Reuni SD kamu akan diselenggarakan hari ini. Kamu sangat gembira dan tidak sabar untuk segera reuni. Bayangkan saja, sekarang, kamu umur 14 tahun, yang mau bertemu teman-teman SD kamu, yang dulunya masih imut-imut dan kocak-kocak. Tapi, kamu juga merasa khawatir akan Kevin. Ia akan menjadi Mr.Terlalu-Dekat-Denganmu."Kapan berangkatnya, dek?" tanya Mas Rio."Sejam lagi... Aku siap-siap dulu, deh. Mas juga sana..." suruhmu."Iya... Iya... Bawel amat, dah, yang mau reuni!!" ledek Mas Rio.Kamu berlalu berusaha untuk tidak menghiraukan Mas Rio. Kamu segera masuk kamar, dan membuka lemari. Ada tiga pasang baju yang harus kamu pilih salah satu; atasan ungu-jeans, lengan panjang biru muda-celana pensil putih, kaos warna hitam-celana legging abu-abu."Yang biru aja, ah..." katamu pada dirimu sendiri.Kamu akhirnya mengganti bajumu dengan yang biru. Kamu tidak terlalu banyak memakai make-up, bedak, dan segala macam itu. Karena, jika kamu terlalu banyak berdan-dan, Kevin akan semakin suka denganmu.---"(Nama temen SD)!!! Ya ampun, udah empat tahun gak ketemu!!!" katamu saat bertemu salah seorang teman yang kamu kenal."(namamu)! Wow! Tambah cakep aja... hahaha... Gimana nih, udah punya pacar belum?" tanyanya iseng.Kamu terdiam sejenak, berfikir kalau nanti kamu beri tahu kamu berpacaran dengan Justin Bieber, pasti, PASTI teman kamu itu langsung histeris sambil berkata, "JUSTIN BIEBER?!" Tapi, jika kamu bilang kamu belum punya pacar, sama saja kamu memberi kesempatan buat teman kamu untuk menyuruhmu berpacaran dengan Kevin. Kamu menarik nafas."Udah..." jawabmu singkat.Beruntung temanmu hanya mengangguk dengan senyum. Tiba-tiba, Kevin memegang bahumu dari belakang. Kamu balik badan dan kaget melihatnya."Kenapa, Kev?" tanyamu seolah tidak tahu."Aku mau ngobrol bareng sama kamu. Ya, teman ke teman aja.." katanya sok polos.'Teman ke teman' bisa berubah menjadi 'Teman makan teman', gumammu. Tapi, kamu berusaha agak lentur di depan Kevin. Kamu mengiyakannya. Kevin mengajakmu duduk berdua di meja dekat jendela. (BTW, angkatanmu menyewa satu ruangan besar)"Mau ngomong apa?" tanyamu memulai percakapan."Kamu mau ikut aku tinggal di Amerika, gak?" tanya Kevin serius.Kamu kaget, di otakmu hanya ada dua hal, Kevin gila dan kamu bingung. Apa dia sudah gila mengajakku ke Amerika?!, hatimu berkata."Emangnya, kamu sudah izin dengan orangtuaku? Lagian Kev, aku lagi pengen tinggal di Indonesia..." katamu mengelak."Udah, sih. Mereka bilang, asalkan Mas Rio ikut, kamu dibolehkan. Bukannya, kalau tinggal disana kamu bisa lebih sering ketemu Justin? Aku belum selesai bicara. Aku mau mengajakmu tinggal di Atlanta tempat Justin tinggal. Mau, gak?" tanya Kevin."Hah?" kamu tersentak."Iya. Aku tahu kamu pasti suka, deh... Jadi, mau gak?" tanya Kevin."Aku pikir-pikir dulu, ya..." jawabmu kurang yakin.Kevin dan Justin itu pernah bersahabat selama kalian SMP, tapi karena berbeda sekolah, mereka jarang bertemu. Hanya saat latihan Hockey atau football (football amerika, ya..) saja mereka bisa saling menyapa dan ngobrol. Kamu tidak pernah tahu Kevin bersahabat sama Justin. Justin juga tidak pernah cerita. Malah, Justin sama sekali tidak tahu kalau Kevin menaksirmu.---Bunda mengiyakan kepergianmu ke Amerika. Ayah juga sama. Mas Rio juga setuju jika ia ikut denganmu. Tapi, Mas Rio akan bayar tiket sendiri karena ia mengajak tunangannya, Gita (Random!). Kamu semakin khawatir. Diantara bahagiamu, kamu juga khawatir Kevin akan menjadi-jadi. Apalagi, jika ia tinggal satu komplek dengan kamu dan Justin di Atlanta nanti."Bener bun, aku boleh ke Amerika sama Kevin?" tanyamu sekali lagi."Iya. Nanti, kalau memang kamu mau meneruskan tinggal disana, Bunda dan Ayah nyusul setahun berikutnya," jawab Bundamu yakin seyakin-yakinnya. Kamu mengangguk pelan.Tidak lama kemudian, telepon rumahmu berdering. Tebakanmu adalah Kevin. Dan, memang itu adalah tebakan yang akurat."Halo?" tanyamu lewat telepon."Halo! Jadi, kamu mau ikut aku, kan?" tanya Kevin. Benar saja..."Ya, boleh sih sama Bunda dan Ayah aku. Jadi, kapan kita berangkat ke sana, Kev?" tanyamu."Senin depan... Hmm... (namamu), udah dulu, ya! Sampai ketemu Senin depan," salam Kevin."Hu-uh... Iya.. Iya..." kamu membalasnya.Kemudian, kamu pergi ke kamarmu. Menangis. Entah kenapa. Laptopmu yang hidup dari sepulang reuni tadi berdering menandakan ada seseorang yang memanggilmu lewat Skype.Kamu mengusap airmatamu, lalu memasangkan ear-phone dan menjawab panggilan itu. "Hey, babe..." sapa Justin. Kamu tersenyum dalam kesedihan."Hi, honey..." sapamu balik dengan nada kurang bahagia."What's wrong, my angel?" tanya Justin mencoba menghiburmu dengan nama-nama panggilanmu."I'm fine. I was crying because of something. I can tell you if you're curious..." jawabmu pelan."What is it, baby girl?" tanya Justin perhatian."Aku akan pergi ke Amerika dan tinggal di Atlanta. Aku senang. Tapi, juga sedih karena, aku pergi bersama Rio, kakakku, tunangannya, dan orang yang menaksirku," jawabmu juur, frontal, dan jelas.Justin diam sesaat. Seakan, dia cemburu dengan orang yang terakhir kamu sebutkan."Oh... great, then..." jawab Justin berpura-pura senang."You're not happy, are you?" tanyamu kurang yakin."No, I'm NOT. You know that... Apa kamu yang mau pergi sama dia? Atau, dia yang ngajak kamu pergi ke sini?" tanya Justin melampiaskan kecemburuannya. Justin sedikit membentak.Kamu heran, Justin bisa sesensitif itu denganmu."Oh my god! I'm sorry... I didn't mean to yell at you..." Justin meminta maaf."It's okay... Aku tahu kamu sensitif dengan orang-orang yang menyukaiku, kan? I'm sorry Justin..." ujarmu."Iya, sih. Makanya, aku sorry banget, ya... Kamu masih belum menjawab pertanyaanku.." kata Justin memelas."Oh... Dia yang mengajakku. Dia izin ke Bunda dan Ayah, juga ke Rio. Sayangnya, Bunda, Ayah, dan Rio berkata boleh. Meskipun aku dapat melihatmu sampai aku puas nanti, tapi aku takut jika dia menggodaku..." rintihmu. Sekarang, kamu menangis."Aww... Oh, if he messes up with you, I'mma go kick him right in his eyes! I'm your purple angelic sweet and caring ninja!! Haiiiiaaa!!" canda Justin. "I'll protect you, angel...""Thank you, Ninja!!..." balasmu genit."Okay, I gotta go... The boys want to go swimming with me. Bye, my sweet, funny, gorgeous, angelic future Queen... I love you..." kata Justin."Bye my lovely, nice, kind-hearted, caring, purple-ish, ninja-ish future King... I love you, too..." jawabmu diikuti cekikikan kecil. Justin juga ikut tertawa. Lalu, kamu berhenti berbicara dengannya dan menutup telepon.---Senin, kamu sudah siap dengan barang-barangmu. Kamu membawa 4 koper besar, Mas Rio dan tunangannya membawa 6 koper. Kevin mungkin membawa 5 koper besar. Keberangkatan pesawatmu tepat jam 2 siang. Berarti, di Amerika masih jam 2 pagi. Kamu mengemasi barang-barang yang kamu bawa dengan ranselmu. Kamu membawa satu netbook, IPod-mu, laptopmu, dan biolamu. (Bayangin, kamu MAHIR sekali main biola. Sorry kalau gak suka, tapi aku suka biola jadi... hehehe :))"Udah siap, nak?" tanya Bunda. Mata bunda penuh dengan airmata bahagia, sedi, dan airmata salam perpisahan."Udah, bun. Do'ain (namamu) ya, bun. Biar bisa ketemu Justin dan jadi orang sukses di Amerika. Jangan lupa dateng kesana tahun depan. Bunda ikut nganter, kan?" tanyamu ikut sedih."Iya. Pasti bunda do'ain terus menerus sampe gak ada bosen-bosennya. Bunda sayang banget sama kalian berdua. Iya... Kalau bunda masih dikasih waktu sama Tuhan buat ketemu kamu, bunda dan ayah akan segera mengunjungimu... I love you, (namamu), Rio..." kata Bunda langsung mengucurkan airmatanya.Kamu dan Mas Rio memeluk bunda erat. Mas Rio kemudian memeluk ayah. Tunangannya Mas Rio juga memeluk kedua orangtuamu. Kak Gita memang sangat baik dan sopan. Kamu suka sama perilaku kak Gita. Gak salah deh, Mas Rio udah milih dia. Pokoknya, klop banget...Kemudian, kamu dan Mas Rio memeluk ayah dan mencium tangannya. Kak Gita mencium tangan ayahmu dan tersenyum. Kamu sedih meninggalkan ayah dan bundamu. Tapi, mereka yang membolehkan, jadi... ya, tak apalah.---Kamu duduk di sebelah Kevin di bagian sayap pesawat. Kevin menatapmu bahagia. Kamu sedikit risih, tapi kamu tersenyum padanya."Kalo kamu ngantuk, senderan aja ke bahuku. Kalo kedinginan, bilang aja, ya..." kata Kevin mulai berlebihan. Tapi, kamu tidak mau berburuk sangka padanya."Oh... iya-iya..." jawabmu singkat.---Tidak terasa, kepalamu sudah bersender di bahu Kevin. Lengan Kevin merangkulmu. Hangat, tapi canggung rasanya. Kamu mau mengelak. Namun, kamu membiarkannya. Kamu berfikir, 'dia hanya sebatas teman yang naksir sama aku.' Kamu sedih dan membayangkan Justin. Akhirnya, kamu menaruh lengan Kevin ke sampingnya."Kev, maaf... Kamu terlalu dekat. I have a boyfriend, remember?" tanyamu sekaligus mengingatkan."Oh, ya... Maaf... hehehe," jawab Kevin malu.--- Kamu, Kevin, Mas Rio, dan Gita sampai di bandara di Atlanta. Kamu menghirup udara segar dan tersenyum lebar. Kamu seketika lupa akan kesedihanmu tadi."Atlanta..." katamu seraya menghela nafasmu."Bagus, kan?" tanya Kevin."Huh? Iya..." jawabmu santai.Kalian semua ke tempat penyewaan mobil. Kevin dan Mas Rio mengurus semuanya selagi kamu dan Gita sedang mengambil koper-koper kalian. Karena ada begitu banyak koper, kalian menarik 3 trolley, malah empat kali.Setelah Kevin dan Mas Rio selesai mengurus mobil sewaan itu, mereka segera lari membantu kamu dan Gita. Kevin sudah pasti membantu kamu terlebih dahulu."Sini, aku angkatin. Kamu yang kecil aja, tuh. Nanti keberatan lagi," kata Kevin perhatian."Eh, hmm... Makasih, deh.." katamu malu bercampur geli.Semua barang dan koper sudah diambil. Kamu dan yang lainnya menuju mobil sewaan tersebut. Mobilnya besar dan muat untuk kalian semua. Sopirnya orang negro, tapi baik sekali. Kalian jadi merasa terhormat sebagai penumpang dan penyewa.---Perjalanan 3 jam dari bandara menuju rumah Kevin membuatmu ngantuk dan capek sekali. Selain jetlag, kamu merasa mual dan nggak enak badan. Oh ya, karena Kevin membeli dua rumah, sebelah-sebelahan, jadi, yang sebelah lagi ia beri untukmu, Mas Rio, dan Gita."Udah, kalian sana... Istirahat dulu. Nanti malam, dateng ke rumah aku ya, (namamu). Aku ada pesta dan kejutan buat kamu," katanya lembut padamu."Bagus, deh. Gue udah gak tahan pengen tiduran di kasur beneran. Bukan di kursi... Yaudah, yuk Honey, (namamu)," ajak Mas Rio."Oh... jam berapa, Kev?" tanyamu sebelum meninggalkan rumah Kevin."Jam 8. Pokoknya, pake baju santai aja. Tapi, jangan lupa pake make-up yang bagus, ya?" Kevin memberi saran sekaligus merayu."Iya, deh. Nanti aku usahain dateng..." katamu sambil tersenyum.Akhirnya, kamu berjalan ke rumahmu. Cukup untukmu, Mas Rio dan Gita. Kira-kira nyamanlah buat ditempati selama kamu disini.Mas Rio memilihkan kamar yang berhadapan sama jendela tetangga buatmu. Sementara dia dan Gita ada di bagian sebelah kanannya yang berhadapan dengan jendela kamar Kevin. Awalnya, kamu menolak untuk menerima kamar itu. Tapi, setelah dipikir-pikir, kamu mengiyakan saja.---"Udah siap, belum?" tanya Kevin dari telepon pukul 7:45."Sabar... Nanti juga aku dateng, sih... Eh, Kev, udah dulu, ya? Mau bedakan, nih..." katamu mengakhiri percakapan."Oh... ya deh... see you!" kata Kevin memutus pembicaraan.Lima menit kemudian kamu sudah siap dengan segalanya. Kamu minta izin ke Mas Rio, lalu berlalu ke rumah Kevin. Sudah terdengar musik dan suara beberapa anak dari dalam rumahnya saat kamu mengetuk pintu rumah Kevin.Tok...Tok...Tok... Kamu memencet bel. Kemudian, ada seseorang yang menggerakkan pegangan pintu depan rumah Kevin. Saat ia membuka pintu, ternyata, yang kamu lihat adalah... "Hey..." sapa seseorang yang kamu kenal dengan nada yang datar sekali."R-Ry-Ryan?!" tanyamu saat kamu menemukan nama orang tersebut."Wait... OMG, (namamu)??!!!" kata Ryan kaget setengah mati. Ia spontan memelukmu. Kamu hampir tidak bisa nafas. Untung saja Ryan melepasmu. "Wow! It's been like forever since the last time we saw you!!! And damn!! Girl, you look freakin' hot!""Hahaha... yeah... Thanks, Ryan..." kamu tersenyum senang. Di benakmu, sudah ada bayangan wajah Justin disini. Karena, dimana ada Ryan, pasti ada Justin dan Chaz. "Ryan, is Justin here?""I don't know. But, I think... Yeah, there he is..." kata Ryan sambil menunjuk seorang yang punya rambut keemasan, tingginya kira-kira lebih 5 cm darimu, jaketnya berwarna abu-abu, memakai celana jeans dan sepatu Supra."Yeah... so, I'mma go to Justin... See ya 'round, Ryan!" katamu langsung mengambil langkah seribu ke arah Justin.Kamu menutup mata Justin. Ia gelagapan dan mengeluarkan kata-kata mutiaranya."Shit! Who's this?!" tanya Justin kasar.Kamu diam sambil cekikikan sedikit. Melihat Justin berusaha berbalik badan dan memegang wajahmu."Awwh, c'mon! Just tell me who you are!" kata Justin menyerah."Hmm... Hey, babe..." katamu mesra masih menutup mata Justin."(namamu)?? (NAMAMU)!!???" tanya Justin tidak percaya.Kamu melepas jarimu dari mata Justin. Justin langsung membalikkan badan dan melihatmu dari ujung kepala hingga kaki, lalu kepala lagi. Ia mengayunkan tangannya melingkari tubuhmu dan memelukmu erat. Ia mengecup keningmu dan kembali memelukmu. Kamu membalas semua pelukannya. Kamu meneteskan airmata di jaket Justin. Dia mengusap rambutmu menyuruhmu untukmu."I miss you so much, baby!" katamu saat memeluk Justin erat. Kamu terisak sedih dan bahagia."I miss you too, baby-girl... Calm down... Hug me tighter and promise me to never let me go and never let my heart drift away, okay?" kata Justin semakin membuatmu terharu."I won't..." katamu mengeratkan pelukanmu dan meneteskan segala airmata rindu di bahu Justin."I love you..." kata Justin diikuti kecupan di bagian atas kepalamu."I love you, too..." katamu sambil menangis.Kevin yang melihat kejadian itu, langsung menghentakkan kaki kesal. Sebenarnya, Justin memang kejutan darinya buatmu. Tapi, berhubung kamu sudah menemui Justin, ia tidak sempat lagi mendapat pelukan terimakasihmu."Shit!" gumam Kevin seraya menghantam tembok di dapurnya."What's wrong with you?!" tanya Chaz tiba-tiba."Huh? Nah... nothin'! I'm just upset!" jawab Kevin kesal."Why?" tanya Chaz penasaran."Because of a girl... She's just freakin' amazing, but unfortunately, she has a boyfriend! Shit!" kata Kevin lagi."Oh... No worries, you'll be done with her when you saw more romantic scene between the guy and the girl you like. You'll get so depress and start to forget her..." ujar Chaz seraya menepuk punggung Kevin."Shut up!" bentak Kevin."Whatev..." kata Chaz berlalu. Hari pertama sekolah. Kevin dan orangtuamu tidak mendaftarkan kamu ke sekolah umum lagi. Alasannya, kamu bisa-bisa diserang semua cewe karena sedang berpacaran dengan Justin Bieber, dan kamu juga harus lebih berkonsentrasi saat belajar. Jadi, kamu dimasukkan ke sekolah bersama Kevin, Justin, dan teman-temannya."Hari ini, belajar dimana, Kev?" tanyamu saat berjalan di trotoar bersama Kevin."Hmm... Gak tau. Kayaknya sih, di rumah si Ryan. Lagian, rumahku 'kan kosong dan berantakan. Nah, rumahmu, ada Mas Rio dan Kak Gita, gak sopan. Rumah Justin sedang ada ayahnya dan adik-adiknya, nanti mala keganggu belajarnya. Makanya, di rumah si Ryan aja..." jelas Kevin panjang lebar tanpa ekspresi."Oh... Kamu kenapa sih, kok bete banget kelihatannya?" tanyamu akhirnya memberanikan diri."Huh? Siapa bilang? Gak, kok. Udah deh, kita langsung ke rumah Ryan aja..." ajak Kevin sambil menarik pergelangan tanganmu.Kamu mengikutinya. Kalian berjalan di komplek perumahan yang sama. Di putaran terakhir, terlihat Brittany dan Kenya serta Jasmine dan Caitlin yang memasuki rumah Ryan. Kamu mengejar mereka meninggalkan Kevin. Kevin pun menyusulmu.Sampai di depan rumah Ryan, kamu terengah-engah."Udah... yok! Masuk... dulu..." ajak Kevin yang susah mengambil nafas.Kamu mengangguk. Lalu, Kevin menuntunmu ke pintu depan rumah Ryan. Ia mengetuk pintu dan dibukakan oleh... Justin!Posisi kepalamu sekarang sedang ada di bahu Kevin. Kevin tersenyum bahagia sambil merangkulmu. Sementara Justin melongok tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Kamu berada di antara alam sadar dan tidak sadar. Jelas saja, kamu lari satu blok dari putaran terakhir sampai depan rumah Ryan tanpa berhenti dan menghela nafas."Hey..." kata Justin datar. Suaranya memelan.Kamu menatapnya kabur dan lelah. Kamu hanya membalas senyum."Let's go, (namamu). You have to calm down. I'll get you some water..." kata Kevin sok perhatian.Karena kamu tidak punya pilihan, kamu mengangguk saja dan duduk di sofa. Pandangan Justin tidak berubah, kesal, cemburu, sedih, bercampur aduk semuanya. Kamu tidak bisa melakukan apa-apa. Justin menatapmu lalu meninggalkanmu sendiri di ruang tamu."Jus...tin..." rintihmu. "Please... Don't go..."Justin berusaha untuk tidak menghiraukanmu dan terus berlalu. Meskipun, matanya sudah berkaca-kaca dan tangannya mengepal. Ia berusaha menenangkan dirinya dan berlari ke kamar Ryan.Di kamar Ryan, Justin duduk di atas tempat tidur."Damn!!! Kenapa sih, harus ada yang ganggu hubungan gue sama (namamu)! Tapi, kenapa (namamu) tadi tenang-tenang aja?! Seharusnya, dia nyadar donk, ada pacarnya di depan mata, sementara dia berdekatan dengan cowo lain!!!" bentak Justin lalu menendang skate-board Ryan yang ada di dekatnya. Ia memukul dinding dan terus menggerutu. Akhirnya, ia teriak saat merebahkan diri di kasur.---Pelajaran biology kali ini sepi unyi tidak ada suara. Seakan, jika Justin tidak memulai pembicaraan, yang lain tidak ad yang berani. Kamu pun begitu. Kamu merasa sedih melihat Justin seperti ini. Sekarang, kamu sudah lebih sadar dari yang sebelumnya. Chaz mengisyaratkan waktu istirahat. Gurunya pun menghentikan pelajaran.Kamu menghampiri Justin yang duduk sendiri di atas sofa. Tapi, sebelum kamu sampai di sebelah Justin, Jasmine menyerobot tempatmu. Ia membawakan Justin minuman. Justin tetap diam tidak bereaksi. Kamu melangkah mundu ke belakang. Kamu tidak ingin mengganggu Jasmine dan Justin. Tapi, saat Justin menerima minum dari Jasmine, kamu menangis dan langsung berlari ke atas.Caitlin melihatmu. Ia mengkomandoi Brittany dan Kenya agar pergi menghiburmu. Mereka bertiga masuk ke dalam kamar dimana kamu sedang menangis."Hey... What's wrong, sweetheart?" tanya Caitlin saat ada dalam kamar. Ia sudah seperti kakakmu sendiri semenjak dia berubah."Justin..." jawabmu sambil menangis."What's with him? He hurt you?" tanya Brittany."No. I did..." jawabmu menyesal."Huh? What do you mean?" sambung Kenya."I hurt Justin. But, I didn't know it at first..." jawabmu berusaha untuk tenang. "Aku tidak tahu kalo Kevin itu sebenarnya adalah teman Justin yang dulu pernah tinggal di Kanada juga. Nah, Justin juga tidak tahu kalau aku adalah teman Kevin yang sama-sama dari Indonesia. Ia mungkin kaget saat melihatku dirangkul sama Kevin. Padahal, waktu tadi, aku sudah hampir pingsan. Jadi, aku setengah sadar setengah tidak....""Oh... tapi, kenapa kamu nangis?" tanya Caitlin."Tadi, saat aku ingin menjelaskan semuanya sama Justin, aku didahului oleh Jasmine. Ia duduk di sebelah Justin dan menawarkan minum untuk menenangkan diri. Awalnya, Justin menolak. Tapi, setelah Jasmine sedikit memaksanya, dia terima. Jasmine menatap ke arahku tadi, licik banget tatapannya. Justin hanya memandangku sedih..." jawabmu diikuti tangismu."Aww... I wish Jasmine wasn't there. So, you can explain everything to Justin..." tambah Brittany."(namamu), sekarang, kamu pergi ke Justin jelasin semuanya. Kalau kamu didiemin sama dia, kita-kita usahain apapun supaya kamu bisa kembali ke Justin..." ujar Caitlin."I'mma kill that Jasmine or Kevin if they screw this up! Watch me later..." kata Kenya dengan logatnya. Kamu tertawa kecil. Mereka bertiga tersenyum kalian, berpelukan tanda sahabat.---Justin sedang bersama Kevin di dapur saling membisu dan berselisih. Justin menatap Kevin sinis, begitu juga Kevin. Kamu melangkahkan kaki ke dapur. Memberanikan diri untuk menjelaskan semuanya ke Justin. Kedua cowo tadi memandangmu; Kevin dengan pandangan bahagia dan Justin dengan pandangan kecewa. Kamu menahan airmatamu. Justin mencoba pergi darimu supaya kamu bisa berduaan lagi dengan Kevin. Tapi, kamu memegang lengannya."Please... Justin..." bisikmu.Justin tidak menghiraukannya dan melepaskan genggamanmu. Kamu tersentak ke belakang, hampir jatuh. Justin berhenti sejenak kemudian, menoleh ke arahmu. Tatapanny berkata bahwa Justin sebenarnya tidak bermaksud mendorongmu. Tapi, Justin berusaha mengabaikannya. "Justin... Please. Can't you give me one minute to explain?" pintamu."Why do I have to? I've seen it and I don't need explanations..." jawab Justin."But--" kamu merintih tapi, Jasmine entah darimana muncul dan langsung mengajak Justin pergi darimu."C'mon Justin..." ajak Jasmine.Awalnya, Justin tidak mau. Kemudian, dia berjalan saja mengikuti Jasmine. Kamu makin merasakan sakitnya. Kevin yang mendekatimu, kamu cegah."Stop! Leave me alone..." katamu setengah membentak Kevin.Ryan mendengar semua bentakan tadi. Ia mengajak Chaz masuk ke dalam agar bisa menenangkanmu. Ryan menanyakan apa yang terjadi. Kamu menceritakan semuanya. Ia kontan mengejar Justin yang diajak Jasmine ke taman. Saat hendak ingin melangkahkan kaki ke luar rumah, Ryan menarik lengan Justin."Get off of me!" bentak Justin."Dude! What's wrong with you?! You're with (namamu) not with Jasmine! Wake up, man!" balas Ryan dengan bentakan pula."I WAS with her. Now, she's going with Kevin, my own friend! Doesn't she understand how hurt it is, to see her with him?!" bentak Justin sambil mengepal tangannya."At least, you talk to her and listen to the things you haven't heard! Man, wake up! Just... You know what, if you're not gonna listen to (namamu) and forgive her, I think, I'm losing my friend. You never act like this since your parents divorce! You always stay patient and try to solve the problems by the cool way. Come on, dude! You've been with her like 2 years and nothing happened until this?! Give her a chance to talk..." ujar Ryan. "And, do NOT push a girl!"Justin membeku dan bisu seketika. Ia baru sadar, kalau ia berakting terlalu berlebihan. Jasmine menunggu Justin dari tadi."Jasmine, I'm sorry... Just now, leave me alone. Go with Chaz or whoever. I got a girl to save..." kata Justin pada Jasmine. Justin langsung masuk ke dalam rumah sebelum Jasmine bisa mengatakan sesuatu."Ugh! You're a B**CH, Justin! Can't you give me a chance?!" sahut Jasmine dari luar rumah."Oh, shut up, SH*T! You better be quiet and stay put, or I'll call Chaz to shut you down..." ancam Ryan.---Kamu mengunci diri di kamar Ryan setelah ditenangkan oleh teman-temanmu. Kevin dan Jasmine diusir dari rumah itu. Kevin kesal, akhirnya, ia kembali ke rumahnya dan berusaha untuk melupakan kamu. Sayangnya, ia tidak bisa memulangkanmu lagi ke Indonesia. Jasmine sendiri pergi ke taman untuk menenangkan dirinya sendiri. Barang kali, dia akan menemukan sesuatu yang lebih 'menarik' dibandingkan Justin. Atau malah, diserbu oleh para Beliebers dan Jasminators.Kamu berbaring di kamar Ryan. Memikirkan semuanya. 'Aku harusnya menolak ajakan Kevin ke sini! Aku seharusnya gak pernah lari mengejar mereka tadi! Aku seharusnya gak pernah mau diajak kesini! Bodoh!' gerutumu pada dirimu sendiri.Suara-suara teman-temanmu dari luar terdengar jelas. Kemudian, mereka terdiam sejenak dan tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk pintu kamar Ryan. Tanpa aba-aba dan izinmu, orang itu masuk. Kamu tidak melihat siapa dia."(namamu)..." panggil seseorang yang familiar di telingamu. Justin."Hey, Justin. What's wrong? I thought you were going with Jasmine. Why are you still---" kamu terus menanyakan pertanyaan sampai akhirnya Justin memotong kata-katamu."Can you keep your mouth quiet just for a second?" tanya Justin yang langsung duduk di sebelahmu."Oh... Sorry..." jawabmu datar. Kamu tidak menatap Justin, belum. Kamu takut akan terpesona pada mata coklat Justin yang indah, bibir Justin yang lembut, serta raut muka Justin yang sempurna. "So, what were you gonna say?""I..." kata Justin. "You, what? Hate me? Thanks..." katamu sedih. Kamu berpaling ke arah yang berlawanan. Mencoba untuk tidak menatap mata coklat Justin yang indah, bibir Justin yang lembut dan lembab, dan wajahnya yang sangat pas."No... I love you, (namamu)," kata Justin seraya mengambil posisi di sebelahmu. "Please, don't cry. Justin doesn't want his future angelic wife cry..."Kamu kaget. Kemudian, kamu tertawa kecil. Kamu menyuruh Justin untuk duduk lebih dekat lagi. Justin membiarkanmu untuk menyandarkan kepalamu di bahunya. Kamu pun melaksanakannya."I love you, Justin..." katamu saat lengan Justin sudah merangkulmu. "I love you, my future angelic husband. I love you my sweet-cupid-boy. I love you, Justin Drew Bieber..."Justin tersenyum. Kamu merasakan raut mukanya yang sedang tersenyum karena kepala Justin sedang disenderkan di kepalamu."I love you, too, (namamu)..." jawab Justin. Ia makin mendekatkan tubuhnya ke tubuhmu. "I love you, my future angelic wife. I love you, my sweet-pretty-candy. I love you, (nama panjangmu)...""Hahaha... You always win at nicknames, huh? And I love that the most from you..." katamu."I know... I love everything from me, huh?" tanya Justin mesra."I think..." jawabmu datar. "No, I do."Justin tiba-tiba menggendongmu dan mengajakmu keluar kamar. Setibanya di luar, semua langsung menyoraki kalian."Wooo! We got our King and Queen back! I wonder what the prince and princess look like..." sahut Brittany girang."Hahahaha..." semua tertawa lepas.---Pelajaran sejarah menjadi tidak membosankan saat kamu dan Justin bercanda terus. Untung saja guru kalian sabar dan tabah menghadapi kalian.Justin mulai menaruh tangannya di samping perutmu dekat tempat paling gelimu. Ia menggelitikmu. Kamu teriak."Ada apa, (namamu)?" tanya guru kalian."Justin menggelitikku, Mrs..." jawabmu masih merasa geli karena tangan Justin masih ada di sekitar spot tergelimu."Justin... Please..." kata gurunya."Okay... I'll stop," kata Justin santai.Kemudian, kalian kembali mengerjakar soal."I got you, babe..." kata Justin seraya merayumu.Chaz dan Kenya yang duduk di samping kalian cekikikan sendiri."Whatev..." katamu datar tanpa ekspresi."Call me 'babe' or I'll tickle you again..." ancam Justin mulai memegang titik tergelimu."Okay... Babe, can you PLEASE stop tickling me?" tanyamu lembut."Okay... Fine with that..." kata Justin mengalah.Namun, Justin tidak menyerah begitu saja. Ia terus mengganggumu dengan cara apapun. Kamu menyukainya dan mulai membalas segala gangguan tersebut.Entah kamu sengaja menyenggol pulpen Justin, menggeser bukunya, atau malah menutupi jawabanmu yang dari tadi berusaha Justin contek."Oh, I'm gonna get you, young lady..." kata Justin sedikit mengancam."I'll bet you can't and you won't..." kamu bertaruh."You'll see..." kata Justin sambil tersenyum puas.Dalam hati, kamu penasaran dengan pembalasan Justin. Pasti, dia tidak berani mencelakaimu. Pasti balasan itu akan menjadi balasan yang indah dan bagus. Kamu hanya tersenyum. Hari ini, kamu tidak berkunjung ke rumah Kevin. Justin juga tidak mengajakmu kemana-mana. Pokoknya, hari ini, kamu sepi deh di rumahmu. Ryan dan Christian ada latihan Football, sementara Chaz latihan basket. Brittany dan Kenya sedang sibuk dengan pacar mereka. Caitlin ada les ballet. Kevin, kamu rasa sedang pergi refreshing sendirian seraya ia mencari gadis baru untuk disukai. Jasmine, semenjak diusir kemarin, ia tidak berani lagi muncul. Justin... Kamu tidak tahu ada apa dengan Justin hari ini. Ia seperti melupakan kamu.'Hey, babe... I wanna talk 2 u... please, answer my messages!!! T_T' kamu mengetik sms ke Justin. Kamu menunggu pesan masuk selama sepuluh menit. Akhirnya, Justin membalasmu juga.'Nah... I can't. I'm busy 4 sumthin'.. TTYL(talk to you later)!!! :)' jawab Justin singkat. Kamu menghembuskan nafas tanda kesal. Dalam hati kamu berbisik, ikh! Justin kenapa sih, ngacangin aku?! Rese' banget! Tau ah... liatin aja, ntar beneran aku kacangin!!! UGH!Kamu membalas smsnya lagi, 'k, then, go on with the thing u do. I DON'T MIND at ALL...' kamu mengetik smsmu dengan kesal. Setelah sms terakhir itu, Justin tidak menjawab lagi.Di lain waktu, di rumah Justin, ia sedang tersenyum melihat sms terakhirmu. Ia merencanakan sesuatu untukmu. Dari tampang senyumnya yang sedikit menggelikan."Ada apa Justin? Kok, kamu senyum-senyum sendiri, nak?" tanya Pattie yang tiba-tiba muncul."Gosh, mom. Don't make me surprised like that! Geez... Nah, I'm up to something, but good. It's all for (namamu)..." kata Justin jujur. "But, PLEASE, don't tell her...""I won't, honey..." jawab Pattie singkat, tapi meyakinkan."Thanks, mommy... I LOVE you..." kata Justin berlagak seperti anak kecil seraya memeluk mamanya tercinta itu."Aww..." kata Pattie sambil memeluk balik.---Sudah jam 2 siang, kamu masih berdiam diri di rumah. Mas Rio dan Kak Gita pamit pergi jalan-jalan sampai jam 8 malam. Kamu makin kesal. Gimana nggak? Lagian, di rumah cuma ada makanan, tv, komputer, hp, mp3, dan alat-alat lain yang membuatmu bosan. Kamu menghidupkan tv, tiga channel yang sedang menyiarkan gosip menampakkan wajah Justin. Kemudian, foto tersebut diganti oleh fotonya yang sedang memelukmu. Kamu tersenyum. Kemudian, kamu mengganti channel lagi. Penyiar sedang bertanya, "So... Who was the lucky girl? Is it Bieber's dream girl? Or just some friends of him?" Kamu menjawab sendiri, "Neither... I'm his GIRLFRIEND, old lady!" Lalu, kamu mengganti channel lagi, ada wajah Justin lagi. 'Lah... Bisa banget tiga channel berturut-turut nampakkin wajahnya, ya?' batinmu.---Pukul lima sore, masih sendiri. Tiba-tiba, ada yang mengetuk pintu rumahmu. Kamu berharap itu Mas Rio atau orang yang kamu kenal. Kamu mengintip keluar lewat jendela sebelum membukakan pintu. Yang kamu lihat adalah seorang anak laki-laki memakai jaket abu-abu dengan hoodie-nya. Sambil memasukkan tangannya ke kantung jaketnya. Kamu merasa takut awalnya, karena mengira bahwa itu 'stranger'. Tidak biasanya ada anak laki-laki yang datang jam segini.Tapi, kamu membukakan pintu juga. Anak laki-laki itu memberimu surat beramplop merah jambu, bunga mawar, dan sekotak coklat. Sebelum kamu mengatakan sesuatu, anak itu sudah berbalik ke belakang dan berlalu. Kamu masih dalam rasa kaget. Penasaran dan senang merasukimu. Kamu menutup pintu rumah dan langsung menuju kamarmu.Di kamar, kamu mencium bunga itu, wangi dan kelihatan seperti baru dibeli. Kamu perlahan membuka amplop merah jambu itu. Kamu mengambil suratnya dari dalam. Dan mulai membaca... "Hey, please go to the park at 7... Wear something nice.. I'll be there..." hanya singkat, padat dan kurang jelas untukmu. Anyway, kamu tetap merasakan penasaran. Selagi, Mas Rio bakal pulang jam 8, kamu bergegas siap-siap. Hanya ada dua jam untuk mulai merias dirimu. Tapi, kamu masih belum tahu siapa pengirim surat 'cinta' itu.-----06:30-----Taman di perumahanmu cukup jauh dari rumahmu. Jadi, kamu harus berangkat lebih awal. Kamu mulai berjalan di dinginnya malam. Jalanan sepi dan seolah-olah, lampu di trotoar serta sinar bulan menjadi penerang jalanmu. Semua rumah menyalakan lampunya, tapi sepi sekali rasanya. Kamu sampai di belokan terakhir. Kamu berbelok sambil mengelus-elus lenganmu karena kedinginan. Tapi, tidak begitu dingin, sih.Akhirnya, kamu sampai di taman. Satu kata : QUIET. Kamu tidak melihat satu spesies makhluk hidup. Paling, cuma ada pohon dan beberapa bunga. Kamu berjalan menuju bangku taman menunggu si pengirim surat.Tiba-tiba, di tengah-tengah sepi, ada lilin yang dinyalakan, di seberang bangkumu di atas rerumputan. Lalu, di bagian sebelahnya, ada lagi lilin yang menyala, kamu berdiri karena kaget. Menatap lilin-lilin kecil itu, membentuk hati. Kamu tersenyum heran dan kembali duduk. Kemudian, lampu-lampu yang digantung di atasmu menyala dengan sendirinya. Kamu merasakan takut dan bahagia sekaligus. Tapi, kamu setia menunggu.Setelah 10 menit menunggu, ada suara genjrengan gitar dari arah belakang. Kamu sudah mulai bosan dengan kejutan ini dan mencoba untuk tidak berbalik muka ke belakang."My prize possession, one and only... Adore ya, girl I want you... The one I can't live without, that's you... That's you... You're my precious little lady, the one that makes me crazy, of all the girls I've ever known, it's you... It's you... My favorite.. My favorite, my fav-rite girl..." seseorang menyanyikan lirik lagu pacar kamu. Kamu sudah menduga siapa yang menyanyi tadi, Justin. Tapi, kamu berusaha tidak mengiraukannya. Alasan pertama, kamu kesal karena tadi siang, dia sibuk dengan urusannya dan berlagak seolah lupa sama kamu. Dua, kamu harus lama menunggu. Tiga, kamu pengen berakting kesal di hadapan Justin... hehehe..."Babe..." panggil seseorang tadi dengan mesra.Kamu tetap duduk tidak menjawab. Memasang wajah kesal."(Namamu)" panggilnya sekali lagi. "Babe... Please..."Kamu tetap diam dan berusaha untuk tidak berbalik. Sekarang, dugaanmu 100% akurat. Suara Justin, gaya memanggilnya, dan kata 'babe' yang sering ia sebutkan saat memanggilmu."You're mad at me?" tanya Justin yang mendekat ke kamu. Ia melingkari lehermu dengan tangannya. Menaruh dagunya di bahumu. "(namamu)? Baby, I'm so sorry... Please, answer me..." sekarang Justin mulai khawatir."Don't you 'I'm so sorry' me! You've forgotten about me!" kamu berdiri dan berjalan menjauh.Justin menahan langkahmu dengan sentuhan tangannya di lenganmu. "I didn't forget you... Don't understand it in the wrong way. First, I LOVE you until forever lasts forever. Second, I want to give you a surprise. Third, you look BEAUTIFULLY GORGEOUS tonight. Fourth, this is my 'revenge'. Don't you remember?" jelas Justin.Kamu luluh dan berbalik arah. "All right, first, your first reason didn't even make sense. Well, kinda... But, whatever. Second, why do I have to wait for 30 freakin minutes for you to show up and sing your song? Third, don't give me compliment when I'm mad! Fourth, no, I didn't remember. That's why I'm upset with you," tiap kalimat, kamu melangkah makin dekat dan makin dekat ke hadapan Justin. Sampai akhirnya, jarak muka kamu dan Justin hanya satu jengkal."Aww... But, please, my future angelic wife, forgive me, your future angelic husband... Pleaseeeeeee... I know your heart wants to forgive me, and damn girl, you're such a good actress!!! I'm prouda you! BTW, get closer..." canda Justin di tengah-tengah keseriusanmu."Man, you got me... Okay, I forgave you. I'm sorry... Now, babe, what do you have for me?" tanyamu penasaran."I got you this..." kata Justin. "Yo, people, show yourself!" aba-aba Justin.Tiba-tiba Chaz, Ryan, Christian, Caitlin, Brittany, Kenya, Mas Rio, dan Kak Gita, serta beberapa tetanggamu termasuk Kevin dan pacar-pacar sahabatmu dan wartawan-wartawan serta paparazzi muncul dari balik pohon-pohon di taman yang besar. Kamu menyoroti tiap orangnya. Terakhir, kamu melihat Pattie, Jeremy, Jazmyn, Jaxon, istrinya Jeremy, Scooter, Justin's band, dan bunda serta ayahmu. Kamu dengan spontan memeluk Justin. Mencium pipinya dan berkata, "I love you, too... I love this. I love you 'til forever lasts forever! I love you, Justin Dre Bieber!""Awwwwww..." orang-orang yang berdiri di sekeliling kalian bersorak."I love you, too, (nama panjangmu)!" kata Justin diikuti kecupan sayangnya di keningmu lalu di kedua pipimu.Setelah, kejutan besar itu diperlihatkan oleh Justin, kamu menghampiri orang tuamu."Bun, kapan berangkat kesini?" tanya kamu."Saat kamu sampai kesini," jawab Bundamu singkat."Lah?" tanyamu tidak percaya."Iya. Katanya kan, ada pesta di rumah Kevin, setelah pesta, Justin menelpon Bunda lewat skype. Ia menanggung semua biayanya. Baik banget sih, pacarmu itu..." kata Bundamu sambil mencubit pipimu."Oww... Iya donk..." jawabmu.Tiba-tiba, Justin merangkulmu dari belakang. "May I borrow your daughter, (nama ibumu dan ayahmu)?" tanya Justin sopan di depan kedua orangtuamu."Sure..." jawab kedua orangtuamu. Kamu tersenyum malu."Come on, sweety!" ajak Justin. Kedua orangtuamu tertawa."Mom! Dad!" keluhmu."Sorry... You guys are so cute and adorable if you stay like that..." kata Ayahmu.---Sudah jam sepuluh malam. Beberapa orang dan paparazzi sudah pulang. Tinggal kamu, Justin, dan kerabat dekat kalian. Justin mengajakmu berbaring di bawah bintang."I love you..." kata Justin sambil mengelus lenganmu."I love you, too..." jawabmu.Kalian berbaring disana sambil membicarakan hubungan kalian. Akhirnya, kalian pun tertidur disana. Chaz dan Ryan memberitahu kedua orangtua kalian. Mereka bergegas membawa kalian berdua pulang tanpa memisahkan kalian berdua. ----The End---
