS memilih lebih baik 'tewas' daripada harus berjuang! Termasuk Amanda. Tapi, karena dia cewek dan wajahnya juga bisa meluluhkan sebagian besar OSIS cowok, jadi dia hanya berharap bisa cepat bersekolah di sekolah barunya secara normal!

"Loha, SEMUAAAAAAAA!!!" sapa Kak Aldy, yang dari kemarin memang udah sering banget nongol di kelas Amanda untuk sekedar iseng atau luar biasa ngisengin.
Anak-anak mengerang hebat secara serempak, tak terkecuali Amanda. Kak Aldy tertawa puas mendengar suara itu, karena dia tahu bahwa usahanya 'mengajar' adik-adik kelas baru hampir berhasil.
"Kok, pada gitu, sih? Salam gue nggak dijawab, ya? Ntar, MOS-nya gue tambah loh, levelnya," ancam Kak Aldy dengan nada senioritas yang benar-benar bisa bikin tangan gatal buat nonjok mulutnya.
"Kalo saya jawab salam Kakak, boleh nggak, saya jangan diapa-apain lagi besok?" pancing Amanda berani. Cewek ini emang luarnya terlihat seperti duplikat Kate Middleton, tapi dalemnya... beuh... mirip Wonderwoman!
Kak Aldy merasa ditantang mendekat ke arah Amanda dengan langkah yang sedikit di-sok-keren-kan. "Hmm... Oke. Tapi, cuma besok doang, ye, nggak gue apa-apain? Besoknya lagi, lo kayaknya bakalan diapa-apain."
Amanda mendengus. "Kakak tau ngeselin, nggak?"
"Nggak, tuh," jawab Kak Aldy.
"Ngeselin itu KAKAK!!!" jawab Amanda yang kesabarannya sudah secetek air selokan. Kak Aldy menatapnya dengan tatapan jengkel dan menakutkan. Amanda memandang balik dengan senyum sinis dan hembusan nafas lelah.
&&&
"Anjrit, dah! Itu bocah berani banget sama gue, Bim! Lo tau, tadi pas gue datengin kelasnya dan gue pancing mereka sama ancaman, dia nyolot," curhat Aldy ke Bima, teman satu komplotan keisenginnya. "Dan yang lebih hebat serta menyebalkannya, dia itu cewek! Tampangnya sih, bisa dibilang mirip putri kerajaan. Kalo tau nyalinya, anjrit, bener-bener mirip super-woman, dah! Awas aja tuh, anak. Hari terakhir MOS bakal gue buat diem kayak patung!"
Bima terkekeh. "Dia cewek, Dy! Lo bego kalo ngelawan cewek! Tolol! Banci! Sableng! Terparah, lo bisa disangka 'melambai' nanti. Mending, lo baikin dan kasih dia harapan. Pokoknya, jadi cowok baeklah yang kelakuannya nggak kayak penyamun sejati. Jadi, bisa aja dia jatuh hati," usul Bima yang otak cerdasnya lagi berfungsi cukup baik. "Nah, kalo udah fall in love sama elo, dengan gampang lo hipnotis dia. Ngerti, kan?"
Adly berpikir sejenak. "Hahaha... Parah lo! Tapi, ada baeknya juga gue kayak gituin. Ntar, langsung gue manfaatin dan kalo udah bosen sama tampang nyolotnya, bakal gue judesin dan ujung-ujungnya, dia dapet pelajaran juga, kan? Sip, Bim! Tumben tuh, otak Einstein hinggap di pala lo. Biasanya, otak tukang pijet yang elo pake.."
Bima mendelik dan menatap kawan kurang ajarnya. "Kampret!"
&&&
Amanda baru saja ingin duduk di depan bangku depan sekolah menunggu BMW (Bajaj Merah Warnanya) yang biasa ditumpanginya sampai terminal, tapi tiba-tiba, ada lengan yang merangkul bahunya. Dari bau keringatnya, sudah jelas ini bukan cewek, karena asli, baunya parah! Sebenernya sih, bisa ketebak kalo itu cowok. Walaupun bau keringetnya nggak nyampe bikin pingsan, tapi tetep aja bisa buat pernapasan nggak teratur. Sesaat, Amanda berusaha melepaskan rangkulan itu, tapi usahanya gagal.
"Apa-apaan sih, lo?!" sergah Amanda akhirnya.
Orang itu tertawa kecil. "Bahaya kalo cewek duduk sendirian depan sekolah pas jam segini. Bisa-bisa, yang ngerangkul elo itu preman, loh. Masih untung, gue temenin. Apalagi... lo masih baru disini."
Suara itu... batin Amanda. "Kak, udah deh, nggak usah ngerangkul sok akrab! Saya bisa jaga diri, kok. Lagian, Kakak siapanya saya? Pacar, bukan. Kakak kandung, bukan. Amit-amit, deh. Kakak kelas, belom resmi. Jadi, mendingan, sebelum saya yang bikin Kakak masuk ke dalam 'bahaya', mendingan Kakak lepasin saya!"
"Oke. Tapi, kalo gue duduk disini sama elo sampe angkot gue dateng, elo nggak keberatan, kan? Secara, gue kan, siswa resmi disini. Ini masih gerbang sekolah gue, lagi," ucap orang itu.
"Terserah Kak Aldy!"
"Cieee, tau nama gue.."
"Denger ya, Kak, saya tau nama Kakak, karena dari seluruh OSIS yang jadi panitia MOS, cuma Kakak yang bener-bener keturunan kriminal! Parah! Jadi, kalo ada yang manggil Kakak dan kebetulan saya denger, pasti deh, saya langsung ngutuk Kakak dan berharap sama Tuhan supaya makhluk setengah iblis kayak Kakak dimusnahkan!"
Aldy terkekeh. "Jahat, ya..."
Beberapa menit setelah itu, Aldy dan Amanda duduk bersebelahan dengan jarak yang kurang dari semeter. Melihat pemandangan itu, siswa-siswi yang kebeneran lewat yang sama-sama ingin pulang, menggoda mereka. Aldy tersenyum selebar jalan tol dan Amanda menekuk bibirnya sepenuhnya. Kalo bunuh orang nggak dosa, Kakak ini pasti udah tewas di tangan gue! geram Amanda dalam hati.
Sialnya lagi, BMW yang ditunggu Amanda nggak bisa diajak kompromi! Udah sekitar 15 menit ditungguin, tetep aja nggak dateng. Alhasil, Amanda menundukkan kepalanya dan menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Aldy yang tidak sengaja melihat melalui ekor matanya merasa sedikit prihatin. Cewek ini mentalnya bener-bener mental baja, tapi ternyata ada juga mental cewek tulennya. Kasian ngeliatnya, batin Aldy.
"Nama lo siapa, sih?"
"Amanda," jawab Amanda masih sambil menunduk.
"Lo dijemput? Pulang sendiri? Atau malah mau nginep?" tanya Aldy lagi.
"Pulang sendiri naek bajaj. Tapi, dari tadi nggak ada yang lewat," ratap Amanda. Semakin kasihanlah Aldy melihatnya. Sebagai cowok, Aldy nggak sungguh-sungguh kejam sama lawan jenisnya. Masa iya, sih, ada cowok kayak gitu? Bisa dibacok kaum Hawa, dah.
"Pulang sama gue mau, nggak? Kalo elo nggak mau, pilihannya cuma dua; nginep di sekolah atau gue gendong sampe rumah," tawar Aldy tulus.
Amanda menatap Aldy tak percaya. Tawaran makhluk setengah iblis itu terdengar benar-benar tulus di telinganya.
"Tapi, rumah Kakak emang sejalan sama rumah saya?"
"Emang rumah lo dimana?"
"Di Taman Asri Permata."
"Lo blo'on, deh. Kenapa nggak bilang dari tadi, sih? Gue juga disana. Elo di blok apa?"
Amanda tersentak sedikit. "Saya di blok J."
Sekarang, Aldy yang tersentak kaget. "Loh, kok sama? Ya udah, deh, gue anterin elo sampe rumah lo. Barangkali, rumah kita nggak jauh-jauh banget."
Amanda menatap Aldy ragu bercampur takut campur juga bingung. Aldy menangkap arti tatapan itu.
"Nggak bakal gue apa-apain. Ini bukan lagi MOS, kok," ucap Aldy. Amanda diam-diam menarik nafas lega. "Jadi?"
"Ya udah, deh."
&&&
"Kak, sampe sini aja, deh. Saya takut ngerepotin," ucap Amanda tidak enak hati. Ternyata, rumah Aldy masih delapan rumah lagi dari rumah Amanda kalau dihitung dari tempat mereka turun dari taksi.
"Nggak. Elo cewek, Amanda. Sebagai cowok yang jelas-jelas punya kewajiban jaga cewek, gue harus tanggung jawab nganterin elo sampe rumah seutuhnya. Jadi, nggak usah ngelawan. Ini bukan lagi MOS. Elo nggak perlu bayangin gue kayak gue yang ada di MOS. Gue nggak sekejam itu, kok, kalo bukan MOS," ucap Aldy tulus, meyakinkan, dan benar-benar serius.
"Tapi, Kakak kan, nggak ada urusannya sama saya. Maksudnya, Kakak bukan siapa-siapa saya. Apa kata bunda nanti tau saya jalan berdua sama cowok?" tanya Amanda masih belum yakin.
"Gue mang bukan siapa-siapa elo. Tapi, kalo elo kenapa-napa, gue jadi siapa-siapa elo juga tau! Gue jadi saksi mata elo! Jadi, ntar kalo bunda lo tanya-tanya, gue jelasin sejelas-jelasnya, deh. Janji!" ucap Aldy sambil mendekat ke Amanda dan membantu cewek itu membawa tasnya yang kelihatannya berat sekali. "Sini gue bawain."
Amanda makin tercengang. Di sekolah dia mirip iblis, kenapa sekarang kayak gini?! Sableng!!!! batin Amanda.
"Assalamu'alaikum, Tan. Maaf, Amanda baru pulang jam segini. Tadi, dia nungguin bajaj sampai jam setengah 5. Saya kebetulan duduk di sampingnya. Nah, karena si Amanda udah kelihatan capek banget, saya ajak pulang bareng dan saya anterin sampe rumah. Kebetulan, rumah kita deketan, satu blok pula. Jadi, saya kesini cuma niat nganterin Amanda pulang aja, Tan. Nggak saya apa-apain, kok," jelas Aldy saat disambut bundanya Amanda di depan pintu.
"Oh, terimakasih ya, Nak. Boleh tau namanya siapa?"
"Aldy, Tan," jawab Aldy sopan.
"Oh, Nak Aldy. Kamu anaknya Bu Ririnawati, ya?" tanya bunda Amanda lagi.
"Iya, Tan. Kalo gitu, saya pamit dulu, deh. Mama kayaknya udah keringet dingin nungguin saya nggak pulang juga," jawab Aldy. "Salam buat keluarga ya, Man. Assalamu'alaikum, Tan, Man."
"Wa'alaikumsalam," jawab bunda dan Amanda hampir bersamaan.
"Dek, kamu tau, Aldy itu anaknya supersopan, baik, dan pintar pula. Nggak nyangka kamu temenan sama dia. Bunda kan, sering ngobrol sama mamanya," ucap Bunda sambil membantu Amanda membawa tas anaknya.
"Bunda nggak tau dia kayak apa pas MOS. K-E-J-A-M!!!" protes Amanda.
"Dek, dia udah nganterin kamu sampe rumah, udah berkorban demi kamu. Kamu harus bisa bedain sifat seseorang. MOS cuma sementara, Man. Sifat Aldy nggak sementara. Sifatnya dia permanen dan 'kejam'-nya dia pas MOS mungkin cuma salah satu syarat wajib panitia MOS buat siswa-siswi baru. Bisa aja, sebenernya dia baik sama kamu. Beneran mau jadi temen," ujar bunda positif.
"Whatever, Bun! Aku capek banget. Besok demo ekskul!"
&&&
Ekskul basket sedang menunjukkan kemampuan timnya. Aldy, salah satu pemain yang dikenal jago, dengan lincah menggiring, men-dribble bola, dan memasukkan bola. Tampang Aldy emang nggak cocok jadi cowok idaman di sekolahnya. Soalnya, emang tampang Aldy biasa dan cuma sampe kategori manis aja. Nggak lebih dan bisa kurang. Tapi, tubuh dan dadanya berbidang. Kalo soal itu, Aldy masih harus bersaing sama Vino, Rendy, dan beberapa anak basket lainnya. Sementara kalo tingginya, Aldy emang bisa disejajarkan dengan anak-anak yang tingginya lebih dari 168 cm. Gaya Aldy santai, nggak melambai, nggak juga garang. Cowok tulen yang bener-bener tingkahnya mirip cowok! Santai, slow-but-sure, dan gentle. Aldy belum pernah gandengan sama cewek. Tapi, ketika SMP, dia banyak digandeng cewek yang sama sekali nggak dianggepnya sebagai pacar atau gebetan. Hanya teman. Jadi, nggak aneh kalo banyak yang nyebut Aldy sebagai 'Jomblo Fine-Fine Aja'.
Amanda tiba-tiba pusing saat menikmati aksi basket Aldy. Aldy yang tidak sengaja melihat wajah pucat Amanda jadi nggak konsen main lagi. Sebenernya, Aldy bisa sebodo amat sama Amanda, karena dia bukan siapa-siapa cewek itu. Tapi, sejak peristiwa pulang bareng kemarin, Aldy jadi membatalkan niat jahatnya untuk membalas sikap nyolot Amanda. Sejak bertemu dengan bunda Amanda, yang kebenaran kenal dengan mamanya, Aldy jadi nggak pengen macem-macem lagi. Lebih baik, dia beneran baekin cewek ini daripada urusannya jadi dijewer mama.
Setelah aksi basket selesai, Aldy izin sama Pak Hasan, pelatih basket yang super supel itu. Aldy menghampiri Amanda yang duduk di depan kelas yang sedang memegangi kepalanya.
"Man, elo nggak kenapa-napa, kan?" tanya Aldy khawatir.
"Nggak kok, Kak. Saya nggak kenapa-napa. Pusing aja," jawab Amanda.
"Kalo gitu, gue anterin ke PMR, ya? Mumpung mereka barusan tampil. Siapa tau, bahan-bahannya masih disusun. Ayo, deh," ujar Aldy lebih mirip maksa.
"Kak, saya nggak apa-apa. Serius, deh!" tegas Amanda.
"Muka pucet, napas sesak, bibir persis mayat, mata sayu kayak gitu nggak kenapa-napa? Nilai akting lo -1, tau! Udah, nggak usah banyak protes. Gue nggak mau lo pingsan. Bunda lo bisa-bisa tau dan gue jadi kena sial ntar. Udah, ayo!" ajak Aldy. Amanda menyerah dan melebur di dalam genggaman Aldy. Hangat, perhatian, dan sayang terasa di pergelangan tangannya.

0 comments:

Post a Comment

Blog List

 

Re-A-Lis-Tic Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos