Tuesday, July 17, 2012

Requestan Siapa Aja Yang Belum Gue Selesaiin Naskahnya. Wkwkwk

Posted by Unknown
Deyna, 15 tahun, murid baru, inceran cowok kelas 11 bernama Haykal. Rumornya, Haykal dan Deyna pernah satu sekolah sebelum SMA. Bagi Deyna, Haykal cuma seorang kakak kelas yang sekaligus menjabat sebagai sahabat dekat dan tetangganya. Tidak lebih. Haykal sendiri awalnya merasakan hal yang sama, namun seiring beranjak dewasa, Haykal paham bahwa apa yang dirasakannya pada Deyna itu lebih dari sekedar sahabat, tetangga, atau kakak kelas.
Haykal cukup beruntung bisa menembus organisasi sekolah, OSIS, dan membimbing Deyna selama masa ospek atau MOS. Teman satu csan Haykal mengenal betul bahwa sohibnya itu berusaha mendapatkan Deyna. Jadi, selama MOS, bukannya Deyna yang dijahili, justru Haykal yang kena getahnya.
"Kal, gak inget sahabat masa kecil?" goda Erik, teman satu kelas Haykal.
"Apaan sih lo, Rik! Bacot!" balas Haykal. "Gue cari angin dulu, ya! Rik, tanggung jawab nih kelas!"
Erik mendengus. "Sialan lo, Kal! Gak usah salting gitu, dong!"
"J*ng!" sumpah Haykal kesal. Erik membuntuti sumpah serapah itu dengan tawanya.
"Di sini yang namanya Deyna mana?" tanya Rifky, yang tiba-tiba masuk kelas. Tampaknya ia sudah berpapasan dengan Haykal.
Deyna mengangkat tangannya. "Saya, kak."
Rifky menggerakkan jemarinya menyuruh Deyna berjalan ke arahnya. Deyna berdiri dan melangkah ke arah Rifky. Rifky menarik Deyna keluar kelas. Bertepatan dengan itu, seluruh peserta MOS diperintah untuk keluar membentuk beberapa barisan.
"Haykal mana Haykal?!" teriak Rifky heboh.
"Disana, Rif," jawab Dinda cenge-ngesan, mengerti bahwa junior yang dibawa Rifky adalah Deyna, gebetan Haykal.
Haykal tampak di ujung pandangan Rifky. Ia sedang tertawa-tawa dengan beberapa OSIS cowok lainnya. Seiring dengan itu, keadaan di lapangan sudah menghadap depan semua. Rifky mengajak Deyna menuju ke tengah lapangan. Haykal yang tahu bahwa dirinya sebentar lagi akan ikut dalam hal memalukan ini hanya bisa menyumpahi Rifky dalam hatinya.
"Hey, kalian semua! Dengerin ya, Haykal bakal nembak dia, nih," beber Rifky. Di ujung lapangan, Haykal sudah memberikan Rifky salam jari tengah. "Pakai mik. Jadi, bakal jelas dan kalian harus dengerin sejelas-jelasnya. Sebagai peresmian, kalian ntar saya tanya 'sah' apa nggak."
HAYKAL! HAYKAL! HAYKAL! Sorak sorai anak-anak OSIS sudah membahana di lapangan sekolah. Peserta MOS ikutan menyoraki Haykal dan Deyna. Deyna sendiri merasa ilfeel dengan kejadian tersebut. Tapi, dia tidak bisa protes.
Rifky memberikan mik kepada Haykal. Haykal menoyor kepalanya. Rifky dan seluruh peserta MOS tertawa.
"Nama kamu siapa?" tanya Haykal pada Deyna basa-basi, kaku.
"Halah! Udah tau juga, sok banget jaim lo!" ledek Bella dari kanan lapangan.
"Deyna, Kak," jawab Deyna lebih kaku dan kesal.
"Oh. Di sini mau ngapain?" tanya Haykal tidak menghiraukan ocehan Bella tadi.
Deyna cuma bisa diam.
"Ya sudah, kamu boleh duduk," ucap Haykal.
"Heh, nggak-nggak! Lo harus nembak, Kal," ucap Rifky tanpa pengeras suara. "Setuju?"
SETUJUUUUUUUUUUUUUUUUUUU! Jawab peserta MOS. Deyna kembali berdiri atas perintah Rifky.
"Yang romantis ya!" Annisa mengompori. Haykal sudah seribu kali mengutuk teman-teman OSIS-nya.
Haykal akhirnya berdehem. Jujur, ia cukup senang bisa menyatakan perasaannya, meskipun ini dianggap bercanda oleh kebanyakan orang. Tapi, kalau Deyna menerimanya, berarti bukannya mereka resmi pacaran?
"Dey, kita dulu kan, sahabatan, tetanggaan, satu sekolahan... Awalnya aku nggak ngerasa kayak gini, tapi sekarang aku tau kayaknya aku naksir sama kamu," Haykal memulai. "Deyna, mau nggak kamu jadi pacarku? Bukan sahabat lagi?"
TERIMA! TERIMA! TERIMA!
Wajah Deyna memerah. Seharusnya, Deyna cukup bangga ditembak oleh salah satu dari 10 orang terkece se-SMA ini. Tapi, Deyna merasa geli dan kesal dengan perlakuan mereka.
"KALO DIEM ARTINYA DITERIMA!" ucap Rifky membuat suatu perjanjian tidak resmi.
Kata-katanya diikuti oleh 'CIE'-an seluruh peserta MOS dan OSIS. Berarti, Haykal-Deyna sudah resmi pacaran. Masalah perasaan urusan nanti. Yang penting ada dua makhluk yang bisa diledek-ledekin untuk beberapa waktu ke depan.
~~~
"Gak ngajak pulang bareng, Kal?" tanya Erik.
Haykal diam sebentar. "Gue...bingung, Rik. Gue beneran pacaran apa nggak sama Deyna."
"Beneranlah. Udah diresmiin sama OSIS dan junior-junior kita. Masa masih lo bilang boong?!" tanya Erik balik. "Otak lo diupdate dong, Woy!" Erik menoyor kepala Haykal.
"Sialan lo!" umpat Haykal. "Ya udah, gue pulang bareng Deyna."
Mendengar itu, Erik tersenyum. "Cie daaaaah" Haykal meninju lengan sohibnya itu.
Karena kelas Deyna berada di lantai dua, Haykal balik lagi ke atas menjemput 'pacar'-nya itu. Deyna juga dari tadi nggak habis-habisnya diledekin teman-teman barunya. Dia makin tambah cemberut.
Melihat kedatangan Haykal, teman-teman Deyna pamit lebih dulu. Deyna makin bete melihat sosok Haykal.
"Na, pulang naik apa?" tanya Haykal.
"Angkot," jawab Deyna jutek.
"Sama gue aja. Naik motor," tawar Haykal.
"Nggak usah," tolak Deyna.
"Beneran?" Haykal bertanya lagi, agak sedikit berharap Deyna mau.
"Iya," jawab Deyna lebih tegas. Haykal merasakan desir kecewa.
"Ya udah, deh. Lain kali, lo mau kan?" tanya Haykal. Deyna diam. "Eh, gue balik deh. Gue ganggu lo, kan?"
Haykal berjalan balik dengan sangat kecewa. Deyna yang merasa tidak enak, memanggil Haykal lagi.
"Aku ikut kakak, deh," ucap Deyna, terpaksa. Haykal tersenyum puas.
~~~
Selama perjalanan pulang, Haykal dan Deyna sama-sama membisu. Haykal cuma berusaha menikmati waktunya dengan Deyna, sementara Deyna sendiri berdo'a agar lalu lintas lancar supaya dia cepat pulang.
Sampai di rumah, Haykal mengantarkan Deyna lebih dulu. Padahal, rumah Haykal berhadapan dengan Deyna. Orangtua mereka cukup dekat.
"Na..." panggil Haykal.
"Ya?" jawab Deyna.
"Kamu nggak marah kan?"
"Nggak, kok."
"Makasih ya."
"Buat apa?"
"Udah nerima gue."
Deyna cuma mengangguk kaku. Berharap tadi dia tidak diam dan berkata 'Maaf, Kak. Saya lebih milih kita sahabatan.' Tapi, semua itu sudah terlambat. Deyna sendiri memasrahkan perasaannya pada apa yang akan terjadi. Hati Deyna bukan untuk Haykal, tapi untuk orang lain.
~~~
Tak terasa sudah dua bulan Deyna-Haykal berpacaran. Haykal begitu baiknya dan sabarnya menghadapi sikap Deyna yang biasa-biasa aja, dan lebih sering jutek. Teman-teman Deyna menganggap Deyna keterlaluan. Sebagian teman satu angkatan Haykal menganggap Deyna belagu. Sementara senior-senior mereka, tidak berkomentar. Haykal sendiri tidak masalah dengan sikap Deyna. Selama mereka masih berpacaran, Haykal mempunyai semua kesempatan untuk membuat Deyna membalas perasaannya.
"Na, kok lo gitu sih sama kak Haykal?" tanya Riri, teman sebangku Deyna saat mereka sedang duduk-duduk di kantin.
"Kok gitu sih gimana?" tanya Deyna balik diikuti satu suapan nasi goreng.
Riri menarik nafas dan menghembuskannya. "Kak Haykal udah usaha banget buat perhatian sama lo, tapi elo justru sok jaim pura-pura gak tau kalo dia itu pacar lo."
Deyna menelan nasi goreng tadi. "Gue gak pernah bilang 'iya' pas dia nembak, gue juga nggak bilang 'nggak'. Bagi gue, gue gak 'gimana-gimana' sama sikap dia. Kalo dia bersikap kayak gitu, gue hargain, kok. Gue nggak sebejat itu, Ri."
"Tapi, sadar gak sih, elo dianggap sombong sama kakak kelas kita?" tanya Dini sekarang yang juga sedang menemani Deyna dan Riri di kantin.
"Sadar, kok," jawab Deyna santai. "Tapi itu problem mereka. Gue...nggak urusan."
Entah dari mana, Eka mendengus kesal. "Dey, menurut gue lo belagu, sombong! Kak Haykal bukan cowok 'biasa' di sekolah ini. Dia pinter, baik, ramah, banyak yang naksir. Harusnya lo bersyukur dong, digebet sama cowok kayak dia."
Deyna panas. "Tapi, hati gue nggak merasa digebet!" Bentak Deyna. Saat itu juga, Haykal sedang berdiri hendak menghampiri Deyna. Mendengar kata-kata 'pacar'-nya itu, Haykal hanya menatap Deyna dan pergi. Deyna membalas tatapan Haykal dari ujung kantin, merasa bersalah.
~~~
Sejak kejadian tadi, Haykal tidak bisa berkonsentrasi pada pelajaran. Ia meminta izin pada guru untuk beristirahat di UKS. Setelah diberikan izin, Haykal tidak benar-benar ke UKS. Ia pergi ke perpustakaan dan merenung disana.
'Hati gue nggak merasa digebet' kalimat itu terngiang di benak Haykal terus-menerus. Jadi, selama dua bulan ini, Deyna tidak pernah menganggap hubungan mereka ada? Cuma sebatas perjanjian sebelah pihak, dimana pihak tersebut dibodohi? Segitu parahnya kah Deyna berfikir? Haykal, sebagai cowok jantan, hanya bisa bangkit lagi dengan cara menutup diri dan bersikap dingin pada Deyna.
~~~
Selama kerenggangan hubungan Deyna-Haykal terjadi, Deyna menyempatkan diri untuk bermodus dengan Erik. Deyna sebenarnya menyimpan perasaan ke Erik, sahabat baik Haykal. Rasanya sangat salah menaksir sahabat pacar sendiri. Tapi, bagi Deyna, Haykal tetap bukan siapa-siapa dia.
"Eh, Deyna. Kok gak sama Haykal?" tanya Erik berusaha ramah dan menjaga diri.
Deyna terkekeh. "Lagi... Lagi istirahat, Kak."
Erik langsung mengerti maksud Deyna. Akhir-akhir ini, Erik memerhatikan sohibnya itu tidak fokus dan sering murung sendiri. Haykal juga akhir-akhir ini banyak diam.
"Cepet baikan, ya," ucap Erik.
"Kak, aku kan lagi istirahat sama Kak Haykal, terus aku jadi nggak ada temen pulang. Kakak mau nemenin aku pulang nggak?" tanya Deyna langsung.
"Boleh aja sih. Tapi, Haykal nggak marah emang?" tanya Erik hati-hati.
"Kalopun dia marah, kenapa?" tanya Deyna terdengar sedikit tersinggung.
Erik menarik nafas. "Dek, gue gak mau Haykal marah sama gue. Apalagi elo. Dia udah lama berusaha dapetin elo dan gue gak mau usahanya sia-sia."
Deyna agak kesal. "Haykal gak bakal marah. Dia bakal ngerti. Bukannya dengan ini dia bakal bisa ngerti kalo aku perlu diperhatiin lagi?"
Erik menangkap poin bagus dari ucapan Deyna. Akhirnya ia sepakat akan pulang bersama Deyna. Deyna seneng banget bisa pulang bareng Erik.
~~~
Bel pulang sekolah sudah berbunyi. Haykal hendak meluruskan hubungannya dengan Deyna. Namun, dilihatnya Deyna sedang berjalan mengekori Erik. Haykal berusaha berfikir jernih. Erik nggak ada andil disini. Ini cuma taktik Deyna supaya Haykal balik sama dia. Dan sejauh ini, asumsi itu berhasil.
"Rik!" panggil Haykal.
Yang dipanggil menoleh dan menyapa balik. Deyna cuma bisa melongos dan mengutuk Haykal.
"Deyna pulang bareng gue aja. Kita udah baikan, kok," ucap Haykal sambil memberikan satu kode pada Erik bahwa ia hanya ingin bicara dengan Deyna sebentar. Erik mengangguk dan berjalan meninggalkan kedua anak itu.
Deyna melipat tangannya di depan dada. "Apa-apaan sih, Kak?! Aku mau pulang sama Kak Erik  gak boleh!"
"Jelas gak bolehlah. Kamu itu pacar gue atau pacarnya Erik?" tanya Haykal ikut kesal dengan sikap Deyna.
Deyna diam, menarik nafas. "Saya bukan siapa-siapa kakak. Saya nggak pernah bilang 'iya' pas kakak nembak saya. Niat saya waktu itu nolak kakak, kalo boleh jujur. Saya nggak ada perasaan apa-apa buat kakak. Sebatas sahabat dan tetangga. Nggak lebih. Dan perasaan saya yang asli itu nggak pernah tertuju buat kakak."
Haykal berusaha menahan emosinya. "Kenapa kamu gak bilang?! Jadi selama dua bulan ini, kamu cuma kasih gue harapan palsu aja? Hebat ya! Buat seorang cewek, terutama baru umur 15 tahun, bisa nginjek-nginjek harga diri cowok 16 tahun yang udah bertahun-tahun nyoba buat deketin dia?! Kalo boleh jujur, lebih baik gue pacaran sama cewek-cewek yang dari sananya udah naksir sama gue, daripada harus diPHPin sama cewek kayak lo! Dan lo tau, nggak cuma hubungan kita yang rusak, kata 'sahabat' kayaknya juga udah ilang dari kamus gue, Dey. Makasih."
Deyna terdiam.
"Bagus! Hebat, Dey," puji Haykal sinis. "Gue harap elo nggak nyakitin Erik, Dey. Dia udah punya pacar lagian. Jangan cuma bisa jadi perusak aja."
Haykal berjalan menuju gerbang sekolah dan mengambil motornya. Semua nggak akan mudah mulai dari hari ini. Haykal berniat menjauhi bahkan menghapus Deyna dari pikirannya dan mungkin hatinya juga.
~~~
Sudah hampir satu semester Haykal berhasil melupakan Deyna. Deyna sendiri makin kelihatan terpuruk. Kabar putus Haykal-Deyna menyebar dua minggu setelah kejadian dulu. Jujur, Deyna merasa ada sesuatu yang hilang. Tidak ada lagi perhatian, telepon, sms, atau ajakan. Nggak ada lagi sapaan, status, atau apapun yang beberapa bulan lalu pernah ia dapatkan dari Haykal. Deyna bukan hanya kehilangan Haykal sebagai 'pacar', tapi juga sebagai 'sahabat'.
"Ri, menurut lo, gue sejelek itu ya?" tanya Deyna sambil menatap kosong ke depan.
"Maksud lo?" tanya Riri loading lambat.
"Gue...cuma bisa jadi perusak aja?" tanya Deyna lagi.
Riri sekarang menatap sahabatnya. "Kata siapa?"
"Haykal," jawab Deyna sedikit merasa sesak. Menyebut namanya saja sudah terdengar menyakitkan.
"Jujur nih, Dey?" tanya Riri.
"Iya."
"Menurut gue, Kak Haykal bener."
"Kok?"
"Janji, lo bakal dengerin gue sepenuhnya, ya?" pinta Riri. Deyna mengangguk. "Dey, lo ngerasa kehilangan kan? Ngerasa ada sesuatu yang nggak biasa? Mungkin baru sekarang hal itu bener-bener kerasa, tapi gue yakin, lo ngerasa itu semua pas Haykal mutusin elo. Secara nggak langsung Dey, lo ngerusak tiga hal."
"Iya? Apa aja?" tanya Deyna tidak mengerti.
"Lo ngerusak hubungan lo yang harusnya masih berjalan lancar, lo ngerusak persahabatan lo yang udah lama lo jalanin sama Haykal, dan yang terparah... lo ngerusak perasaan Haykal," ucap Riri. "Cewek emang susah buat move on, Ri. Tapi, saat cowok ada di posisi kayak gitu, mereka bakal lebih kelihatan menderita. Kakak gue contohnya, dia down banget saat tahu ceweknya nggak bakal hidup lama. Dan buat mulai suka sama yang baru itu butuh waktu."
Deyna merasa tersayat dengan kata-kata Riri. "Segitu parahkah gue?"
"Well, menurut gue iya," ucap Riri jujur. "Gue saranin, elo minta maaf ke dia. Mungkin nggak bakal langsung dimaafin sama dia, tapi setidaknya elo udah nunjukin bahwa lo menyesal. Lo mau persahabatan lo balik. Setidaknya itu."
"Ri, makasih ya, sarannya," ucap Deyna. "Nanti, pulang sekolah gue mau ke rumah Haykal. Ngomong berdua aja."
~~~
Rencana Deyna hampir berhasil. Ketika melihat Haykal mengeluarkan motor dari garasinya, bersama seorang cewek yang dikenali Deyna, Eka. Haykal dan Eka tampak seperti mereka akan keluar bersama. Dada Deyna terasa sesak melihat peristiwa itu.
"Riri salah. Cowok itu lebih gampang ngelupain," jawab Deyna. "Selalu kayak gitu."
Haykal bisa melihat sosok Deyna melangkah lesu ke dalam rumahnya. Luka yang masih basah di hatinya kembali berdenyut sakit. Namun, Eka sudah disini. Mencoba untuk mengganti posisi Deyna. Tapi, nggak bakal semudah itu.
~~~
Sabtu pagi, Deyna berusaha menarik pertahian Haykal dengan menghabiskan paginya di teras depan. Haykal sedang mencuci motornya. Deyna membawa kameranya dan mulai memotret suasana pagi dari terasnya. Sebentar-sebentar, kamera ia arahkan kepada sosok Haykal. Baru kali ini, Deyna sadar bahwa Haykal masih jauh lebih baik daripada Erik. Tapi, semua ini sudah telat. Haykal sudah dalam proses menutup hatinya buat Deyna.
Haykal menyadari Deyna yang sedang memotretnya.
"Jangan jadi pengecut!" sindir Haykal lantang. Deyna yang merasa melihat Haykal, langsung tidak lewat kamera.
Deyna menghampiri Haykal. Hati-hati dan penuh harap.
"Hai," sapa Deyna sehati-hati mungkin.
"Ada perlu?" tanya Haykal dingin.
"Aku...aku mau bicara," jawab Deyna.
"Bicara aja. Mumpung gue masih mau denger," ucap Haykal.
Deyna menarik nafas. "Kal, gue minta maaf."
"Buat apa?" tanya Haykal.
"Buat beberapa bulan yang lalu," ucap Deyna.
"Baru sadar sekarang?"
Deyna hanya bisa diam.
"Slow. Gue udah maafin," jawab Haykal dingin. "Eh, Eka!"
Deyna membalikkan badan dan mendapati Eka ada di hadapannya. Mereka hanya bisa berbagi pandangan tidak percaya antara satu sama lain.
"Lo ngapain disini?" tanya Eka ketus.
"Gue baru mau balik, kok," jawab Deyna. "Congrats ya, kalian. Long last."
Butuh satu pengorbanan buat mengucapkan kata-kata itu. Deyna buru-buru memasuki rumahnya, karena kalau tidak airmatanya akan mengalir membasahi pipinya. Haykal, menyadari bahwa Deyna sedang menahan tangis. Membuat seseorang yang berharga menangis itu salah satu hal yang paling menyakitkan.
~~~
Deyna menyediakan karton hitam. Semua potret berisi Haykal sudah ia cetak. Ia merencanakan sesuatu agar Haykal mau benar-benar memaafkan dia dan mengulang semuanya dari awal.
Semua foto ditempel di atas karton hitam itu dan di sudut kanan karton ditempeli dengan selembar surat.

"Untuk Haykal,

Gue tau gue udah pernah minta maaf. Tapi, gue gak mau kalo elo memaafkan gue karena terpaksa.
Lima tahun ya, Kal? Lo nunggu gue, tapi gue dengan cueknya cuma nganggep elo sahabat. Tetangga. Kakak kelas. Maaf, Kal. But, love is a fight. Dan akhirnya, perasaan lo terbalas. Gue akhirnya suka sama lo, Kal.
Gue nyesel kenapa gue nggak ngerasa kayak gini dari awal. Tapi, love needs time juga. Dan thanks for fighting, holding on. Gue berharap elo masih nyimpen perasaan buat gue. Gue mau kita ngulang semuanya dari awal.

Deyna"
~~~
Mading ramai dengan desas-desus tidak jelas. Semua memerhatikan karton hitam dengan foto-foto Haykal di atasnya. Tiba-tiba, Haykal datang ikut dalam kerumunan anak-anak tersebut. Haykal melepas suratnya, lalu membacanya. Semua mata memerhatikannya.
Selesai membaca Haykal berlari menuju kelas Deyna.
"Dey, gue mau ngomong," panggil Haykal. Deyna tersenyum, berharap semua akan berubah menjadi baik.
Haykal menarik Deyna ke ujung teras lantai dua. Agak jauh dari pintu kelas Deyna.
"Ngapain tempel di mading?" tanya Haykal, berpura-pura tidak suka. Padahal, luka di hatinya sudah membaik. Melihat perjuangan dan usaha Deyna.
"Lo... Gue, gue pengen lo bener-bener maafin gue, Kak," jawab Deyna. "Kalo lo nggak maafin gue juga gak apa-apa. Gue tau, gue emang perusak segalanya."
Haykal tersenyum. "Love is a fight and love needs time. Dan finally, I got my girl."
Deyna mengangkat kepalanya yang tadi sempat tertunduk. "Jadi, elo beneran mau start dari awal?" Haykal cukup mengangguk. "Kali ini, I'll never let you go."
"Ternyata, butuh perjuangan banget ya, buat bener-bener bikin elo ngebales perasaan gue, Dey?" goda Haykal.
"Kan, love is a fight," jawab Deyna ngocol. Haykal mengacak-acak rambut Deyna. "Ih, genit!"
"Cuma sama lo," jawab Haykal.
"Terus Eka?"
"Cuma buat taktik aja. Supaya lo jeles."
"Sial! Tau gitu, gue nggak bakal capek-capek beli karton, jadi paparazi!" Deyna ngambek.
"Kalo nggak gitu, sampe lebaran monyet juga elo nggak bakal sadar sama perasaan lo sendiri," ujar Haykal. "Semua ada hikmahnya. Buktinya, elo sekarang balikan lagi kan, sama satu dari 10 orang kece di sekolah ini."
Deyna hanya terkekeh. "Ya, deh, Haykal."

0 comments:

Post a Comment

Blog List

 

Re-A-Lis-Tic Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos