Thursday, January 26, 2012

Attached (1)

Posted by Unknown
"Yang namanya cinta monyet, emang biasanya sama monyet!" ledekku pada kedua temanku. Berkata seperti itu mempunyai konsekuensi dan kontrak sama karma. Tapi, karena aku memang susah merasa bersalah, aku hanya tertawa diikuti jitakkan kedua temanku.
Vera, salah satu dari temanku, bertanya seakan dia sekaligus mendo'akanku juga, "Feb, kalo sampe lo ngerasain cinta monyet, elo nggak takut pacaran sama monyet???"
Ini ngeledek dan bikin kesel, SUER! "Ih, jaman banget.. Gue itu berusaha untuk menjauhi diri dari cinta monyet. Sayang aja cinta-cintaan kalo belum ngerti. Kalo udah ngerti, baru gue mau."
"Hmm..." balas Wini yang terdengar seperti suara masa-sih. "Yaaa, liat aja Ver, kalo sampe ini bocah ketemu sama cowok, terus suka, terus cowok itu juga suka sama dia, terus mereka pacaran, kita peres kantong mereka buat bayar karma dan PJ."
Aku melanjutkan kunyahanku karena makanannya nggak bisa ditelen langsung. Kemudian, "Kalo gue nggak jadian, gimana??" tanyaku memancing.
"Hmmm.. Pasti ntar jadian juga. Paling banter HTS atau nggak naksir berat," prediksi Vera. Aku hanya tersenyum menantang.
~~~
DEBUG!!! Sakit banget rasanya kalo kejedod, ya? Apalagi, kejedod pintu kamar sendiri. Setelah melihat kalo ternyata yang tadi ngelawan kepalaku adalah pintu kamar, aku membaca memo kecil yang ditempelkan Mama disana.

Febby, mulai besok, yang jagain kamu di rumah itu Tante Vita. Soalnya, Mama sama Papa ada kerjaan di luar kota. Kata Tante Vita, besok dia bakal ngejelasin peraturan yang udah Mama-Papa titipin besok. Jangan macem-macem!
Mama-Papa
P.S: Tunggu Mas Radit pulang!

Aku menghela nafas panjang. Panjang sekali sampai aku hampir susah nafas lagi. Emang agak lebay. Tante Vita... Well, bisa dipertimbangkan.
~~~
"Hari ini ke rumah elo yuk, Feb!" ajak Vera dengan semangat '45.
"Jangan hari ini. Kunci rumah gue dibawa Tante Vita sama anaknya. Soalnya, mereka tau gue bakal pulang lebih sore daripada mereka," jawabku sambil menusukkan garpu ke bakso yang dari tadi, DEMI ALLAH, susah banget ditusukkin. "Anjrit, ini garpunya yang tolol apa baksonya yang ngeyel, sih?!"
"Hmm.. Yaaaa, kalo gitu, hari Sabtu aja, deh. Ke rumah gue. Izin sama tante lo itu," ujar Wini sambil membetulkan letak earphones-nya.
"Dia bukan tante gue. Tetangga gue yang gue panggil tante," jawabku sambil menatap lurus ke bakso yang ada persis di depan mulutku. Terus, masuknya bakso itu ke dalam mulut dan... NIKMATNYA.
~~~
Sepulang sekolah, aku mampir sebentar ke warung yang ada dekat rumah. Beli pulsa. Mumpung dititipin duit 500 ribu, aku belikan 50 ribu buat pulsa. Biar nggak kere. Soalnya, walaupun masih jomblo, harus sedia pulsa. Buat temen sama informasi nggak penting yang bisa bikin ngakak.
TOK! TOK! TOK!
Aku melakukan ketukan pintu yang sama sampe tiga kali baru ada langkah kaki dari dalam yang membukakannya. Alif berdiri dengan kaos putih yang membayang parah dan celana basket bernomor 23. Terus, ia menyunggingkan senyum tak berdosa yang melambangkan bahwa ia nggak ngerasa kalo dia udah buat aku nunggu di depan pintu kayak orang tolol sambil ngegebuk-gebuk pintu rumah sendiri.
Aku bersungut-sungut. "Dari mana aja, sih?!"
"Abis makan. Ya elah, untung gue bukain. Daripada gue tinggal tidur?!" balas Alif enteng. Emang, sialan banget..
"Ya, terserah, deh," balasku nggak kalah enteng yang buat ekspresi muka Alif jatuh banget.
"Seharusnya tadi nggak usah gue bukain, deh," balas Alif kesal sendiri. "Dasar manja!"
"Dasar males," balasku.
"Dasar cerewet!" balas Alif.
"Dasar nggak tau diri!" ucapku
"Dasar cewek!"
"Dasar cowok!"
"Dasar..." Sebelum kami sempat melanjutkan dasar-dasaran itu, pintu depan diketuk lagi. Alif udah latah mau bukain pintu. Tapi, aku menarik lengannya yang keliatan berotot itu dan menahan nafsunya untuk buka pintu.
"Liat dulu siapa, dodol!" peringatiku sambil berbisik.
"Sono gih, liat!" jawab Alif jadi seketika akting kayak dia yang jadi pemilik rumah ini.
"Sialan lo!" makiku sambil berjalan ke jendela untuk melihat siapa yang datang. Tante Vita rupanya. "Emak lo, Lif!"
"Oh.." jawab Alif yang kemudian membukakan pintu.
~~~
Penjelasan tentang aturan-aturan dari Tante Vita udah kayak teks preambule. PUAAAAAAAAAAAAAAAANJANG dan aku habis jadi bahan ketawaan Alif. Persetan Alif! Persetan! Aku tau dia udah SMA, 16 tahun dengan postur tubuh bagus dan memikat, tapi NGGAK GITU JUGA KALI!!!! Aku tau aku masih SMP kelas 9, 14 tahun dengan tinggi yang beda tipis sama Alif, tapi... Tapi setidaknya aku bertanggungjawab.
"Dan terakhir, KALIAN DILARANG RIBUT!" tegas Tante Vita. Alif mengangguk ringan dan aku hanya mengangkat alis tanda setuju.
Dan yang terjadi setelah itu adalah... masing-masing dari kami ribut soal kursi meja makan, bantal, remot tivi, kamar mandi, dan tuduh-tuduhan siapa yang buat koneksi internetnya jadi lemot. Gila, kan?!
"ALIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIFFFF!!! KEMBALIIN CHARGER HP GUE SEKARANG JUGA!!!!!!!!" teriakku pake suara perut.
"Pinjem sebentar," ucap Alif ringan. Dan ia mengunci diri di kamar sambil menikam charger hp-ku. Sialan!!!!
Setelah kira-kira sejam bersama hp mati, Alif keluar dan memberikan charger-ku kepada... aku. Aku udah keburu bete dan dimulailah aksi gue-benci-elo-jadi-gue-bakal-diemin-elo.
Alif duduk di sebelahku layaknya seorang kakak yang baik. "Ih, kok, ngambek sih?! Cemen banget. Kalo jadi cewek itu harus tegar. Ini baru charger yang dipinjem. Kalo temen elo yang minjem cowok lo gimana?"
Aku diam.. Males nanggepin.
"Hmm... Ya udah, malem ini, karena elo udah gue buat ngambek, elo boleh megang remot tivi," ujar Alif. Aku udah agak sedikit tergiur. Kalo remot ada di aku, dia cuma bisa mupeng doang. "Jangan ngambek lagi."
Dan, sesuatu di dalam diriku berkata, kenapa jadi kalem dan perhatian begini?! Mulailah aku tertawa. Alif komuk banget! Tapi, ia tetap akting biasa. Well, yang terucap nggak bisa ditarik lagi. Jadi, REMOT TIVI MILIK GUE MALAM INI!!!! Muahahahaha...
~~~
Esoknya, Vera izin ke Bandung nengokin neneknya yang sakit dan parahnya, Wini demam jadi ikutan izin. Aku menderita sendiri di sekolah. Cuma diem kayak orang bego dan ngobrol sekenanya sama temen-temen yang lain. Sampe rumah, muka bete jadi hiasan di wajah. Alif, yang nggak tau gimana bisa selalu nyampe duluan, udah duduk manis nonton tivi di ruang keluarga.

0 comments:

Post a Comment

Blog List

 

Re-A-Lis-Tic Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos