Tentang dia yang membuat lukaku mengering. Setidaknya, begitu...
Saat itu, bendungan airmataku tak berhenti mengalirkan jutaan tetes,
Aku tak pernah tahu apa yang akan memberhentikan itu,
Atau, haruskah kubanjiri seluruh hati tetes demi tetes?
Saat itu, kemerahan darah di hati ini masih terlihat,
Sayat-sayat kecil yang ia beri tertinggal di belantara hati ini,
Meninggalkan kenangan yang memberikan luka yang tak sempat sembuh..
Saat itu, hanya badai yang menyapa hariku.
Setidaknya, itu yang kurasakan...
Selepas ia pergi, meninggalkan semua ini, aku rapuh ditemani hujan..
Saat itu...
Tidak! Tidak ada lagi 'saat itu'...
Sekarang, ya, sekarang..
Kini, aku melihat dirimu..
Menanti di ujung tepian banjir ini dengan sebongkah kayu,
Untuk menahan tetesan yang akan menyerbu,
Untuk memberhentikan darah yang terpancar dari lukaku,
Untuk menghapus bayangannya dari benakku,
Untuk bergerak maju, mungkin bersamamu..
Kini, aku melihat cahaya surya lagi..
Masih di sudut pandang mata bersamamu ia berdiri,
Memberikan isyarat kalau kau akan menanti,
Menanti sampai sembuh luka gores di hati ini,
Dan sampai suatu saat nanti,
Sampai hari itu hadir disini,
Aku akan selalu berterimakasih...
Kini, tidak ada lagi hujan,
Yang kelam, menyakitkan, menggetarkan, menghancurkan..
Tidak ada lagi!
Dia sudah pergi mencari yang lain dimanapun ia mau..
Tapi, aku bersyukur,
Disini, kutemukan pelangi untuk hujanku,
Kutemukan dirimu.
Untuk saat ini aku akan berkata,
"Kawan, kau masih yang pertama,
Yang berhasil membuat hati dan bibir menekuk tersenyum"
"Kawan, kau masih yang pertama,
Yang berhasil menghapus bayangnya"
"Kawan, kau masih yang pertama,
Yang berhasil membawa pelangi dalam rintik airmata"
"Kawan...
Kau masih yang pertama..."
Saat itu, bendungan airmataku tak berhenti mengalirkan jutaan tetes,
Aku tak pernah tahu apa yang akan memberhentikan itu,
Atau, haruskah kubanjiri seluruh hati tetes demi tetes?
Saat itu, kemerahan darah di hati ini masih terlihat,
Sayat-sayat kecil yang ia beri tertinggal di belantara hati ini,
Meninggalkan kenangan yang memberikan luka yang tak sempat sembuh..
Saat itu, hanya badai yang menyapa hariku.
Setidaknya, itu yang kurasakan...
Selepas ia pergi, meninggalkan semua ini, aku rapuh ditemani hujan..
Saat itu...
Tidak! Tidak ada lagi 'saat itu'...
Sekarang, ya, sekarang..
Kini, aku melihat dirimu..
Menanti di ujung tepian banjir ini dengan sebongkah kayu,
Untuk menahan tetesan yang akan menyerbu,
Untuk memberhentikan darah yang terpancar dari lukaku,
Untuk menghapus bayangannya dari benakku,
Untuk bergerak maju, mungkin bersamamu..
Kini, aku melihat cahaya surya lagi..
Masih di sudut pandang mata bersamamu ia berdiri,
Memberikan isyarat kalau kau akan menanti,
Menanti sampai sembuh luka gores di hati ini,
Dan sampai suatu saat nanti,
Sampai hari itu hadir disini,
Aku akan selalu berterimakasih...
Kini, tidak ada lagi hujan,
Yang kelam, menyakitkan, menggetarkan, menghancurkan..
Tidak ada lagi!
Dia sudah pergi mencari yang lain dimanapun ia mau..
Tapi, aku bersyukur,
Disini, kutemukan pelangi untuk hujanku,
Kutemukan dirimu.
Untuk saat ini aku akan berkata,
"Kawan, kau masih yang pertama,
Yang berhasil membuat hati dan bibir menekuk tersenyum"
"Kawan, kau masih yang pertama,
Yang berhasil menghapus bayangnya"
"Kawan, kau masih yang pertama,
Yang berhasil membawa pelangi dalam rintik airmata"
"Kawan...
Kau masih yang pertama..."
0 comments:
Post a Comment