Key, Je t'aime. Je t'aime comme une sœur, Je t'aime comme un meilleur ami, Je t'aime comme quelqu'un de spécial...
Aku terdiam meningat lagi beberapa tahun lalu saat laki-laki itu adalah hal terindah yang pernah menjadi milikku. Dia menyayangiku sebagai seorang adik, sebagai seorang sahabat, dan sebagai seseorang yang spesial. Dia...
~~~
"Afaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!!" jeritku saat Afa datang dengan pistol-pistolan air. Ia menyemprotkan seluruh isinya ke hadapanku. Aku menjerit tidak karuan. "Ih, Afa! Mataku kemasukan air!"
Afa langsung berhenti. "Serius, Key? Yaaaaaa, aku minta maaf, deh. Sini mana..."
Afa mendekat padaku, dalam waktu kurang dari lima detik, aku rebut pistol-pistolan itu dan membalas dendam. Afa mencoba untuk lari, namun aku lebih cepat lagi. Sampai akhirnya Afa berhenti dan terduduk dan sampai akhirnya isinya benar-benar habis.
"Key, tanggung jawab! Bajuku basah semua gara-gara kamu!" ucap Afa pura-pura marah padaku. Aku tersenyum imut padanya. "Nggak usah sok imut!"
"Ih, siapa duluan emang yang mulai?! Kan, kamu duluan yang nyari masalah.. Kenapa jadi aku yang tanggung jawab?" ucapku jutek, tapi pura-pura.
Afa membalikkan badannya padaku dan tersenyum. "Sensi banget. Aku kan, becanda doang, Key. Nggak usah marah-marah, dong. Lagian, sekalian mandi. Soalnya, dari tadi pagi aku belum mandi."
Aku tersenyum. "Jorok! Sana mandi dulu!" Afa bangkit dan mengulurkan tangannya padaku agar aku juga ikut berdiri. Kami berjalan menuju rumah Kakek.
~~~
Selesai mandi, semua berkumpul di ruang tamu. Aku dan Afa tidak. Kami malah bermain di taman belakang dekat kolam berenang. Saling mencelupkan kedua kaki masing-masing, menikmati dinginnya malam yang hangat bagiku dan Afa.
"Fa, kalo aku balik ke Indonesia, kamu bakal kangen, gak?" tanyaku iseng-iseng sambil mengayun-ayunkan kakiku di dalam air.
Afa berhenti mengayunkan kakinya. "Emang kamu mau balik?"
"Kata Mama, dua minggu lagi, aku balik ke Indonesia. Kamu bakal kangen, gak?" ulangku sekali lagi.
Afa menarik nafas. "Hmm... Kangen sih, banget. Tapi, kalo emang aku lebih enak disini tanpa keisengan kamu, aku nggak bakal kangen."
"Ih, masa gitu! Ntar kalo kamu malah kangennya sama isengku, jangan nyesel!" ucapku sambil melipat tanganku di depan dada.
Afa membuka lipatan tanganku dan menatapku dalam. "Lihat ke mataku dan kalo kamu bisa, kerasa gak?"
Aku menatap lurus ke mata Afa. Cokelat. Indah. "Mata kamu bagus, Fa."
"Bukan itu yang harus dirasain, Key!" ucap Afa pasrah. "Kamu ngerasa ada yang agak bersinar, gak?" Aku mengangguk. "Nah, di saat kamu ntar balik ke Indonesia, sinar itu pasti bakal pergi sama kamu. Ninggalin aku, Rachel, Michelle, dan yang lainnya disini. Jadi, pasti aku bakal kangen sinar itu dan kangen kamu."
Aku menunduk. "Aku.. sayang kamu, Fa."
Afa merangkulku. "Je t'aime. I love you, too, Key. Don't ever forget me."
Malam itu, aku merasa hangat dalam pelukan Afa. Afa... orang yang selama ini kuanggap kakak sendiri, kuanggap sahabat terdekat, dan orang yang paling spesial yang ada dalam hatiku. Dua minggu lagi, untuk pertama kalinya, aku akan meninggalkannya.
~~~
"Jaga diri disana, ya.." ujar Kakek saat aku, Mama, Papa, dan Sheryl berpamitan. Aku menunggu kedatangan Afa. Dimana dia? bisikku dalam hati sambil celingak-celinguk menatap sekeliling rumah kakek.
"Ma, tunggu Afa, ya," ucapku sambil membetulkan rok polka dot putih-hitamku. Lalu, sosok yang kucari muncul dari samping rumah Kakek. "Afa!"
Aku berjalan menuju Afa. Memeluknya. Afa, ragu-ragu tapi hangat, memelukku balik. Untuk beberapa saat, kami berdiam dalam posisi seperti ini. Terserah Mama-Papa melihat atau tidak, aku merasa aku tidak sanggup melepaskan Afa.
"Key, baik-baik ya, disana," ucap Afa. Dia mengeluarkan setangkai mawar putih. "Kamu tahu, Key, bagiku mawar putih itu lambang kesetiaan. Mawar putih itu lambang ketulusan. Mawar putih itu lambang kasih sayang. Makanya, aku ngasih ini ke kamu. Supaya kamu setia, kamu tulus, dan kamu sayang sama aku. Key, be my princess?"
Aku menutup mulutku yang terbuka. "Thanks, Fa. Aku mau banget jadi putri kamu." Afa dan aku berpelukan untuk terakhir kalinya. "Jangan lupain aku, ya, Fa. Karena di Indonesia nanti, aku nggak akan lupa sama kamu. NGGAK AKAN!"
"Ntar, aku minta Kakek buat nyekolahin aku di Indonesia atau sekedar liburan disana. Buat ketemu kamu lagi," ucap Afa sambil mengusap airmata yang mulai keluar dari mataku. "Jangan nangis. Ini cuma sementara."
Aku memeluknya sekali lagi. Kemudian melepaskannya. Aku menaikki mobil diantar sopir pribadi Kakek. Kami menuju bandara. Setengah dari hatiku masih milik Perancis dan Afa. Setengah lagi sudah bersedia menempati Indonesia.
~~~
Mama mendaftarkanku ke sekolah baru. Aku yang baru dua bulan beradaptasi sama Indonesia, agak sedikit kaget. Jelas. Karena, ini pertama kalinya aku akan bersekolah di Indonesia dengan seragam biru-putih. Bersama anak-anak lain yang lebih terbiasa dibandingkan aku.
"Key! Turun!" panggil Sheryl, adikku yang nyebelinnya luar biasa.
"Apaan sih, Sher?" tanyaku bete.
"Kak Afa minta ngobrol lewat Skype, nih. Dijawab apa, nggak?" tanya Sheryl polos.
"Misi! Kamu mending bantuin Mama. Aku mau ngobrol sama Afa dulu," ucapku sambil mengusir Sheryl dari tempat duduk di depan komputer.
Aku menjawab pinta Afa. Kami mulai memasang kamera laptop dan mulai ngobrol. Afa tersenyum, aku membalas senyumnya.
"Gimana di Indonesia?" tanya Afa dengan logat Perancisnya yang khas.
"Baik. Macet banget dan agak-agak crowded," jawabku pakai bahasa Inggris. Afa mengerti bahasa Inggris, namun lebih senang menggunakan Perancis.
"Kamu tahu, Key, kata Kakek aku bakal ke Indonesia musim panas tahun ini. Bareng Michelle," ucap Afa.
"Loh, Rachel nggak diajak?" tanyaku kaget.
Afa menundukkan kepala. "Dia kan, lagi sakit. Jadi, kemungkinan nggak bisa ikut."
Aku hanya mengangguk-angguk saja. Rachel emang akhir-akhir ini katanya sakit melulu. Jadi, aku pikir ia akan sembuh sebentar lagi.
~~~
Lima bulan sudah aku tinggal di Jakarta. Hari ini, aku kembali berkomunikasi dengan Afa lewat Skype. Dia kemarin nyanyiin lagu I'm Yours-nya Jason Mraz. Suara Afa keren banget! Sebagai ceweknya, aku jadi ngerasa terbang seterbang-terbangnya. Mana Afa pinter banget main gitar. Dan lagu itu jadi penutup hariku.
Di sekolah, lain lagi. Sekarang lagi musimnya ulangan harian. Jadi, emang aku agak harus pending ngobrol sama Afa. Aku udah bilang ke Afa dan dia ngucapin good luck.
~~~
Musim kemarau di Indonesia akhirnya dateng juga. Aku nggak sabar nunggu Afa dan Michelle dateng ke Indonesia. Mama sama Papa udah buatin pesta Welcome buat mereka berdua. Katanya, dua hari lagi Afa nyampe sama Michelle dan Kakek.
~~~
"Key!" panggil Michelle saat aku sedang mencari sosoknya di bandara.
"Michelle! Aku kangen banget!" ucapku sambil memeluknya. "Afa sama Kakek mana?"
"Key," sapa Afa sambil merangkulku dan mengecup keningku. "Aku sudah bisa bahasa Indonesia, dong."
Aku memeluk Afa. Lucu banget. Aku kangen banget sama Afa. "Fa, aku mau cerita dan nanya banyak sama kamu! Dan kamu harus cerita juga ke aku!"
Afa hanya tersenyum. Aku, bergandengan dengan Michelle dan dirangkul Afa, berjalan keluar bandara. Kakek membuntuti kami bersama Papa.
~~~
"NGGAK! NGGAK MUNGKIN RACHEL!" teriakku histeris. Tiba-tiba, airmataku menetes. Membasahi semua bagian pipi, meresap ke dalam hati, dan mengairi semua luka yang ditinggalkan Rachel. Rachel, teman baikku dari Perancis, sudah tidak ada. Ternyata, selama ini dia divonis kanker otak.
"Key.. Key.. Karen, tenang. Key!" ucap Afa sambil mendekap aku yang sedang menggigil dan meringkuk. "Key, liat aku! Key, Rachel udah tenang disana. Kamu jangan kayak gini, Key."
"Lepas, Fa! Lepas!" ucapku marah. "Selama ini, kamu dan Michelle nggak pernah ngasih tau aku?! Hah?! Karena aku jauh, jadi kalian nggak ngasih tau aku?! Kalian lupa ada aku?! Hah?! Kalian kenapa sembunyiin semuanya?! Kenapa?! Rachel juga sahabat aku, bukan cuma sahabat kalian!"
Afa menggenggam lenganku. "Key, dengerin aku! Waktu terakhir kita ngobrol, Rachel masih ada. Kamu tau, Key, dia yang minta nggak usah kasih tau kamu! Padahal, aslinya, aku udah niat ngasih tau kamu sebenernya. Tapi, aku juga udah janji ke Rachel nggak akan kasih tau kamu sebelum aku sampai di Indonesia. Key, aku dan Michelle minta maaf. Kita sayang sama kamu. Sayang banget."
Michelle berdiri merangkulku. "Kamu tau, Key.. Yang paling sakit pas Rachel pergi itu aku. Aku saudara kembarnya, kehilangan Rachel. Saudara aku satu-satunya. Sahabat aku. Aslinya, aku mau ngasih tau kamu. Tapi, gimana? Apa di tengah ulangan-ulangan kamu, aku harus nambahin kamu stress?! Nggak kan, Key? Aku peduli sama kamu dan karena itu lebih baik aku kasih tau kamu setelah aku sampai disini. Sekarang ini."
Aku menunduk. Berdo'a dalam hati.
Ya Allah,
Izinkan aku berdo'a untuk Rachel
Seorang sahabat, seorang teman
Yang tak pernah berhenti membuatku tersenyum..
Ya Allah,
Jaga dia..
Disisimu dia akan merasa hangat
Seperti layaknya dia menghangatkan kami
Ya Allah, terimalah dia..
Aku, Afa, dan Michelle memeluk satu sama lain. Hari ini, saat pertama kalinya lagi aku melihat Afa, aku juga kehilangan seseorang yang kusayangi. Sahabatku sendiri.
~~~
"Fa, kamu nggak balik ke Perancis bareng Michelle sama Kakek?" tanyaku sambil membantu Afa merapikan bajunya di lemari.
"Nggak. Kemarin, mamaku telepon. Katanya, aku suruh ke Bandung aja. Jadi, mulai sekarang aku anak Bandung," ucap Afa sambil melipat kaos-kaosnya.
Aku berhenti merapikan pakaian-pakaian Afa dan duduk di atas tempat tidurnya. "Aku kangen Rachel."
Afa berhenti melipat kaos-kaosnya dan mengajakku duduk bersila di atas lantai. "Aku juga. Nggak ada dia itu rasanya hambar banget."
Aku menitikkan airmata. "Fa, jangan ninggalin aku kayak Rachel, ya.."
Afa merangkulku. "Even if I leave you someday, you know I'll always be here.." ucap Afa sambil menunjuk hatiku. "Whispering every poem I've made for you, singing beautiful songs to you, and visiting your dream every night. Jadi, jangan takut. Aku bakal ada buat kamu. Selamanya..."
~~~
Di dalam kamarku, malam ini, aku menuliskan seutas kata-kata di selembaran kecil yang besok akan kuberikan pada Afa. Besok dia berangkat ke Bandung. Dengan tetesan airmata, aku menuliskan semua isi hatiku.
Tuhan itu adil, indah, dan tahu..
Dia berikan seorang kakak untukku,
Dia berikan seorang sahabat untukku,
Dia berikan kamu untukku..
Afa..
Sejuta rasa sudah terbalaskan dengan senyummu..
Kamu bagian dari diriku sekarang..
Bagian dari kenangan, bagian dari hari-hariku,
Bagian dari apa yang akan datang nanti..
Ya Tuhan,
Jika suatu saat dia harus pergi, berikan aku suatu isyarat..
Agar aku tidak merapuh di sudut kamarku,
Mengucurkan segala juta jenis airmata,
Penyesalan dan kata-kata perpisahan..
Karena aku menyayanginya..
Afa,
Jangan pernah berubah
Aku menyayangimu..
Sebagai apa kamu sebenarnya..
Dan aku suka itu darimu..
Selesai menuliskan kata-kata itu, aku merenung dengan mata basah dan merah. Aku dan Afa. Mungkin sementara, mungkin selamanya.. Belum ada yang tahu..
0 comments:
Post a Comment