"Mau kliping kapan?" tanya Danniel tiba-tiba esok paginya saat kelas udah cukup ramai.
"Ntar siang kayaknya," jawab Olive santai.
Saat itu juga, Danniel dan Olive langsung jadi bahan tontonan anak-anak sekelas. Mereka yang jelas, KAGET! SYOK! NGGAK PERCAYA! Pokok'e, ndak iso nerima kalo Danniel dan Olive itu udah ndak kayak dulu lagi. .___.
"WHAT?!?!?!" teriak personil Three-O lainnya saat ngeliat Olive deket sama Danniel.
"Kenapa? Kaget, ya?" goda Danniel. "Yah, mereka nggak tau, yang.. Kita udah damai."
Olive bergidik, tapi masih bisa berakting. "Iya, teman-teman. Gue sama Danniel udah sayang-sayangan, dong."
"Tuh, kalo nggak percaya. Pacar gue, nih," ucap Danniel mengikuti peran.
"Elo pasti boong, Niel. Masa gue 100% nggak percaya sama elo," komentar David.
"Dih... nih, buktinya.." Danniel duduk di sebelah Olive dan merangkulnya seolah-olah mereka udah jadi satu kubu. Olive jijik, tapi juga tiba-tiba seneng sendiri. Yaaaa.. bahasa gaulnya, kesemsemlah.. :P
Dan... pagi yang indah.
~~~
"Gue nggak nyangka mereka mau dibegoin orang bego kayak lu..." ucap Olive selama berjalan menuju tempat tinggal Danniel sepulang sekolah.
Danniel mengerutkan jidad. "Heh, gue ini kalangan pinter. Gue bisa membegoi banyak orang hanya dengan pura-pura."
JLEB! Olive agak ketampar sama ucapan Danniel. Iyalah.. Semua pura-pura, Liv. Nggak ada yang nyata. Danniel ngerangkul elo cuma buat sensasi, bisik Olive dalam hati. Nyesek.
"Tapi, gue masih berpikir yang bego adalah elo, Liv," ucap Danniel nggak terima dimaki.
"Loh? Kok gue?" tanya Olive syok. "Sialan lo!"
"Karena, elo mau aja ngikutin sandiwara orang bego yang berhasil ngebegoin banyak orang bego," jawab Danniel agak nggak jelas.
"Iya, ya..." pikir Olive sekali lagi.
"JADI SIAPA YANG BEGO?!" tanya mereka serempak.
"Elo!" jawab keduanya lagi.
"Dih?!" balas keduanya lagi. Kemudian... "HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA..." ngakaklah dua sejoli itu.
KREEEEK.. Pintu rumah Danniel dibuka dan masuklah Olive dan Danniel. Kerjaan mereka cuma perlu satu doang, memindahkan file rekaman ke dalam CD. Habis itu, Olive bisa tenang dan pulang dengan selamat sentausa serta bisa tidur.
"Udah, nih," ucap Danniel setelah selesai memindahkan file tersebut. Ia memberikan kepingan CD ke Olive untuk dimasukkan ke dalam tempat CD.
Olive memasukkan CD itu dan meletakkan pekerjaan kelompok mereka di atas meja tamu. SELESAI!!!!
"Liv.." panggil Danniel.
"Ha?" jawab Olive sambil merapikan buku di dalam tasnya.
"Keluarga lo kenapa?" tanya Danniel langsung nusuk ke inti.
Olive terhenti... lalu, "Nggak kenapa-napa." Jawabnya sambil terus pura-pura ngerapiin buku.
"Yakin?"
"Hmm.."
"Kok, gue jadi penasaran?"
"Salah lo, kenapa nanya.."
"Karena penasaran."
Olive menarik nafas dan duduk lesehan sejajar dengan Danniel. "Nyokap-bokap gue.. mereka nggak pernah 'ada' buat gue."
"Maksud lo?"
"Bisnis, kerja, duit."
Danniel mengangguk mengerti.
"Setiap kali gue cerita ini ke orang, gue bakal nangis. Gue nggak mau selalu nangisin masalah pribadi yang typical kayak gitu," ucap Olive terlihat banget berusaha nahan nangis.
"Nangis aja, Liv. Nggak usah ditahan," ujar Danniel sambil mendekatkan diri ke Olive.
Olive menunduk. "Dari gue umur 13 tahun, mereka mulai bisnis. Awalnya sederhana. Tapi, ternyata berkembang dan sekarang udah lumayan laku. Sejak itu, gue bangga. Tapi, gue juga ngerasa disaingi. Terparah, disaingi sama duit. Hal nggak bermutu yang cuma buat banyak orang menderita kalo nggak dipake dan diperlukan."
"Terus?" tanya Danniel yang sudah mulai merangkul Olive yang terlihat sangat lemas dan rapuh.
"Gue nggak mau rasa tersaingi gue itu buat gue murung tiap hari. Alhasil, gue transformasi jadi sosok cewek yang 'gila'. Elo tau, elo adalah faktor kenapa 'kegilaan' gue makin menjadi-jadi. Haha.. Agak aneh, tapi yaaaaa, itu cara terbaik gue buat ngelupain penat," ujar Olive yang udah dua kali ngusap mata. "Kakak gue... Dia juga sama sama gue. Tertekan, sakit hati, dan ngerasa terbuang. Tapi, gue nggak tau dia di sekolah gimana. Mungkin, jauh lebih 'gila' dari gue."
Danniel mengusap lengan kanan Olive. "Elo masih untung, Liv. Meskipun mereka keliatan nggak 'ada' buat elo, setidaknya masih satu rumah. Kalo gue, persetan dengan bokap gue. Gue nggak serumah, nggak pernah ketemu, dan dia bener-bener udah kayak hilang dari hidup gue dan keluarga gue. Itu jauh lebih menyakitkan." Danniel menarik nafas. "Karena elo juga, gue bisa 'abnormal' dan bersikap riang. Dengan alasan yang sama.. gue nggak mau rasa tertekan gue di rumah kebawa ke sekolah. Gue pengen semua berpikir gue itu anak bahagia."
Olive menatap Danniel. "Elo.. emang GILA!" Kemudian, ia memeluk cowok itu. Hangat, tentram, dan langka. Rasa seperti ini hanya terjadi sesekali dalam hidup Olive. "Jangan pernah bocor ini ke siapa-siapa ya, Niel. Gue mohon." Danniel mengangguk.
~~~
Esoknya, dua kubu beneran udah deklarasi perdamaian. Dan, kedua pentolan mengakui kalo mereka kemaren cuma iseng-iseng aja. Sekelas menyoraki dan memberikan satu makian. Tapi, Danniel dan Olive hanya tersenyum.
"Oh, iya.. Satu hal lagi, gue pengen buat pengakuan," ucap David. "Gue itu sebenernya naksir sama Olive."
CIEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEE.... Olive, kesemsem. Siapa cewek yang nggak kesemsem kalo disukain sama cowok yang bisa dikatakan ganteng. David ganteng, loh. Imut dan macho. Sejenis Rommy. (OBSESI PENGARANG)
"So, Olive, lo mau nggak nerima gue jadi gebetan lo?" tanya David sambil memberikan sapu lidi yang ujungnya ada plastisin.
TERIMA! TERIMA! TERIMA! gema suara itu mengelilingi seisi kelas. Olive jadi memerah sendiri. Three-O hanya tersenyum nggak jelas melihat ketua gengnya ditembak sama mantan lawan perangnya sendiri.
"Ada syaratnya.." jawab Olive.
"APA?!" tanya penonton.
"CUMA GEBETAN. Bukan pacar!" tegas Olive.
"Oke, deh," jawab David senang. Ia langsung menggendong Olive. Olive kaget, tapi luntur di gendongan David. Kayak pakean, luntur.
~~~
"Pulang sama siapa?" tanya David pada Olive sebelum jam pelajaran terakhir berakhir.
"Sendiri aja. Kenapa? Mau nganterin?" Olive bertanya.
"Kalo dibolehin, mau banget," jawab David.
"Jah. Ya udah," jawab Olive akhirnya.
David hanya tersenyum puas. Olive cuma bisa ngefly. Di lain sisi, Danniel merasa dikhianati. Dia baru aja ngakuin ke hatinya sendiri kalo dia naksir sama Olive. Terus, dia kan, orang pertama yang denger cerita keluarganya Olive. Masa, dia jadi orang yang terakhir yang ada di pikiran Olive? Apa dengan David, Olive juga akan nangis sambil dipeluk juga? Apa harga diri cewek itu serendah itu?
"Bengong aja, Niel," tegur Odi, teman sebangku Danniel saat ini. Sejak David tadi pagi pindah ke sebelah Olive, Odi ganti shift jadi rekan sebangku Danniel.
~~~
Berhari-hari sudah, kedekatan David dan Olive makin terlihat dan menjurus ke pacaran. Danniel makin gedeg dan kesel sama Olive, dan Davidnya sendiri. Pasti, David udah tau tentang keluarga Olive dan Olive udah nangis belagak sedih di pelukan David kayak waktu cewek itu nangis di pelukannya.
"Danniel!" panggil Olive. Danniel mencoba untuk tidak menggubris. "DANNIEL!"
"Apa?" jawab Danniel ketus.
"David bilang, gue pulangnya dianter sama elo, karean dia ada ekskul Taekwondo," ucap Olive takut-takut.
Danniel mendecak kesal. "Sejak kapan gue jadi sopir pribadi gebetannya dia? Lagian, elo bisa kan, pulang sendiri?"
Olive jadi kesel sendiri. "Kalo elo nggak bisa, nggak usah kayak gini juga, Niel."
"Yaudah, elo tau kan, gue nggak bisa dan nggak mau. Jadi, silakan bilang ke David kalo gue keberatan," balas Danniel.
"Dasar cowok nggak gentle!" semprot Olive sambil berjalan kembali ke tempat latihan David.
Danniel berbisik dalam hati.. DASAR CEWEK MURAH!
~~~
"Heh, Niel, elo nggak bisa sekasar itu sama Olive! Setidaknya, dia cewek! Meskipun bukan cewek lo, tapi hargain dia sebagai cewek!" bentak David pada suatu hari di saat masih pagi dan saat kelas masih berisikan dua tiga orang.
Danniel tertawa sinis. "Udah gue hargain. Murah!"
BUK! Satu bogem mentah mendarat di pipi kiri Danniel. David meninju sahabatnya sendiri.
"Elo pasti nenangin dia kan, tempo hari. Dia cerita semuanya ke elo. Tentang ortunya, keluarganya, segalanya tentang dia yang tertekan di rumahnya. Tentang dia yang ngerasa rapuh dan nggak ingin keliatan kayak gitu di sekolah. Elo pasti udah denger!" bentak Danniel sambil meninju balik David. "Dan elo pasti udah ngerangkul dia supaya dia tenang. Jadi, kalo itu cewek terus kayak gitu dari satu cowok ke cowok lain, gue berpikir harganya dia itu murah!"
Olive, yang baru masuk kelas dan mendengar ucapan-ucapan Danniel menghampiri perkelahian itu. "Kalo boleh jujur, Niel, dia belum tau. DAVID BELUM TAU! Dan, gue.. gue nggak serendah itu. Gue tau diri dan gue cewek bener. Gue pikir, elo bisa ngejaga semua, Niel. Nyatanya.." airmata menetes di pipi Olive. "Nyatanya.. elo emang sama brengseknya sama bapak lo! Ngelupain segala sesuatu yang seharusnya diinget! Makasih buat jasa lo waktu itu. Gue cukup bego bisa ngerasa elo bisa dipercaya, Niel. Makasih!"
Danniel tersentak kaget. David terdiam dan bingung mau ngelakuin apa. Dia bener-bener nggak ada dalam skenario kedua orang itu. Akhirnya, David mundur. Danniel masih nggak percaya, dia baru aja ngerusak kepercayaan cewek yang ternyata percaya sama dia.
Danniel berlari mengejar Olive. "OLIVE!"
Olive tetap nggak mau nengok. Dia hancur, rapuh, kesal, marah, sedih, dan benar-benar malu! Danniel.. kalo emang awalnya udah iseng dan buat gedeg, pasti akan selalu kayak gitu. Olive sadar kalo dirinya bego udah percaya sama Danniel! BEGO! Ternyata, emang dia orang begonya. Bukan Danniel. Danniel adalah tokoh pinter yang bisa ngeboongin semuanya.
~~~
Tugas Bahasa Inggris sudah terkumpul semua. Pak Dewa merasa cukup senang dengan hasil kerja siswa. Sementara siswa, mereka merasa pegal dan depresi. Soalnya, Pak Dewa kalo ngasih tugas, selalu EXTREME! Parah! Gila!
Beberapa hari ini, Olive nggak masuk sekolah. Danniel berusaha menghubungi Olive, tapi nggak ada hasilnya. Akhirnya, diputuskan hari ini Danniel akan ke rumah Olive. Rumah yang nggak bisa lebih rame lagi.. kata Danniel.
~~~
"Assalamu'alaikum," salam Danniel. Kemudian, ia disambut sama mbak nyuci-gosok yang sama kayak waktu itu. "Olive-nya ada, mbak?"
"Ada. Tapi, dia nggak mau makan dari kemarin-kemarin. Katanya, percuma makan, nggak bakal ngilangin stress," lapor mbak itu.
"Sekarang, ada makan siang apa, mbak?" tanya Danniel.
"Kenapa? Mas mau makan?" tanya mbak itu polos.
"Bukan, mbak. Saya mau ngasih makan Olive," jawab Danniel sedikit geli.
"Oh. Ada bubur. Tadi, saya masakin. Sama sup," jawab mbak jujur dan lagi-lagi, polos.
"Ya udah. Makasih ya, mbak," ucap Danniel.
Danniel mengambilkan bubur untuk Olive dan membuatkan teh manis hangat. Danniel akan melakukan apapun agar bisa mendapatkan maaf.
TOK! TOK! TOK!... Pintu dibuka oleh Olive. Olive terlihat sangat pucat. Bibirnya putih, matanya sayu, dan dia memang terlihat sakit. Olive terlihat lebih sakit lagi saat tahu Danniel datang. Tapi, dia nggak ada tenaga buat ngusir.
"Elo baringan aja," ujar Danniel sambil meletakkan nampan makanan di meja belajar Olive.
Olive melakukan perintah tersebut. Malas debat, makin nguras tenaga, makin sakit.
Danniel menegakkan posisi tubuh Olive. Olive mengikuti gerak-gerik Danniel.
"Makan, ya?" tanya Danniel lembut. Olive menggeleng dan membuang muka. "Ya udah. Kalo nggak mau makan, gue yang suapin."
Olive mencoba untuk membuka suara. "Gue.. nggak mau!"
Danniel menggenggam jemari Olive yang dingin. "Kalo elo nggak makan, gue nggak pulang." Olive, akhirnya, rela disuapin pengkhianatnya.
"Sekarang, elo minum obat, minum teh manisnya, terus, elo isirahat," ujar Danniel sambil merapikan selimut dan membawakan teh manis serta obat yang kebetulan terletak di atas meja belajar juga.
Olive menuruti perintah Danniel, tapi dia nggak langsung istirahat. "Elo... kenapa nggak sekolah?"
"Nggak penting," jawab Danniel sekenanya. "Ngurusin elo dan ada disini buat elo jauh lebih penting."
Olive hanya menghembuskan nafasnya. "Haha.. Niel, kalo mau minta maaf, bilang aja. Nggak perlu pake nyuapin segala."
Danniel merasa ditampar. Ia menarik nafas, lalu "Gue mau minta maaf. Gue tau, elo nggak bakal gampang maafin, tapi gue cuma pengen elo ngerti kalo gue nyesel."
"Udah lewat. Nggak usah dipikirin," ujar Olive memaksa untuk terdengar santai.
Danniel menarik nafas lagi. "Liv, gue lepas kontrol waktu itu. Gue nggak suka elo deket sama David. Karena, gue suka sama lo. Gue sayang dan gue takjub sama elo. Ngedenger cerita lo, ngerangkul elo, manggil elo 'sayang', nganterin elo pulang, ngerjain elo, 'perang' sama lo... karena semua itu. Kalo nggak ada tugas itu, mungkin sekarang elo nggak sakit, gue nggak bakal kayak gini. Tapi, gue tau, ini semua udah rencana. Gue sayang sama elo itu udah termasuk bagian rencana."
"Tapi, kata-kata lo kemaren... itu menyakitkan, Niel! Elo bilang gue murah, nuduh gue, segala macem. Elo nggak tau kan, gue ngerasain apa? Gue ngerasain hal yang sama. Gue nggak sebahagia yang elo liat pas David deket gue. Gue nggak selepas pas gue sama elo jadi mellow di rumah elo. Gue nggak cerita ke David tentang keluarga gue. Gue nggak minta dia kasihan. Gue nggak minta segala macem perhatian dari orang lain. Gue cuma membiarkan elo masuk ke dalam dunia gue dan percaya sama elo kalo lo nggak bakal lebih ngerusak dunia gue. Karena, jujur, gue cuma bisa ngerasain diperhatiin pas elo ada di samping gue," jawab Olive sambil meneteskan airmata. "Gue juga sayang sama lo."
Danniel memeluk Olive dan menenangkan cewek itu. "Ya udah, sekarang, mending kamu tidur. Aku temenin. Sampe bener-bener pulas. Pokoknya, sekarang I'm your monkey only and you're my baby only. I'm yours, and you don't need to worry about anything else."
Olive tersenyum. "Thanks buat semuanya, monyetku." Danniel mempererat pelukannya.
"Oalah.. Mas sama Mbak Olive kok serasi sekali, toh? Saya jadi iri," komentar mbak nyuci-gosok pas nggak sengaja ngeliat adegan peluk-pelukan.
Danniel langsung men-Shhhh-kan mbak itu, karena Olive baru saja tertidur. Mbak itu langsuung melanjutkan pekerjaannya.
~~~
Seantero sekolah syok ngeliat Olive dan Danniel dateng bareng ke sekolah sambil rangkul-rangkulan. Sopo yang ndak syok?!
Sepulang sekolah, mereka diserbu banyak pertanyaan dan penyataan aneh. Tapi, Danniel stay-cool, Olive stay-calm.
"HEH! UDAH! GUE MAU NGEDATE! PERGI LO SEMUA!!!! KASIAN PACAR GUE PENGAP!" teriak Danniel sekaligus nyuruh biar semuanya ngasih jalan. "Naik, Liv. Keburu dikejar paparazzi."
"Bisa aja," jawab Olive sambil naik ke motor Danniel.
"Peluk aja, biar aman," suruh Danniel cari kesempatan.
"Nggak, ah. Enak di kamu!" bantah Olive.
"Emang itu maksudku," jawab Danniel frontal.
"Dasar... monyet sialan," maki Olive.
"Tapi, kamu suka!" jawab Danniel yang habis itu langsung tancap gas.
0 comments:
Post a Comment