Sunday, August 28, 2011

It's Always Been Him

Posted by Unknown 0 comments
"Bagaimana awal perjalanan kamu sebagai penyanyi?" tanya Ellen, pembawa acara terkenal. Ia sedang mewawancarai Jasmine, gadis berumur 18 tahun yang bakat menyanyinya luar biasa.
Jasmine tersenyum, lalu, "Awalnya hanya iseng-iseng aja. Aku sama temen deketku, Justin, dulu pernah buat cover 'Isn't She Lovely' dari Stevie Wonder. Nah, kebetulan, di sekolah lagi ada audisi buat lomba menyanyi tingkat kota. Akhirnya, kita setuju buat jadi duo. Justin juga bisa nyanyi dan dia bisa main banyak alat musik. Waktu itu, aku masih kurang lancar main gitarnya, jadi aku ajak Justin." Jasmine menelan ludah. "Setelah melewati seleksi, kami akhirnya sampai di tingkat final. Kami menang! Yay! It was the greatest feeling ever! Aku dan Justin mutusin buat upload beberapa lagu yang kami cover-in ke jejaring sosial."
"Hmm... Setelah itu, apa yang terjadi?" tanya Ellen lagi, penasaran.
"Beberapa bulan setelah di-upload, ibuku mendapat telepon dari dua industri musik besar. Dua-duanya menawariku karir menjadi penyanyi. Setelah berdebat, berunding, berdebat lagi, dan mencapai keputusan, aku memilih industri kedua. Dengan alasan, industri itu memiliki jumlah musisi legendaris dan top-hits terkenal dan talented. Bukan berarti yang satu lagi tidak, hanya saja, ibu dan aku lebih nyaman di industri musik yang ini," Jasmine melanjutkan. "Sampai akhirnya tahun 2007, aku merilis album pertama dan keduaku. Album pertamaku dirilis Januari, sementara yang kedua keluar Juni. Jaraknya memang dekat sekali. Tapi, aku bersyukur hampir seluruh lagu masuk dalam Top 50 Songs."
Penonton dan Ellen memberi aplus meriah. Jasmine tersenyum sambil memerah.
"Kamu tidak pernah rindu dengan teman dekatmu itu?" Ellen mengalihkan perhatian.
"Rindu? Pastilah. Sudah dari tahun 2005 aku tidak melihatnya. Saat itu umurku masih 12 tahun. Sudah lamaaaaa sekali," jawab Jasmine dengan tatapan sedih di matanya.
"Kamu pernah naksir dia?"
Jasmine terkekeh. "Naksir? Lebih malah. Kami sempat berpacaran selama setahun. Tapi, putus, karena aku dikontrak jadi penyanyi."
"Wow! And you guys were only 12? That's sweet actually," komentar Ellen.
Jasmine tertawa. Ellen melanjutkan acara dengan sesi Live Performance dari Jasmine. Setelah itu, acara selesai. Jasmine kembali ke studio rekaman untuk mengurus beberapa hal untuk albumnya yang akan datang.
%%%
"Hey, pretty face," sapa Cole, teman dekat Jasmine yang sama-sama penyanyi muda di industri tersebut.
"Hey, Cole. What're you doing here?" tanya Jasmine bingung.
"Chillin'. There's nothing I can do. I'm tired of messing with Wilson and the crews. That's why I came here. What's up with you?" tanya Cole balik.
"Ah... Aku sedang menulis lagu baru. Bosen banget, jadi aku nulis lagu aja, deh," jawab Jasmine singkat.
"Boleh lihat?"
"Silakan aja. Kalo mau dikoreksi juga nggak masalah."
"Sip."
Cole meneliti lagu buatan Jasmine. Ia bulak-balik tersenyum dan mencorat-coret beberapa kata. Jasmine hanya merenung sambil memikirkan perkataan Ellen, Kamu tidak pernah rindu dengan teman dekatmu itu?
"Done," ucap Cole membuyarkan renungan Jasmine.
"Let me see," pinta Jasmine. Jasmine melihat hasil koreksian Cole. Dia memerah sedikit dan membaca setiap kalimat buatannya.

It was hard leaving you alone
'Cause I didn't wanna lose you
But now you're already gone
I have no idea what to do
Everything feels so wrong
And I'm still trying to get through

You were once mine,
The best I've ever own
You once filled my mind
The sweetest I've ever known
And I wish you were here
Sharing everyday's secret with me
Erasing my fear, my tear
'Cause I know we were meant to be
Baby, don't you leave me...

Kata-kata itu tiba-tiba hinggap di benak Jasmine sejak Ellen memberinya pertanyaan itu. Lagu ini mungkin akan didedikasikan untuk Justin. Karena sejujurnya, Jasmine belum bisa melupakan Justin dan hubungannya dulu.
"Lagumu bagus," komentar Cole tiba-tiba.
"Iya, kah?" tanya Jasmine tak percaya.
"Iya. Aku bisa ngerasain kalo kamu nulisnya dari hati," jawab Cole. "Apapun yang kamu rasain, itu mungkin bukan perasaan bahagia, Tapi, untuk orang itu, orang yang ada di lagumu, pasti dia bahagia banget."
Jasmine menatap Cole. "If he ever finds out and notices."
"He notices, eventually," jawab Cole santai. "Lanjutin, dong. Nanti, aku bantu bikin nadanya."
"Sip, deh," jawab Jasmine lalu kembali fokus.
%%%
Berbulan-bulan setelah bulak-balik mengurus album baru, Jasmine akhirnya berunding untuk memasukkan lagunya 'Baby, Don't Leave Me' ke dalam album baru yang berjudul, "The Other Side of Love" yang akan dirilis tanggal 23 Juni di U.S.A. Cole dan Jasmine sudah mulai dekat dan sering dirumorkan berpacaran. Keduanya tidak menyangkal, tidak juga mengiyakan. Tapi, satu di antaranya memang merasakan hal yang berbeda untuk satunya lagi. Hal itu adalah rasa suka, sayang, dan perhatian yang lebih dari biasanya.
Abigail, manajer Jasmine, memutuskan untuk meluncurkan album di New York untuk pertama kalinya. Akan ada meet-n-greet dan private-concert di salah satu tempat konferensi pers di New York. Setelah itu, Jasmine akan diterbangkan ke L.A untuk album-signing dan acara Ellen Show lagi untuk mempromosikan album barunya. Kemudian, ada sederet wawancara di radio-radio besar di Miami dan Chicago. Setelah itu, pemotretan untuk sampul album cetakan berikutnya, pemotretan untuk majalah-majalah remaja, dan pengambilan video musik untuk tiga dari dua belas lagu di album baru Jasmine. Di awal tahun 2012 nanti, Jasmine baru bisa mengambil cuti 2 bulan. Jadi, jadwalnya saat ini benar-benar PADAT!
"Thank you all for coming. I love you guys!" sapa Jasmine untuk yang terakhir kali di private-concert di New York. Malamnya, Jasmine pergi ke L.A dan menghabiskan tiga jam untuk menandatangani album-album barunya yang sudah dibeli para penggemarnya.
%%%
Esoknya, Jasmine bersiap-siap untuk pergi ke acara Ellen Show. Hari ini rambut cokelat emasnya diluruskan. Wajah Jasmine dihiasi foundation yang menyerupai warna kulit, blush-on warna merah muda, eye-shadow yang sama dengan warna blush, lipstick merah muda yang ditimpa pelembab bibir, dan bulu matanya dihiasi waterproof mascara. Warna bola mata Jasmine yang hijau bening membuat matanya terlihat eksotis. Tulang pipi yang melekuk indah membuat kombinasi wajahnya sempurna, dewasa, dan elegan. Apalagi, tubuhnya yang berisi, tapi tidak gemuk. Semuanya terlihat indah.
"Welcoming, Jasmine Abrams!" seru Ellen sambil berdiri di sofa pembawa acara.
Jasmine berjalan masuk ke panggung utama dan bercipika-cipiki dengan Ellen. Dia tersenyum pada penonton dan dipersilakan duduk. Untuk sesaat, penonton masih meriah memberikan tepuk tangan dan sorak-sorai.
"All right, calm down," ujar Ellen. "So, you're here again, huh?"
"Hahaha... Yeah. I guess, I'm attached to this show," gurau Jasmine. Ellen terkekeh.
"How are you?" tanya Ellen kemudian.
"Good. Thank you. How are you?" Jasmine balik bertanya.
"Aku baik-baik saja," jawab Ellen dengan senyumnya yang ramah. "Jadi, kudengar kamu mengeluarkan album baru, ya?"
"Iya, itu benar," jawab Jasmine dengan senyum tak kalah ramah.
"Judulnya 'The Other Side of Love', bukan?" tanya Ellen.
"Yup. That's true," jawab Jasmine segera.
"Tell us more about it," pinta Ellen.
"Jadi, di album ini, aku bercerita tentang masa-masa patah hati. During the making of this (The Other Side of Love), my feelings were just out of place. I wasn't in the best mood, but wasn't in the worst either. My heart was literally hurt. I got this infection and was feeling a little bit broken inside. Tapi, aku berhasil menempuhnya," jelas Jasmine. "Aku menyukai seseorang, tapi aku tidak berani memberitahunya. Sampai suatu hari, aku mendengar kabar bahwa dia jadian dengan orang lain yang ternyata teman dekatku sendiri. Terus, aku dikerumuni orang-orang yang selalu mencintai their someone secara diam-diam dan sembunyi-sembunyi. Terkadang, semua itu menyakitkan. Malah sering sih, menyakitkannya. Terlebih, saat mereka mengakui perasaannya dan mendapat penolakan." Jasmine berhenti sebentar, lalu, "Jadi, dalam album ini, aku memilih tema yang menyangkut secret love, broken heart, rejection, loneliness dan banyak lagi yang bukan sisi bahagia dari cinta. Maka dari itu, aku memberikan nama 'The Other Side of Love' untuk album ini."
Ellen mengangguk-angguk mengerti, kemudian memberikan aplus meriah bersama penonton. Jasmine tersenyum.
"Semua itu pengalaman pribadi?" tanya Ellen.
"Rata-rata, sih, iya," jawab Jasmine malu-malu.
"Misalnya?" tanya Ellen lagi.
"Hmm... 'Baby, Don't Leave Me', 'You (Best I Ever Dream Of)', 'Secretly in Love', 'I Wish I Was Yours', dan 'I Miss Us' serta masih banyak lagi. Aku tidak bisa menyebutkannya satu-satu," jawab Jasmine.
"Banyak yang bilang, 'Secretly in Love' itu untuk Cole. Apa benar?" tanya Ellen.
Jasmine terkekeh. "Hmm... I don't know."
"Oke, kalau seperti itu, aku berasumsi itu benar," jawab Ellen bercanda. Jasmine hanya tertawa.
Setelah membahas lagu-lagu itu, Ellen kembali bertanya. "Bagimana dengan 'Baby, Don't Leave Me'? Kita belum membahas itu tadi."
"Oh, iya. Lagu itu... it's complicated," jawab Jasmine abu-abu.
"Maksudmu?"
"Aku menulisnya saat perasaanku tidak karuan dan untuk seseorang. Cole membantuku menulis lagu itu dulu. Hmm... Susah dijelaskan."
"Baiklah. Andaikan seseorang itu ada di sini, apa yang akan kamu ucapkan padanya?" tanya Ellen.
"'Halo!' atau hanya sekedar memeluknya dan menyapanya," jawab Jasmine singkat.
"Aku punya kejutan untukmu," ucap Ellen tiba-tiba. "Please, welcome Justin McArthur!"
Jasmine langsung celingak-celinguk mendengar nama itu. Justin, sahabatnya dulu, ada di ruangan ini. Tapi, dimana?! Kemudian, mata Jasmine bertaut dengan mata Justin saat akhirnya Justin muncul. Dengan spontan, Jasmine berlari ke arah Justin dan memeluk manusia itu. Justin balas memeluk gadis itu dan mengelus-elus punggung gadis itu. Jasmine menangis di pelukan Justin. Untung saja, maskaranya waterproof, jadi tidak luntur.
"You can let go now," ucap Justin lembut di telinga Jasmine.
"No. I don't wanna," jawab Jasmine agresif dan manja.
Ellen yang melihat Justin dan Jasmine hanya tertawa. Penonton ber-'Awwww...' bersama sampai akhirnya Jasmine memutuskan untuk melepaskan pelukannya.
"Dia menangis ternyata, penonton," seru Ellen. Jasmine terkekeh malu sambil mengusap airmatanya. "Hai, Justin! Senang bertemu denganmu. Bagaimana pekanmu di sini?"
"Hai, Ellen! Nice to meet you, too. Haha, aku senang bisa berlibur kesini. Apalagi, untuk bertemu Jasmine," jawab Justin sambil merangkul Jasmine.
"You've been here for a week?! I can't believe it! Why didn't you tell me?!" tanya Jasmine kaget masih dengan mata yang basah dan sedikit isak tangisnya.
"Ini kan, kejutan. Kenapa aku harus bilang?" tanya Justin balik.
"Jahat banget, sih," rengek Jasmine.
"Yang penting, sekarang kan, kalian sudah ketemu. Bagaimana rasanya, Jasmine?" tanya Ellen.
"How did you find him?" tanya Jasmine pada Ellen.
"Kami mengontak ibumu. Kebetulan, ia tahu Justin dan memberikan kami nomor yang bisa dihubungi. Akhirnya, seminggu yang lalu, Justin kami terbangkan kemari. Bagaimana? Bagus, bukan?" goda Ellen.
"Wow. Aku tak percaya. Aku senang sekali bisa bertemu dengan Justin lagi. It's been a long time," ujar Jasmine.
"Aku juga senang bisa bertemu denganmu lagi," balas Justin sambil memeluk Jasmine dengan satu tangan.
Setelah acara selesai, Jasmine dan Justin memutuskan untuk berjalan-jalan mengitari L.A sebentar. Justin sebenarnya ingin menghabiskan waktu dengan Jasmine, berdua saja. Sudah lebih dari dua tahun mereka tidak bertemu lagi. Jasmine juga ingin menghabiskan quality time dengan Justin. Lagunya dan perasaannya untuk Justin sudah mantap, Jasmine sayang dengan sahabat lamanya itu.
%%%
"Kenalkan, Cole, ini Justin, teman lamaku," ucap Jasmine pada Cole, saat sampai di studio bersama Justin.
"Cole Simon," sapa Cole tidak begitu ramah.
"Justin McArthur," sapa Justin balik biasa-biasa saja.
"Hmm... Kalian bisa ngobrol dulu. Aku akan pergi wawancara di radio K 99,2. Dekat, kok, dan sebentar. Oke? See ya," seru Jasmine, kemudian berjalan kembali ke parkiran.
Suasana di ruangan hening dan canggung. Cole, yang sudah tidak menerima kedekatan Jasmine dengan Justin alias cemburu, hanya tersenyum kecut pada Justin. Cole menyayangi Jasmine sejak ia putus dari Emma Enderson, artis seumurannya beberapa bulan setelah mengenal Jasmine di industri musik ini. Jadi, tidak heran kalau Cole tahu banyak tentang Jasmine dan mempunyai rasa yang berbeda terhadap gadis itu.
Berbeda dengan Cole, Justin malah ingin kembali seperti dulu lagi. Berpacaran dengan Jasmine dan meneruskan apa yang waktu itu sempat dihentikan sementara. Justin sayang dengan Jasmine. Maka dari itu, Justin berharap Jasmine masih bisa merasakan hal yang sama terhadapnya. Jika perasaan Jasmine sudah berubah, Justin akan tetap bahagia untuk gadis yang mendapatkan first kiss-nya ini. 
"So, do you like L.A?" pancing Cole dengan nada suara dingin.
"Hmm... Ya," jawab Justin singkat.
"Apa yang elo suka dari L.A?" tanya Cole yang saat ini didominasi sifat egoisnya.
"Gue suka semuanya, sih," jawab Justin santai. "Elo sendiri?"
"Gue suka industri ini dan Jasmine," jawab Cole tegas.
Justin sedikit terusik dan meringis dalam hati. "Dan, Jasmine suka balik?"
"Gue nggak bisa mastiin. Tapi, akhir-akhir ini, gue sama dia udah deket. Bahkan, dia nggak menyangkal rumor 'pacaran' gue sama dia," jawab Cole merasa menang.
Justin langsung melongos tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Tapi, ia tidak ingin terlalu percaya. "Hmm... Apa yang elo tahu tentang Jasmine? Kok, bisa suka?"
"Jasmine itu beautiful on the outside, gorgeous on the inside. Gue suka cewek kayak dia. Selain itu, Jasmine dewasa dan dia kalem. Murah senyum, random, paling gampang bergaul sama siapa aja, terutama musisi-musisi, dan yang paling buat gue kagum sama cewek itu adalah Jasmine itu selalu bisa bersikap profesional di saat yang tepat, dan bersikap pribadi di saat yang tepat pula," jelas Cole. "Elo pasti tahu lebih banyak, kan?"
Justin semakin tersayat. "Yang terakhir gue tahu, Jasmine kebalikan semuanya. Kayaknya, dia emang udah berubah. Jadi, elo pantes, kok. Lagian, Jasmine pasti suka sama elo balik." Justin seperti membunuh diri sendiri saat mengucapkan kalimat itu.
%%%
Malam ini, Jasmine, Justin, Cole, dan seluruh anggota industri musik ini, mengadakan pesta tahunan. Justin yang sudah lebih dari sebulan menetap di L.A, akan segera balik ke Kanada lagi. Ia masih berusaha melupakan dan mengubur perasaannya untuk Jasmine. Sementara Cole, ia ingin meneliti lebih dulu tentang respon Jasmine. Jasmine sendiri semakin yakin dengan perasaannya terhadap Justin.
"Aku pulang lusa," ucap Justin lirih di taman dekat restoran tempat Jasmine dan yang lain berpesta.
Jasmine meringis. "So soon?"
"Aku sudah sebulan lebih di sini. Bentar lagi, aku harus mendaftar kuliah. Kamu juga harus tetap melanjutkan nyanyi, kan?" tanya Justin yang sebenarnya tak kuat lagi menahan sakit hatinya tiap kali dekat Jasmine.
"Iya. Tapi, aku... aku mau ikut ke Kanada. Aku kangen Kanada," aku Jasmine.
Justin bingung. "Bukannya, kamu punya prioritas di sini?"
"Maksudmu?"
"Cole?"
"Dia? Apa hubungannya?"
"Kalian saling suka, kan?"
"Tidak. Kamu kenapa bilang begitu?"
"Cole bercerita. Kamu tidak pernah menyangkal rumor pacaran kalian. Jadi, aku berasumsi, kalian saling suka. Cole menyukaimu," jelas Justin.
"Tapi, apa aku menyukai Cole? Nggak," jawab Jasmine dengan sabar dan hati-hati. "Aku menyukai.. aku suka kamu."
Justin kaget. "Kamu... kenapa?"
"Karena, aku masih ingin melanjutkan hubungan kita yang dulu. Kamu sudah dengan laguku, kan? 'Baby, Don't Leave Me'? Itu buatmu," jawab Jasmine sedikit bergetar. Airmatanya sudah membanjiri matanya.
"Jangan nangis, sweetheart. I don't wanna see you cry. Guess what, I love you and I want us to retry our broken relationship. I'd love to retry that," ucap Justin sambil memegang wajah Jasmine.
Saat itu juga, Cole melihat peristiwa itu. Ia melabrak keduanya.
"Jasmine?" tanya Cole lirih.
"Cole," jawab Jasmine merasa bersalah.
"I've heard. Please, don't go. I love you," pinta Cole.
Jasmine menarik nafas sambil mendekat ke Justin. Justin mengecup kening Jasmine, kemudian gadis itu menghampiri Cole.
"Aku sayang sama kamu, tapi sebatas teman baikku. It's always been him, Cole. Justin and I have to finish our last relationship. I wanna see where Justin and I go. Sorry for giving you a chance. But, I always know that it's never been someone else. It's always been him."
Cole menggenggam jemari Jasmine. "Aku paham, kok. Ternyata, cinta itu akan selalu mencari satu sama lain."
Jasmine tersenyum, lalu memeluk Cole. Cole membalas pelukan gadis itu dengan hangat. Ia menghampiri Justin.
"Gue titip Jasmine. Jangan lukai dia. You're a lucky guy," ucap Cole sambil melakukan hand-shake dengan Justin.
"Gue janji, Jasmine bakal bahagia," ucap Justin.
%%%

Wednesday, August 24, 2011

Angry Birds -.-

Posted by Unknown 0 comments
Pagi, semua! Masih pada puasa, kan? Pasti masih... Hehehe
Gue mau cerita sedikit tentang judul artikel gue saat ini... Judul itu terinspirasi dari game ANGRY BIRDS. Lo tau kan, permainan yang kata burung dilempar pake ketapel harus ngenain yang makhluk warna hijau yang dilindungi berbagai macam atribut. Terus, mereka bakal ketawa nggak jelas (ngejek gitu) kalo misalnya sisa satu atau sisa banyak. -.- Ini game jadi permainan favorit gue tiap habis sahur bulan puasa.
Gue mau cerita sedikit... Jadi, pagi ini (24 Agustus 2011), adek gue ngutak-ngatik iPad bapak gue. Nah, pelehnya dia, dia malah buka laptop dan main Car Town di Facebook. Peleh, kan? Alhasil, karena gue udah shalat Shubuh dan niat untuk tidur lagi jadi ilang, gue ngambil alih iPad itu dan milih Angry Birds untuk dimainin. Gue pikir-pikir, kalo misalnya gue mainin iu pagi-pagi, mungkin itu makhluk warna ijo bakal mati semua..
Tapi, yang ini Angry Birds-nya versi RIO yang burung warna biru itu, loh.. Jadi yang makhluk warna ijo diganti sama monyet. Lebih parah, dah... Itu monyet kalo sekali-dua kali kena kagak mati, malah ketawa-ketawa. Tapi, kalo misalnya jatoh gitu, baru dia gelapan teriak-teriak. Taenya lagi, kalo monyet-monyet itu bersisa, ketawanya bikin naik darah, man.
Nah, yang gue pengen ceritain adalah... jadi di stage 1 level 3 (kalo nggak salah, berarti bener), gue berhasil tuh, menaklukan monyet-monyet sialan itu. Itu lancar sampe akhirnya ketemu stage 4, kalo nggak salah (berarti bener lagi). Nah, di bagian itu, bentuk bangunan dan susunan monyet-monyetnya bener-bener ribet dan bikin stress! Udah gitu, burung-burungnya cuma ada 3. An*ing, kan?! Gue muter otak buat ngerancang strategi supaya burung yang pertama bisa mematikan paling nggak tiga atau empat monyet. Akhirnya, gue ketemu tuh. Berasa bahagia banget pas burung satu sama burung dua berhasil ngabisin hampir semuanya. Sementara burung ketiga, KAGAK GUNA! -.-" Alhasil, gue mengulang itu permainan lagi dengan strategi yang sama dan kesalahan yang sama sampe ada kali ya, 5 kali berturut-turut. Yang keenam, nama permainannya gue ganti! ANGRY ME! Kenapa? Karena, ngeliat burung-burung itu jadi marah begitu sama si monyet dan mendapat fakta bahwa si monyet emang bener-bener kampret (sangkin kagak bisa mati.. nyaris mulu), gue jadi ikutan naik darah sama kayak si burung. Dan, setelah dongkol dan gedek banget sama si monyet dan si burung dan sama permainannya, gue nyoba cara 'Orang-marah-main-angry-bird'. Kalian tahu, hasilnya... MANTAP! Ada lima monyet ludes di satu burung. Sisanya di burung kedua. Burung ketiga jadi bonus. Daaaaaaan, gue dapet HIGH SCORE!!! Ciiiiihuy!
Ini cerita emang bikin bosen, tapi kalo elo di posisi gue dalam keadaan puasa sehabis waktu sahur dan setelah shalat Shubuh, pasti deh, kalo lo mainin itu game, lo udah maki-maki iPad-nya dan semua yang ada di sekitar lo. Apalagi, yang lo hadepin dalam game itu monyet-monyet yang kalo dikatain 'MONYET!' emang nggak kenapa-napa. Nyes, dah... Gue aja bersabar banget sama kelakuan monyet itu. Udah diledek, kagak sakit hati juga. Kalo gue ledek b*bi dan an*ing kan, kagak mungkin. Karena udah jelas itu MONYET bukan dua binatang tadi. Alhasil ya udah.
Okedeh, cukup sekian cerita habis sahur gue. Lain kali, gue cerita yang laen lagi yang lebih ekstrim dan tentunya lebih nggak seru... -.-" Adios, Amigos!

Sunday, August 21, 2011

One Direction - What Makes You Beautiful

Posted by Unknown 0 comments

Tuesday, August 16, 2011

SELAMAT HUT RI KE-66, Indonesia!

Posted by Unknown 0 comments
Yay!!!! Akhirnya, RI ultah juga... HOREEEEEEE!!!! Negara ini udah berumur 66 tahun dan selama itu juga warga negara ini sudah banyak mengabdi. Dari mulai masa-masa Ir. Soekarno jadi presiden sampai sekarang yang dijabat oleh SBY, Indonesia masih dikategorikan negara berkembang.
Perlu elo semua tau, di Indonesia banyak banget SDA dan budaya yang bagus dan menarik. Dari mulai adat Sunda, adat Batak, tari Jaipong, lagu Kicir-Kicir, dan bangunan bersejarah yang masuk 7 Keajaiban Dunia yaitu, Candi Borobudur, semua ada di Indonesia. Tentunya nggak cuma itu. Di laut, banyak banget ikan, tumbuh-tumbuhan, penghasilan, garam, dan oalah... buaaaaaaaaaaaaaanyak banget!!! Di daratannya, uaaaaa, sangkin banyaknya jadi nggak kuat nyebutin satu-satu. Nggak cuma penghasilan aja yang ada di Indonesia, Sumber Daya Manusia-nya juga bagus, kok. Intinya, INDONESIA itu KAYA!
Setelah 365 tahun dijajah sama kompeni, akhirnya Indonesia selamat dan MERDEKA! Lagu kebangsaan yang udah sering banget didenger pas upacara bendera yaitu, Indonesia Raya. Lagu ini emang bersejarah banget buat rakyat Indonesia.

Tapi, selain positif-positifnya, Indonesia juga banyak negatifnya. Dari mulai utang sana-sini di negara lain, koruptor, kemiskinan, kekeringan, dan masih banyak lagi. Kita ambil beberapa poin aja.
Tentang kemiskinan yang ada kaitan erat sama koruptor dan korupsi. Ini dari dulu kayaknya selalu setia menghiasi rakyat Indonesia. Dari mulai ngorup ayam tetangga sampe ngorup pajak rakyat se-Indonesia, ayo aja. Satu kesalahan di jaman sekarang adalah semuanya perlu uang. Bahkan, mau sehat aja harus ganjaran duit! Parah, kan? Jadi, kalo nggak ada duit, nggak boleh sehat? Tuhan udah ngasih tau umat-Nya supaya hidup sehat. Eh, ini mah, malah dilarang hidup sehat! Hak sehat itu ada dan emang harus ada. Jadi, setidaknya duit buat kesehatan harus ditiadakan! Nah, pajak juga. Kalo rakyat bayar pajak cuma buat dikorup, itu sih, mending renovasi rumah jadi istana! Kalian (koruptor) tau, bapak-ibu anak-anak bangsa itu kerja keras untuk menghidupi keluarga sendiri dan mengikutsertakan pembayaran pajak dalam kebutuhan sehari-hari. Udah bersusahpayah gitu, kalian tinggal enak ngambil dan 'makan' hasil itu seenak udel?! Sekarang kasih tau sama kita siapa yang nggak punya harga diri, yang miskin, yang bego, yang tolol, yang nggak tau diri, yang minta dibunuh! Kasih tau! Oh maap, kita udah tau jawabannya... -.-" Heran deh, sama kalian. Buat spanduk besar-besar, slogan iklan mewah-mewah, dan semua tentang anti-korup dan anti-kemiskinan. Usahanya? Justru malah kebalikan dari isi spanduk dan slogan itu! Anak TK aja tau kalo itu salah, masa kalian harus sampe masuk penjara dulu baru tau itu perbuatan LAKNAT?!

Selepas masalah itu, gue masih bangga jadi anak bangsa Indonesia. Paling nggak, gue udah sadar kalo ternyata generasi berikutnya harus lebih baik dari generasi sekarang. Manfaatnya banyak, deh. Selain bisa membasmi koruptor dengan langkah yang lebih suci, bisa juga bener-bener memerdekakan rakyat Indonesia dan buat Indonesia itu jadi negara maju. Bukan lagi negara berkembang! Pokoknya, di hari ke depan, bangsa ini harus lebih sehat, lebih bersih, lebih kompak, lebih kreatif, lebih lebih dari sebelumnya, tapi juga jangan terlalu berlebihan.
Terakhir, tips untuk jadi anak bangsa sehat; JANGAN JADI PLAGIATOR! Jangan deket-deket sama narkoba, rokok, alkohol, dan/atau seks bebas! Jangan ngikutin jejak koruptor! Berpikir sehat, tegas, bersih, dan selalu patuh pada tuntunan agama masing-masing. Semoga Indonesia makin jaya! DIRGAHAYU HUT KE-66!!! ;)
Salam sejahtera... :)

Monday, August 15, 2011

Cinlok LAPANGAN BASKET! (Part 3)

Posted by Unknown 0 comments
"Maksud kamu apa sih, Man?" tanya Aldy nggak ngerti.
"Nggak usah pura-pura bego, Kak. Mulai besok, aku mohon jangan ngasih perhatian lagi. Terutama, kalo Kakak udah punya satu prioritas. Makasih buat yang sebelumnya. Sekarang, pulang deh, Kak," ujar Amanda yang akhirnya pecah dalam tangis. Aldy mendengar tangisan cewek itu. Ya, gue sayang sama elo, Man. Sayang banget... akunya dalam hati.
"Kalo itu bisa buat kamu tenang, Kakak pulang ya, Man. Kakak mohon, someday, bisa dapet penjelasan ya, Amanda. Good evening. Sleep well, beautiful. Jangan nangis lagi," ucap Aldy.
Amanda semakin terisak. Ucapan itu cuma sebatas ucapan. Nggak tulus! Perhatian, rangkulan, antar-jemput, dan segala yang udah dilakukan Aldy itu cuma sebatas balas dendam. Balas dendam yang ninggalin luka, perasaan yang nggak terbalas, dan harapan yang udah terlanjur tinggi. Amanda berusaha sabar dan nggak mau mikirin lagi.
&&&
Berbulan-bulan setelah itu, SMA se-Jabodetabek mengadakan pertarungan basket. Tim putri dan tim putra dipisah, namun masih satu arena tournament. Aldy yang selama berbulan-bulan berusaha mengubur perasaannya ke Amanda, masih belum begitu berhasil. Amanda sendiri yang berusaha sekeras mungkin ngelupain segala perhatian Aldy, juga ikutan nggak berhasil.
"Udah siap semua?" tanya Bima, sebelum pertandingan antara SMA-nya dan SMA lawan dimulai.
"Siap, Kapten, Siap!"
"Berdo'a sesuai keyakinanan masing-masing dan berharap sama Tuhan semoga kita berhasil," ujar Bima. "Berdo'a... Mulai!"
Hening. "Selesai!"
Setelah beryel-yel ria, pemain inti menyebar sesuai posisi. Aldy yang posisinya emang paling pewe, tinggal enak aja nyelip sana, nyelip sini, angkat bola. Selain badan tinggi, kaki panjang, pandangan Aldy nggak terbatas. Jadi, dia bisa mencari teman satu tim untuk meneruskan operan bola hingga sampai di ring.
&&&
Skor terakhir adalah 42-46. Sekolah Aldy unggul. Saat ingin melakukan three-points-shot, waktu langsung menjerit memberitahu kalau permainan sudah cukup. Sekarang, giliran yang putri.
Posisi Amanda paling nggak enak! Jagain ring dan nggak boleh terlalu jauh nyamperin temen di lapangan lawan. Jadi, harus kayak satpam pribadi ring sekolahnya. Saat lawan main membawa bola dan hendak memasukkan bola, lawan tersebut sengaja menyikut tulang rusuk kiri Amanda dan permainan langsung dihentikan. Amanda mengerang kesakitan. Aldy dan teman-teman cowok lainnya langsung heboh. Terutama Aldy. Dia langsung menerobos kerumunan yang berkumpul mengelilingi Amanda yang sudah memegangi tulang rusuk kirinya. Cewek yang sengaja menyikutnya hanya merendahkan.
"Makanya, kalo nggak punya badan kebal, jangan ikutan! Nangis juga, lo!" ejeknya diikuti tawa teman-teman setimnya.
Aldy menatap mereka tajam. Langsung lari nyali cewek-cewek itu. "Makanya, kalo lidah doang yang jadi senjata, jangan pernah berani ngelawan dia!" Tunjuk Aldy dengan dagunya ke arah terkaparnya Amanda. Amanda sudah menangis. Semakin terisak, semakin sakit rasanya. Aldy bergegas menggotong tubuh Amanda yang sudah dingin dan bergetar ke ruang rawat darurat yang sengaja disediakan panitia pertarungan basket ini.
"Saya yang ngurus, Pak. Tenang aja," ucap Aldy pada pelatih basketnya yang wajahnya sudah mirip orang habis dikejar hantu.
"Jangan sampai kenapa-napa, Dy!"
"Udah kenapa-napa, Pak!"
Aldy bergegas ke ruangan rawat darurat. Amanda hanya bisa melingkarkan lengannya di leher Aldy, sambil sebentar-sebentar mengerang sakit dan memegang rusuk kirinya.
&&&
Pulang dari pertandingan yang makan korban itu, Amanda tertidur di mobil Aldy. Aldy tersenyum melihat cewek yang ia sayangi itu. Wajahnya cantik dan nggak pantes buat Aldy yang biasa-biasa aja. Tapi, keberanian cewek ini bisa buat dia sempat ingin balas dendam, karena sangkin nyolotnya sama senior..
DEG!!!!
Aldy langsung memukul jidatnya.
"Pantes dia marah sama gue! Dia ngira gue merhatiin gue cuma buat bales dendam, karena gue nggak suka sama sikap nyolotnya. Nah, Erlin nggak sengaja denger rencana abal Bima sama gue waktu itu. Terus, denger Erlin yang kabarnya punya mulut setajem silet, dia nyerongin rencana itu. Dia ngasih tau Amanda, Amanda marah. Tapi, kenapa dia marah kalo dia nggak ngarep lebih dari gue? Toh, Amanda nggak suka sama gue? Atau, jangan-jangan..." senyum Aldy mengembang. "Cewek ini punya malu juga.. Syukur, dia punya perasaan yang sama."
&&&
"Ngapain sih, Kak, saya diajak ke lapangan basket?!" protes Amanda saat Bima menariknya secara paksa ke lapangan basket.
"Ada teater Romeo-dan-Juliet, Man. Lo harus nonton!" ucap Bima tegas.
Lapangan penuh dengan sorak-sorai anak-anak yang mengelilingi sekitarnya. Ini memang waktu istirahat, jadi nggak ganggu pelajaran. Tapi, tetep aja sempet bikin guru senewen! Setelah tahu apa yang sedang ditonton anak-anak yang ramai itu, Amanda menarik nafas dalam-dalam. Cowok itu udah nganterin dia pulang, nyelamatin dia di pertandingan kemarin, nemenin dia diperiksa tulang rusuknya, dan terlebih buat dia ngerasa suka sama cowok itu. Aldy.
Sorakan 'Cieeeee' dateng dari segala macam arah saat Amanda sudah berhadapan dengan Aldy. Aldy tersenyum.
"Main basket, yuk! Tapi, caranya, setiap elo mau masukin bola ke ring, elo harus ngasih tau kesan elo terhadap gue sejak kita pertama kali deket," ajak Aldy. "Jawaban elo cuma dua, mau apa nerima tantangan gue."
"Nggak mau, Kak. Maksa!" jawab Amanda ketus dan langsung berlalu sambil mengentakkan kaki. Aldy bergerak cepat dan menarik pergelangan Amanda. Pononton bersorak. "Nggak usah pegang-pegang."
"Yaudah. Kita nggak usah tanding basket. Nggak imbang juga lawannya. Gini aja, gue yang nyatain perasaan pertama gue sambil latihan nge-shot ke ring, ya?" tawar Aldy masih menggenggam pergelangan Amanda. Amanda menyerah dan berdiri di tengah lapangan menghadap ring yang ada di sebelah kanan.
"Lo itu nyolot banget! Tapi elo itu cewek tulen yang mentalnya mirip supergirl, tapi tampangnya mirip putri raja."
"Lo itu gengsinya luar biasa parah! Tapi, kalo udah deket sama elo, baru orang tau elo sebenernya butuh seseorang yang bisa ngertiin gengsi lo."
"Seorang Amanda itu paling nggak tahan sama panas matahari! Sekalinya kena panas matahari lebih dari sejam, pasti langsung pingsan. Kejadian pas demo ekskul."
"Terakhir, Amanda itu suka nutupin perasaannya dan bisa percaya sama mulut orang nggak bener. Kadang, dia nutupin perasaannya dan rela buat dirinya sakit, diri orang yang dia sayangi sakit, dan hubungan keduanya jadi bener-bener nggak harmonis lagi!"
"Tapi, gue salut sama Amanda. Gara-gara dia, gue jadi pinter dan bisa nyusun peristiwa dengan benar. Nah, sayangnya, gue masih bingung pengen nyatain gimana."
Penonton udah berapa kali bersorak seraya shots yang udah berhasil diraih Aldy sudah mencapai lima three-points-shot.
"Kak, nyatain dong!" seru seorang penonton.
"Buruan, Dy! Keburu bel!" ujar kawan sekomplotannya Aldy.
"Terima ya, Amanda! Kasian Aldy udah keringetan!" saran salah seorang dari mereka.
Aldy mendekat ke Amanda yang wajahnya sudah berubah wujud jadi kepiting rebus! Aldy mendekat dan meraih jari-jari Amanda. Bima yang melihat dari kejauhan udah ketawa ngakak! Nggak nyangka Aldy bakal beneran menjelma jadi Romeo nyasar!
"Gue sayang sama lo, cantik. Tadinya, emang bener pengen balas dendam. Tapi, pas tau ibu lo deket sama ibu gue, elo tinggal deket di blok yang sama kayak gue, elo ikut ekskul yang gue ikutin, dan elo selalu bisa jadi diri elo sendiri pas sama gue, gue jadi nyadar kalo gue punya perasaan yang jauh beda dari balas dendam. Gue beneran jadi sayang sama elo. Karma, ya? Kasian elonya, deh. Elo itu cantik, baik, berani, dan bener-bener enak dan terbuka sama gue. Tapi, gue? Gue itu bejat, biasa-biasa aja, baik pilih-pilih, dan bener-bener nggak enak dan nggak pengertian. Kasian, deh. Tapi, gue cuma pengen tau apa perasaan elo ke gue, cantik," ucap Aldy yang saat ini jadi serius--asli!--berubah kayak Romeo!
"Aku juga ngerasain yang sama. Sempet kecewa, tapi akhirnya ada beginian. Tapi, Kakak nggak pantes nyebut diri Kakak itu bejat, biasa-biasa aja, dan apalah itu. Kakak baik, di mata aku, Kakak punya nilai lebih yang nggak semua cowok punya. Jadi, aku cuma pengen bilang aku pengen deket sama Kakak kayak dulu lagi," jawab Amanda ikutan menjelma jadi Juliet yang nggak kalah romantis!
"Jadi, kamu beneran sayang sama aku, Amanda? Serius?" tanya Aldy nggak percaya.
"Dua rius. Thanks for everything, Kak! I love you," salam manis Amanda di pipi Aldy di depan tatapan hampir seluruh siswa. Tepat saat itu, bel berbunyi. Aldy masih nggak percaya, Amanda masih ngefly, anak-anak masih ikutan bahagia, Bima masih ikutan bersorak.
&&&
"Hai, cantik, pulang bareng, yuk!" sapa Aldy yang tiba-tiba nongkrong di atas motor.
"Tumben naik motor, Kak?" tanya Amanda dengan senyum polosnya.
"Biar bisa dipeluk sama putri cantik yang namanya Amanda itu, loh," jawab Aldy gombal.
"Lebay aja... Udah, buruan, aku laper!" rengek Amanda.
"Makan dulu, deh. Di rumah kamu, aku suapin," ucap Aldy yang kemudian langsung tancap gas ketika Amanda sudah naik.

Cinlok LAPANGAN BASKET! (Part 2)

Posted by Unknown 0 comments
"Mau pulang sekarang, gak?" tawar Aldy setelah Amanda sempat pingsan di ambang pintu ruangan PMR.
"Siapa yang nganter? Aku nggak berani pulang sendiri, terus nggak fit pula," ucap Amanda yang baru terdengar kali ini menggunakan kata 'aku' saat berbicara sama Aldy. Aldy tersenyum mendengar ucapan Amanda itu, tapi berusaha tidak berlebihan.
"Gue. Gue bawa mobil, kok. Udah ada SIM, STNK, KTP. Jadi, elo nggak perlu khawatir lagi. Gue anterin sekarang mumpung masih cuma demo ekskul. Daripada ntar keburu dipanggil Tasya balik ke kelas," jawab Aldy. "Tapi, minum dulu teh manisnya, makan dulu buburnya. Baru gue mau anterin pulang. Gue nggak mau lo pingsan di mobil gue. Bisa lebih berabe."
Amanda terkekeh. "Kok, Kakak baik sama aku?"
Pertanyaan itu membuat Aldy terdiam. "Emang, orang yang mau berbuat baik harus punya alasan, ya, Man?"
"As a matter of fact, iya," jawab Amanda singkat.
"Alasannya, karena gue nggak punya alasan kenapa gue harus jahat sama junior gue pas dia lagi susah. Gue kan, nggak bener-bener jelmaan iblis, Man," goda Aldy mengingatkan Amanda pada ucapannya. Pipi Amanda menjadi merah. "Cie, blushing."
"Apaan, sih?! Aku galak lagi, ya?" ancam Amanda.
"Terserah elo. Gue sih, enakan baik. Kalo galak-galak, cepet tua," jawab Aldy sekenanya.
Amanda memukul lengan Aldy bercanda. Aldy tertawa.
&&&
Setelah resmi jadi siswa sekolahnya, Amanda masuk 10-3 yang kebetulan bekas kelas Aldy. Dia dan Aldy juga sudah mulai dekat dan benar-benar sering diberitakan sedang pacaran. Padahal, nggak sama sekali. Tapi, akhir-akhir ini, semakin sering Aldy mengantar Amanda pulang, semakin deg-degan Amanda menjawab. Antara khawatir perasaan deg-degannya lebih dari deg-degan biasa dan nggak enak mau nolak ajakan.
"Amanda," panggil seseorang yang jelas bukan Aldy.
"Iya, Kak?" jawab Amanda setelah tahu bahwa yang barusan meneriakkan namanya adalah Bima.
"Elo jadi ikut basket, kan?"
"Iya," jawab Amanda. "Kenapa, Kak?"
"Hari ini, ada rapat sebentar. Aldy nggak bilang, ya?" tanya Bima penasaran.
"Nggak. Ya udah. Kak Aldy emang dimana sekarang?" tanya Amanda.
"Di ruang basket. Oh iya, tadi Erlin nyariin elo," ucap Bima lagi.
"Ada apa?" tanya Amanda yang bingung.
"Nggak tau, Man. Lo samperin aja. Ya udah, ya. Kumpul di ruangan basket, deh. Gue ngumumin dulu di meja piket," ujar Bima. Amanda mengangguk dan tersenyum, lalu berjalan menuju ruang basket yang kira-kira lima menit dari tempatnya sekarang. Sekolah ini emang banyak dan luas pula. Makin parahlah..
&&&
Erlin menunggu Amanda di pintu depan ruangan basket. Dari awal MOS, Erlin terkenal sombong, genit, ganjen, kegatelan, dan sederet predikat cewek nggak bener lainnya. Hanya karena abangnya, Vino, yang kebetulan anak basket juga, jadi Prince Charming sekolah ini.
"Eh, elo! Akhirnya, dateng juga. Gue mau ngomong sesuatu," kata Erlin ketus.
"Ngomong aja," ujar Amanda sabar.
"Bego banget sih, lo. Orang yang mau gue omongin ada disini, sinting!"
"Oh."
Setelah agak menjauh dari ruangan basket, Erlin memulai perbincangan sok khusus ini. Ia menceritakan tentang Aldy. Kata Erlin, Aldy sengaja berbaek-baek hati ke Amanda, karena dia ngerencanain buat bales dendam sifat nyolot Amanda ke cowok itu pas MOS. Maka dari itu, Aldy berusaha bakal deketin Amanda dulu, manfaatin, lunakin, baru abis itu lepasin begitu aja. Amanda sedikit tertampar mendengar penjelasan Erlin. Tapi, melihat Erlin yang sifatnya emang nggak jauh-jauh dari tukang gosip, Amanda tidak mau terlalu percaya. Namun, yang dikata pendengaran yang secara langsung diserap otak dan ditelan hati, pasti ada aja yang bakal nyangkut dan dipercaya.
"Jadi, gue harap aja elo sadar kalo Aldy itu nggak setulus yang elo harapkan. Oh iya, Aldy udah punya cewek, Man. Bukan anak sini. Tapi, kata gosip-gosip di sekolah ini, dia lagi deket sama cewek yang ada di deket rumahnya. Siapa dah, tau.. Jadi, jangan berharap tinggi-tinggi," ujar Erlin ngomporin. "Yuk, deh. Bilang Vino, gue keluar basket."
Amanda menelan ludahnya dan berjalan masuk ke ruang basket yang hampir seluruhnya diisi cowok. Aldy yang melihat kedatangan Amanda langsung menghampiri cewek itu. Tapi, Amanda bersikap tidak seperti biasanya.
"Kenapa, Man?" tanya Aldy terusik.
"Nggak kenapa-napa," jawab Amanda singkat. Aldy hanya mengangguk. Kalo cewek tingkahnya lagi kayak gini, biasanya dia lagi PMS. Jadi, Aldy nggak mau ambil pusing.
Vino masuk ke ruang basket nggak lama setelah Amanda masuk. Amanda menghampiri Vino dan memberitahunya kalau adeknya batal ikut basket. Vino terkekeh.
"Gue bakal ngucek mata dua belas kali, kalo sampe Erlin masuk basket. Gak nahan gue bayangin dia kecentilan pas main basket," ucap Vino yang sudah berpraduga. Amanda memaksa untuk tertawa.
Perasaan Amanda hari ini lagi nggak bagus. Bukan karena PMS, bukan karena suasana ruangan basket yang dipenuhi cowok, bukan juga karena capek. Tapi, lebih tepat karena berita yang baru mengiang di telinganya yang berasal dari Erlin. "Aldy baek sama lo cuma buat balas dendam sikap nyolot lo, Man. Gue nggak sengaja nguping rencana dia itu pas dia lagi ngobrol sama Bima. Jadi, hati-hati aja, dah."
"Bengong aja, Man," tegur Aldy melihat Amanda yang tingkahnya emang lagi salah siang ini. Padahal, pagi ini Amanda masih bersikap hangat ke Aldy. "Ntar, pulang bareng, cerita, ya."
"Kak, saya pulang sendiri aja. Ngerepotin," jawab Amanda langsung. Mendengar kata 'saya' yang sudah lama hilang dari percakapan antara Aldy dan Amanda, cowok itu jadi benar-benar khawatir. Takutnya, dia punya salah sama Amanda.
"Kemarin masih mau ngerepotin gue. Kenapa sekarang jadi nggak mau?" tanya Aldy mencoba tidak terlalu terdengar kecewa.
"Udah sadar, kalo ternyata saya ngerepotin. Buktinya, barusan Kakak nyadarin saya kalo kemaren-kemaren ternyata saya beneran ngerepotin. Jadi, saya hari ini pulang sendiri aja," ucap Amanda.
Aldy yang tahu ucapan dan langkahnya salah, langsung mati kutu! Sial! Ini cewek pinter juga. Tapi, gue salah apa ya, sama dia? bisik Aldy dalam hati.
&&&
Latihan basket sudah mulai rutin sekarang. Tiga kali seminggu untuk yang cewek, empat kali seminggu untuk yang cowok. Kapten basket cowok kali ini dipegang kendali oleh Bima, sementara yang cewek ditangani Meli, yang badannya kekar dan bener-bener mirip cewek penggila olahraga. Aldy dan Amanda jadi bendahara umum. Amanda langsung merutuki dirinya dan anggota basket karena sudah menjerumuskan dirinya--lagi-lagi--bersama Aldy.
"Istirahat dulu, deh. Udah pada keringetan gitu," ujar Meli pada teman-teman satu timnya.
"Gitu dong, Mel!"
"Dari tadi seharusnya, Kak!"
"Bagus! Akhirnya..."
Amanda yang nggak tahu deh, kelewat blo'on atau emang dasarnya masih polos, lupa membawa air minum. Mau minjem duit kas basket, nggak enak banget dan dompet kasnya lagi ada di Aldy. Nggak minum sama sekali bisa urusan sama dokter. Aldy, yang juga sedang istirahat, melihat Amanda duduk sendiri tanpa minum, sementara teman setimnya enak minum. Tololnya lagi, duit Amanda cuma bisa dipakek sekali aja buat ongkos pulang.
"Haus, Man?" sapa Aldy. Amanda diam berusaha tidak menggubris. "Sebentar, deh." Aldy berjalan menjauh dan membelikan cewek itu minum. Setelah kembali lagi, Aldy menaruh sebotol Aqua di sebelah Amanda dan duduk di samping cewek itu. "Kalo butuh sesuatu, bilang aja."
"Kalo nggak tulus ngelakuin semuanya, bilang aja, Kak!" balas Amanda yang kemudian berlalu tanpa menyentuh aquanya. Aldy menatap perginya cewek itu.
&&&
"Bim, Amanda kenapa, sih?! Udah seminggu dia nolak gue jemput, gue anter pulang. Bahkan, pas papasan aja, dia nggak mau nengok ke gue," keluh Aldy sambil mengunyah tempe goreng super-renyah.
Bima terkekeh. "Lo suka sama dia, ye?"
Aldy keselek. Pertanyaan itu masih belum bisa dia pastikan jawabannya. Tapi, khusus Bima, sahabat Aldy sejak kelas 8, Aldy bisa terbuka sedikit tentang perasaannya.
"Gue nggak tau, deh. Masa, kadang kalo deket sama Amanda, ada aja keringet dingin dan rasa yang aneh-aneh gitu. Anehnya dalam arti seneng gitu. Nah, parahnya lagi, sejak Amanda jauh dari gue, ada yang kosong dan lagi-lagi ada rasa yang aneh. Sekarang, anehnya dalam arti kebalikan dari seneng," jelas Aldy.
"Duh, Romeo, denger ye... Kalo udah gitu yang elo rasain, nenek-nenek buta aja bisa ngeraba jantung lo dan bakal dengan yakin seyakin-yakinnya perasaan dia, kalo elo itu udah kelewat sayang sama Amanda," jawab Bima. "Juliet lo lagi ngambek. Terakhir gue liat dia masih easy going sama elo pas Erlin, adeknya Vino, nunggu dia di depan ruang basket."
"Lo denger apa yang dibilang Erlin?" tanya Aldy.
"Temen gue..." keluh Bima sadar kalo selama ini dia bergaul sama orang yang otak begonya yang mendominasi. "Kalo gue denger perkata dari omongan Erlin, gue udah ngetawain elo dan siapa tau, hati gue nyuruh gue untuk buat hubungan elo sama Amanda normal lagi. Tapi, gue cuma tau sebagian omongan Erlin, dan itu pun nggak sengaja masuk telinga gue."
"Lo denger apa?" tanya Aldy penasaran.
"Erlin bilang kalo elo nggak tulus baek-baekin Amanda. Udah itu doang yang kuping gue tangkep. Selebihnya, lo tanya sama Tuhan aja," ujar Bima. Aldy menghembuskan nafasnya.
"Terus, gue harus ngapain? Beneran jadi Romeo sang pengejar cinta gitu? Dih, india banget. Romeo aja bukan dari India," ucap Aldy sekenanya.
Bima menyeruput kuah indomie rebus-nya. Lalu, "Mending elo jelasin ke Amanda kalo itu salah sangka. Atau, elo cegat Erlin dulu dan minta dia tanggung jawab sama mulutnya."
"Duh, nggak salah gue gaul sama anak ini. Elo itu bokap gue versi younger," ucap Aldy langsung ngibrit ke kelas Erlin. Terus, dia balik lagi ke kantin. "Bim, bayarin dulu, ye. Ntar, gue bayar elo pas latihan basket."
&&&
"Elo bilang ke apa ke Amanda?" tanya Aldy pada Erlin di depan meja cewek itu di kelas 10-5.
"Maksud Kakak apa?" tanya Erlin dengan tampang pinter yang dipura-purakan bego, atau malah tampang sok-pinter yang aslinya beneran bego.
"Elo tau, Lin, Amanda jadi 'dingin' sama gue sejak elo bicarain sesuatu ke dia tempo lalu pas di depan ruang basket. Jadi, masalahnya nggak bakalan jauh sama yang udah dihasilin mulut lo," ucap Aldy.
"Kalo ternyata masalahnya ada di Kakak, gimana? Saya kan, cuma ngasih tau kebenerannya ke Amanda. Lagian, yang bejat dan bego itu tuh, KAKAK!" ucap Erlin.
Kata-kata itu membuat Aldy sedikit bingung. "Ini anak! Lo terimakasih sama bokap lo karena udah ngebuat elo jadi cewek. Kalo lo bukan cewek, bogem mentah bisa ngecap di pipi lo, Lin!" Sesaat setelah itu, Aldy keluar dari kelas 10-5 sambil diekori banyak pandangan.
&&&
TING! TONG!
Amanda membuka pintu depan dan menemukan orang yang paling malas ia temui di hadapannya. Aldy. Amanda menutup kembali pintunya, tapi sayangnya bundanya melihat adegan kurang sopan itu.
"Man, masa Aldy mau masuk ditutup gitu aja?" tegur bunda membuat Aldy tersenyum menang.
"Tan, saya pinjem Amanda sebentar, boleh?" tanya Aldy sopan.
"Asal jangan disewa aja, ya. Hehe," canda bunda garing. Aldy tertawa dan mengulurkan tangan agar Amanda mau meraihnya.
"Nggak mau! Bun, aku nggak mau kemana-mana sama dia lagi! Cukup di sekolah aku papasan. Di rumah nggak akan ada lagi papasan, meskipun kita satu blok sama dia rumahnya!" bentak Amanda yang tertuju pada Aldy.
Aldy merasa seperti ditampar. Amanda sendiri merasa denyut-denyut di bagian hatinya. Mengucapkan kalimat itu menyakitkannya dan segala perasaannya terhadap cowok yang masih mengulurkan tangannya. Bunda hanya bisa menatap dua pasang mata yang sedang saling tidak bisa mengerti satu sama lain. Bunda turun tangan.
"Aldy, kalo kamu mau nyampein sesuatu ke Amanda, lewat Tante aja. Pasti, nanti Tante sampein ke Amanda," ujar Bunda menenangkan suasana. Amanda yang mengunci diri di kamar sambil menangis hanya bisa mendengar ucapan bundanya pada Aldy samar-samar.
"Amanda kalo lagi ngambek begini ya, Tan?" tanya Aldy berusaha menutup luka barunya.
"Iya. Maafin dia, ya," mohon bunda.
"Itu pasti. Saya cuma pengen minta lima menit, deh, Tan. Terserah Amanda mau bukain pintu kamarnya atau nggak, saya cuma minta lima menit buat ngomong ke dia. Jewer saya kalo waktu lima menit itu udah kelebihan, Tan," pinta Aldy. Mendengar itu, bunda terenyuh dan menyuruh Aldy naik ke atas dan duduk di depan pintu kamar Amanda. Bunda meninggalkan mereka dalam keadaan seperti itu.
"Amanda, kamu kalo marah sama Kakak ngomong aja. Jujur aja semuanya. Walaupun bisa aja nyakitin hati, tapi setidaknya Kakak tau kamu marah pake alasan, Man," mulai Aldy.
Hening.
"Ngomong, dong, Man. Kakak salah apa?" bujuk Aldy.
Masih hening.
"Kalo kamu nggak suka Kakak perhatian sama kamu lebih dari batas normal, Kakak bisa kok, ngurangin perhatian itu. Tapi, Kakak cuma minta satu alasan kamu aja. Itu aja," ucap Aldy yang sudah setengah putus asa.
Amanda berdehem berusaha menutupi isak tangisnya. Aldy yang bisa mendengar sisa tangisan Amanda, semakin merasa sakit. "Jauhin aku, Kak. Kalo Kakak nggak pernah tulus sama perhatian Kakak, jauhin aku. Jangan pernah lagi ngasih semua itu cuma sebatas balas dendam untuk perlakuan aku yang udah lewat. Mendingan, aku dibales secara langsung daripada pelan-pelan, tapi nyakitin."
Aldy nggak ngerti. Bukan karena otak pintarnya lagi mati rasa, tapi karena emang bener-bener nggak tau kemana Amanda membawa pembicaraan ini.

Cinlok LAPANGAN BASKET! (Part 1)

Posted by Unknown 0 comments
Uaaaaa.... MOS SMA kali ini bikin otak tiap siswa baru sekeriting benang kusut! OSIS-nya nggak pakai kira-kira pas ngerjain mereka dan itu membuat sebagian besar anak-anak baru MOS memilih lebih baik 'tewas' daripada harus berjuang! Termasuk Amanda. Tapi, karena dia cewek dan wajahnya juga bisa meluluhkan sebagian besar OSIS cowok, jadi dia hanya berharap bisa cepat bersekolah di sekolah barunya secara normal!

"Loha, SEMUAAAAAAAA!!!" sapa Kak Aldy, yang dari kemarin memang udah sering banget nongol di kelas Amanda untuk sekedar iseng atau luar biasa ngisengin.
Anak-anak mengerang hebat secara serempak, tak terkecuali Amanda. Kak Aldy tertawa puas mendengar suara itu, karena dia tahu bahwa usahanya 'mengajar' adik-adik kelas baru hampir berhasil.
"Kok, pada gitu, sih? Salam gue nggak dijawab, ya? Ntar, MOS-nya gue tambah loh, levelnya," ancam Kak Aldy dengan nada senioritas yang benar-benar bisa bikin tangan gatal buat nonjok mulutnya.
"Kalo saya jawab salam Kakak, boleh nggak, saya jangan diapa-apain lagi besok?" pancing Amanda berani. Cewek ini emang luarnya terlihat seperti duplikat Kate Middleton, tapi dalemnya... beuh... mirip Wonderwoman!
Kak Aldy merasa ditantang mendekat ke arah Amanda dengan langkah yang sedikit di-sok-keren-kan. "Hmm... Oke. Tapi, cuma besok doang, ye, nggak gue apa-apain? Besoknya lagi, lo kayaknya bakalan diapa-apain."
Amanda mendengus. "Kakak tau ngeselin, nggak?"
"Nggak, tuh," jawab Kak Aldy.
"Ngeselin itu KAKAK!!!" jawab Amanda yang kesabarannya sudah secetek air selokan. Kak Aldy menatapnya dengan tatapan jengkel dan menakutkan. Amanda memandang balik dengan senyum sinis dan hembusan nafas lelah.
&&&
"Anjrit, dah! Itu bocah berani banget sama gue, Bim! Lo tau, tadi pas gue datengin kelasnya dan gue pancing mereka sama ancaman, dia nyolot," curhat Aldy ke Bima, teman satu komplotan keisenginnya. "Dan yang lebih hebat serta menyebalkannya, dia itu cewek! Tampangnya sih, bisa dibilang mirip putri kerajaan. Kalo tau nyalinya, anjrit, bener-bener mirip super-woman, dah! Awas aja tuh, anak. Hari terakhir MOS bakal gue buat diem kayak patung!"
Bima terkekeh. "Dia cewek, Dy! Lo bego kalo ngelawan cewek! Tolol! Banci! Sableng! Terparah, lo bisa disangka 'melambai' nanti. Mending, lo baikin dan kasih dia harapan. Pokoknya, jadi cowok baeklah yang kelakuannya nggak kayak penyamun sejati. Jadi, bisa aja dia jatuh hati," usul Bima yang otak cerdasnya lagi berfungsi cukup baik. "Nah, kalo udah fall in love sama elo, dengan gampang lo hipnotis dia. Ngerti, kan?"
Adly berpikir sejenak. "Hahaha... Parah lo! Tapi, ada baeknya juga gue kayak gituin. Ntar, langsung gue manfaatin dan kalo udah bosen sama tampang nyolotnya, bakal gue judesin dan ujung-ujungnya, dia dapet pelajaran juga, kan? Sip, Bim! Tumben tuh, otak Einstein hinggap di pala lo. Biasanya, otak tukang pijet yang elo pake.."
Bima mendelik dan menatap kawan kurang ajarnya. "Kampret!"
&&&
Amanda baru saja ingin duduk di depan bangku depan sekolah menunggu BMW (Bajaj Merah Warnanya) yang biasa ditumpanginya sampai terminal, tapi tiba-tiba, ada lengan yang merangkul bahunya. Dari bau keringatnya, sudah jelas ini bukan cewek, karena asli, baunya parah! Sebenernya sih, bisa ketebak kalo itu cowok. Walaupun bau keringetnya nggak nyampe bikin pingsan, tapi tetep aja bisa buat pernapasan nggak teratur. Sesaat, Amanda berusaha melepaskan rangkulan itu, tapi usahanya gagal.
"Apa-apaan sih, lo?!" sergah Amanda akhirnya.
Orang itu tertawa kecil. "Bahaya kalo cewek duduk sendirian depan sekolah pas jam segini. Bisa-bisa, yang ngerangkul elo itu preman, loh. Masih untung, gue temenin. Apalagi... lo masih baru disini."
Suara itu... batin Amanda. "Kak, udah deh, nggak usah ngerangkul sok akrab! Saya bisa jaga diri, kok. Lagian, Kakak siapanya saya? Pacar, bukan. Kakak kandung, bukan. Amit-amit, deh. Kakak kelas, belom resmi. Jadi, mendingan, sebelum saya yang bikin Kakak masuk ke dalam 'bahaya', mendingan Kakak lepasin saya!"
"Oke. Tapi, kalo gue duduk disini sama elo sampe angkot gue dateng, elo nggak keberatan, kan? Secara, gue kan, siswa resmi disini. Ini masih gerbang sekolah gue, lagi," ucap orang itu.
"Terserah Kak Aldy!"
"Cieee, tau nama gue.."
"Denger ya, Kak, saya tau nama Kakak, karena dari seluruh OSIS yang jadi panitia MOS, cuma Kakak yang bener-bener keturunan kriminal! Parah! Jadi, kalo ada yang manggil Kakak dan kebetulan saya denger, pasti deh, saya langsung ngutuk Kakak dan berharap sama Tuhan supaya makhluk setengah iblis kayak Kakak dimusnahkan!"
Aldy terkekeh. "Jahat, ya..."
Beberapa menit setelah itu, Aldy dan Amanda duduk bersebelahan dengan jarak yang kurang dari semeter. Melihat pemandangan itu, siswa-siswi yang kebeneran lewat yang sama-sama ingin pulang, menggoda mereka. Aldy tersenyum selebar jalan tol dan Amanda menekuk bibirnya sepenuhnya. Kalo bunuh orang nggak dosa, Kakak ini pasti udah tewas di tangan gue! geram Amanda dalam hati.
Sialnya lagi, BMW yang ditunggu Amanda nggak bisa diajak kompromi! Udah sekitar 15 menit ditungguin, tetep aja nggak dateng. Alhasil, Amanda menundukkan kepalanya dan menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Aldy yang tidak sengaja melihat melalui ekor matanya merasa sedikit prihatin. Cewek ini mentalnya bener-bener mental baja, tapi ternyata ada juga mental cewek tulennya. Kasian ngeliatnya, batin Aldy.
"Nama lo siapa, sih?"
"Amanda," jawab Amanda masih sambil menunduk.
"Lo dijemput? Pulang sendiri? Atau malah mau nginep?" tanya Aldy lagi.
"Pulang sendiri naek bajaj. Tapi, dari tadi nggak ada yang lewat," ratap Amanda. Semakin kasihanlah Aldy melihatnya. Sebagai cowok, Aldy nggak sungguh-sungguh kejam sama lawan jenisnya. Masa iya, sih, ada cowok kayak gitu? Bisa dibacok kaum Hawa, dah.
"Pulang sama gue mau, nggak? Kalo elo nggak mau, pilihannya cuma dua; nginep di sekolah atau gue gendong sampe rumah," tawar Aldy tulus.
Amanda menatap Aldy tak percaya. Tawaran makhluk setengah iblis itu terdengar benar-benar tulus di telinganya.
"Tapi, rumah Kakak emang sejalan sama rumah saya?"
"Emang rumah lo dimana?"
"Di Taman Asri Permata."
"Lo blo'on, deh. Kenapa nggak bilang dari tadi, sih? Gue juga disana. Elo di blok apa?"
Amanda tersentak sedikit. "Saya di blok J."
Sekarang, Aldy yang tersentak kaget. "Loh, kok sama? Ya udah, deh, gue anterin elo sampe rumah lo. Barangkali, rumah kita nggak jauh-jauh banget."
Amanda menatap Aldy ragu bercampur takut campur juga bingung. Aldy menangkap arti tatapan itu.
"Nggak bakal gue apa-apain. Ini bukan lagi MOS, kok," ucap Aldy. Amanda diam-diam menarik nafas lega. "Jadi?"
"Ya udah, deh."
&&&
"Kak, sampe sini aja, deh. Saya takut ngerepotin," ucap Amanda tidak enak hati. Ternyata, rumah Aldy masih delapan rumah lagi dari rumah Amanda kalau dihitung dari tempat mereka turun dari taksi.
"Nggak. Elo cewek, Amanda. Sebagai cowok yang jelas-jelas punya kewajiban jaga cewek, gue harus tanggung jawab nganterin elo sampe rumah seutuhnya. Jadi, nggak usah ngelawan. Ini bukan lagi MOS. Elo nggak perlu bayangin gue kayak gue yang ada di MOS. Gue nggak sekejam itu, kok, kalo bukan MOS," ucap Aldy tulus, meyakinkan, dan benar-benar serius.
"Tapi, Kakak kan, nggak ada urusannya sama saya. Maksudnya, Kakak bukan siapa-siapa saya. Apa kata bunda nanti tau saya jalan berdua sama cowok?" tanya Amanda masih belum yakin.
"Gue mang bukan siapa-siapa elo. Tapi, kalo elo kenapa-napa, gue jadi siapa-siapa elo juga tau! Gue jadi saksi mata elo! Jadi, ntar kalo bunda lo tanya-tanya, gue jelasin sejelas-jelasnya, deh. Janji!" ucap Aldy sambil mendekat ke Amanda dan membantu cewek itu membawa tasnya yang kelihatannya berat sekali. "Sini gue bawain."
Amanda makin tercengang. Di sekolah dia mirip iblis, kenapa sekarang kayak gini?! Sableng!!!! batin Amanda.
"Assalamu'alaikum, Tan. Maaf, Amanda baru pulang jam segini. Tadi, dia nungguin bajaj sampai jam setengah 5. Saya kebetulan duduk di sampingnya. Nah, karena si Amanda udah kelihatan capek banget, saya ajak pulang bareng dan saya anterin sampe rumah. Kebetulan, rumah kita deketan, satu blok pula. Jadi, saya kesini cuma niat nganterin Amanda pulang aja, Tan. Nggak saya apa-apain, kok," jelas Aldy saat disambut bundanya Amanda di depan pintu.
"Oh, terimakasih ya, Nak. Boleh tau namanya siapa?"
"Aldy, Tan," jawab Aldy sopan.
"Oh, Nak Aldy. Kamu anaknya Bu Ririnawati, ya?" tanya bunda Amanda lagi.
"Iya, Tan. Kalo gitu, saya pamit dulu, deh. Mama kayaknya udah keringet dingin nungguin saya nggak pulang juga," jawab Aldy. "Salam buat keluarga ya, Man. Assalamu'alaikum, Tan, Man."
"Wa'alaikumsalam," jawab bunda dan Amanda hampir bersamaan.
"Dek, kamu tau, Aldy itu anaknya supersopan, baik, dan pintar pula. Nggak nyangka kamu temenan sama dia. Bunda kan, sering ngobrol sama mamanya," ucap Bunda sambil membantu Amanda membawa tas anaknya.
"Bunda nggak tau dia kayak apa pas MOS. K-E-J-A-M!!!" protes Amanda.
"Dek, dia udah nganterin kamu sampe rumah, udah berkorban demi kamu. Kamu harus bisa bedain sifat seseorang. MOS cuma sementara, Man. Sifat Aldy nggak sementara. Sifatnya dia permanen dan 'kejam'-nya dia pas MOS mungkin cuma salah satu syarat wajib panitia MOS buat siswa-siswi baru. Bisa aja, sebenernya dia baik sama kamu. Beneran mau jadi temen," ujar bunda positif.
"Whatever, Bun! Aku capek banget. Besok demo ekskul!"
&&&
Ekskul basket sedang menunjukkan kemampuan timnya. Aldy, salah satu pemain yang dikenal jago, dengan lincah menggiring, men-dribble bola, dan memasukkan bola. Tampang Aldy emang nggak cocok jadi cowok idaman di sekolahnya. Soalnya, emang tampang Aldy biasa dan cuma sampe kategori manis aja. Nggak lebih dan bisa kurang. Tapi, tubuh dan dadanya berbidang. Kalo soal itu, Aldy masih harus bersaing sama Vino, Rendy, dan beberapa anak basket lainnya. Sementara kalo tingginya, Aldy emang bisa disejajarkan dengan anak-anak yang tingginya lebih dari 168 cm. Gaya Aldy santai, nggak melambai, nggak juga garang. Cowok tulen yang bener-bener tingkahnya mirip cowok! Santai, slow-but-sure, dan gentle. Aldy belum pernah gandengan sama cewek. Tapi, ketika SMP, dia banyak digandeng cewek yang sama sekali nggak dianggepnya sebagai pacar atau gebetan. Hanya teman. Jadi, nggak aneh kalo banyak yang nyebut Aldy sebagai 'Jomblo Fine-Fine Aja'.
Amanda tiba-tiba pusing saat menikmati aksi basket Aldy. Aldy yang tidak sengaja melihat wajah pucat Amanda jadi nggak konsen main lagi. Sebenernya, Aldy bisa sebodo amat sama Amanda, karena dia bukan siapa-siapa cewek itu. Tapi, sejak peristiwa pulang bareng kemarin, Aldy jadi membatalkan niat jahatnya untuk membalas sikap nyolot Amanda. Sejak bertemu dengan bunda Amanda, yang kebenaran kenal dengan mamanya, Aldy jadi nggak pengen macem-macem lagi. Lebih baik, dia beneran baekin cewek ini daripada urusannya jadi dijewer mama.
Setelah aksi basket selesai, Aldy izin sama Pak Hasan, pelatih basket yang super supel itu. Aldy menghampiri Amanda yang duduk di depan kelas yang sedang memegangi kepalanya.
"Man, elo nggak kenapa-napa, kan?" tanya Aldy khawatir.
"Nggak kok, Kak. Saya nggak kenapa-napa. Pusing aja," jawab Amanda.
"Kalo gitu, gue anterin ke PMR, ya? Mumpung mereka barusan tampil. Siapa tau, bahan-bahannya masih disusun. Ayo, deh," ujar Aldy lebih mirip maksa.
"Kak, saya nggak apa-apa. Serius, deh!" tegas Amanda.
"Muka pucet, napas sesak, bibir persis mayat, mata sayu kayak gitu nggak kenapa-napa? Nilai akting lo -1, tau! Udah, nggak usah banyak protes. Gue nggak mau lo pingsan. Bunda lo bisa-bisa tau dan gue jadi kena sial ntar. Udah, ayo!" ajak Aldy. Amanda menyerah dan melebur di dalam genggaman Aldy. Hangat, perhatian, dan sayang terasa di pergelangan tangannya.

Blog List

 

Re-A-Lis-Tic Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos