"Lo suka sama siapa, Rei?" tanya Vita, teman sebangku Reini di kelas 8 ini.
"Hahaha... Gue? Suka sama orang? Yang jelas, nggak bakal anak sini!" jawab Reini diikuti tawa sinisnya. "Lagian, kalo sempet gue suka sama anak di sekolah ini, gue berarti udah gila. Mata gue udah katarak, hati gue udah error, dan aneh, deh!"
"Oke. Gue pegang omongan lo, Rei!" tantang Vita.
"Apa kata elo deh, Vit," jawab Reini sedikit kesal.
***
"Dly, lu gay, ya?" tanya Tio polos sekaligus mengejek.
Tinju Adly langsung mendarat di bahu kiri Tio dengan lempengnya. "Heh, Nyet, kalo gue gay, gue udah nyium elo dari kapan tau. Kalo gue nggak gay, sampe kapanpun, gue NAJONG nyium elo!"
Tio memberi wajah manyun. "Kirain. Soalnya, elo nggak pernah kelihatan gandeng cewek, sih. Itu yang salah, gan."
Adly tertawa sinis. "Buat apa masih umur segini pacaran dan gandeng cewek? Belajar dulu, pe'a!" Melayang satu toyoran Adly di kepala sebelah kiri Tio.
"HEH, MAN! Gimana elo bisa dapet cewek kalo sama sohib kagak tau ngomong-tanpa-fisik?! HEUH!" Tio mengomel sambil menjitak Adly. Adly hanya tertawa, meskipun kepalanya nyaris terbentur meja sebelahnya.
***
Pelajaran matematika di kelas 8-1 bener-bener bikin otak kerja keras kayak kerja RODI! Gurunya yang galak nggak ketolongan dengan santainya memberikan lebih banyak soal lagi dan lebih banyak soal lagi dan LEBIH MUMET! Yang jelas, anak-anak sekelas benar-benar harus segera diselamatkan otaknya, sebelum benar-benar meledak.
"Vit, lo tau puyeng, gak?!" tanya Reini dengan suara berbisik.
"Tau, Rei. Gue juga lagi ngerasain hal yang sama," jawab Vita sambil menjambak ujung-ujung rambutnya. "Ini Pak Ipul kapan selesainya, ya? Udah sepuluh menit lewat bel istirahat! Ugh!"
Anak-anak semua langsung sat-set-sat-set dengan sebelahnya dan ketua kelas, Adly. Adly mengangguk-angguk sok tau tentang apa yang mereka sat-setkan.
"ADLY!" bisik Reini yang duduk tepat di belakang Adly.
"Paan, sih?!" jawab Adly kesal.
"Elo mau masuk RSJ gara-gara kebanyakan meres otak?! Hah?! Ini istirahat udah ngaret sepuluh menit, gila! Tegur, kek," pinta Reini dengan amat sangat. "Kalo elo emang mau jadi gila, jangan bawa-bawa gue dan temen-temen, dong. Gue butuh istirahat, cuy!"
Adly terkekeh. "Bawel!"
Setelah perdebatan semenit itu, Adly akhirnya menegur Pak Ipul. Baguslah, sang guru sadar kalau ia sudah memakan waktu sepuluh menit dari biasanya. Alhasil, istirahat kelas 8-1 dipanjangkan sepuluh menit.
***
Di kantin lagi ramai-ramainya makhluk ngantri mie goreng Mamah. Entah dari mana asal nama itu, yang jelas penjualnya emang ibu-ibu yang sifatnya mirip mama-mama pembeli. Galak, tapi sayang dan mau masakin. Reini memutuskan untuk menitipkan jajanan pada Tio, yang kebetulan hari ini lagi baek-baeknya.
"Yo, beliin gue mie goreng Mamah, ya. Gue kasih ongkos jalan, seceng! Oke. Tio baiiiiiiiiik deh," rayu Reini, diikuti Vita dan enam teman lainnya.
"Heh, Nyong, elo semua! Gue cuma bisa ditugaskan beliin makanan buat cewek. Kalo cowok, BELI SENDIRI! Terus, khusus buat Reini yang imut, gue nggak usah dikasih ongkos jalan, deh. Gue ikhlas," ujar Tio balik menggoda Reini. Dengar kabar, Tio itu naksir Reini. Jadi, tidak heran kalo Tio senang disuruh-suruh gadis itu.
"Makasih, Tioooooo!" jawab Reini sok imut.
***
DUG!
"Oww!" teriak Reini kesakitan.
Bola basket yang baru saja memberikannya cap di ubun-ubun terpantul-pantul tidak jelas. Reini kesal dengan orang yang tidak bertanggung jawab atas bola basketnya.
"Rei, maaf ya. Nggak sengaja, deh. Hehe... Maaf ya, Rei," pinta Adly cengengesan.
Reini berjalan dengan entakkan ke arah Adly. "Elo itu yang bener maen basketnya. Jangan sok banget kalo emang nggak bisa!"
Adly merasa tersinggung dibilang seperti itu. "Rei, gue kan, udah minta maaf. Kenapa elo mesti ngejek lagi?!"
"Karena nggak pantes cowok nyakitin cewek! Dalem kondisi atau dengan alasan apapun! BANCI!" bentak Reini sambil menunjuk Adly tepat di depan hidungnya.
Beberapa saat kemudian, lapangan basket sudah ramai melihat adu mulut Adly dan Reini. Adly, sebagai cowok tidak bisa dan tidak boleh main fisik. Sementara itu, Reini, yang kodratnya sebagai cewek lebih banyak kesempatan untuk memukul tanpa kena balasan. Tapi, Reini masih tahu diri kalo yang namanya cewek itu harus lembut dan sabar ngadepin cowok tempramental.
"HEH! Adly, elo gila ya, berantemnya sama cewek!" ejek Tio yang langsung menyeruduk sejumlah anak yang mengelilingi area 'tinju'.
Adly tetap saja mengotot-ngotot ria dengan Reini.
"ADLY!" bentak Tio akhirnya.
"APA, YO?! LO MAU BELA DIA?! MAU BELA CEWEK YANG ELO TAKSIR DAN KHIANATIN SOHIB LU?! SIAPA YANG NGGAK SOLIDER SEKARANG, YO?! CUMA GARA-GARA CEWEK KECENTILAN KAYAK GINI, ELO BISA KAYAK GITU! HEBAT LU, REI!" jawab Adly yang sudah tidak tahan lagi.
Sekejap, Reini terdiam. Bisu. Hanya dapat mematung dan perlahan meresapi kata-kata Adly yang sangat amat sungguh menyakitkan untuk seorang cewek.
"ADLY, ELO BANCI! GILA! GUE BENCI SAMA LO, DLY!" balas Reini yang kemudian berlari ke pintu gerbang belakang sekolah dan tanpa sadar, ia menangis.
***
Esoknya, keadaan kelas jadi hening karena adu debat kemarin siang. Adly dan Reini tidak dapat pindah tempat duduk sampai pekan berikutnya karena sudah dijadwalkan. Akhirnya, Reini bolak-balik ngungsi di bangku teman lainnya. Vita, yang sudah tahu kisah debatnya dari awal sampai akhir saat Reini nangis, merasa iba pada teman karibnya dan kesal setengah mati pada Adly yang bersikap sangat nggak-cowok-banget. Tio, yang nggak habis pikir kemarin Adly mengejek cewek gebetannya 'KECENTILAN' mendiamkan Adly. Dengan perilaku yang jauh beda dari sebelumnya itu, Adly merasa tenang, tapi juga merasa bersalah. Ia tahu kalau Reini menangis sesaat setelah mengatakan 'GUE BENCI SAMA LO, DY!' kemarin.
Jadi, setelah Reini berlari keluar dari gerbang belakang, Adly yang melintas menuju parkiran motor, yang sialnya ada di dekat gerbang belakang sekolah, melihat Reini. Awalnya, Adly merasa menang dan sumringah melihat akhirnya lawan debatnya runtuh. Tapi, karena Adly cowok tulen yang juga memiliki hati dan perasaan kalo ngeliat cewek, ia merasa bersalah. Baginya dan menurut ilmu yang sudah ia terapkan dalam keluarganya, membuat seorang wanita/cewek/sejenisnya menangis adalah sesuatu yang bener-bener kelewatan. Apalagi, hanya karena hal sepele contohnya kegebok bola basket karena tidak sengaja. Betul apa kata Reini. Adly merasa gagal jadi cowok baik.
Sesekali, di waktu yang sibuk, Adly menyempatkan diri melirik keadaan Reini yang masih kelihatan syok. Gimana nggak? Bayangin saja, seorang cowok, siapapun itu bagi kalian, berkata 'CEWEK KECENTILAN' ke kalian, khususnya cewek. Nggak sakit hati?!
***
Setelah kira-kira empat bulan bermusuhan, Adly dan Reini masih saja berdiam-diaman. Sayangnya lagi, saat kelas 9 saat ini, keduanya berada di kelas yang sama lagi. Reini gedek setengah mati melihat hasil rapotnya yang bisa dibilang luar biasa hebat dan harus menerima konsekuensi bersaing di kelas unggulan lagi bersama, Adly! Adly sendiri merasa dirinya fine-fine aja dengan semua itu. Ia sudah melupakan kejadian itu. Tapi, masih ada sisa rasa bersalah yang teramat dalam di hatinya.
Bel masuk sudah berbunyi. Reini yang kebetulan ngaret setengah jam, masih diperjalanan menuju halte di depan sekolah. Pakaiannya yang tadinya sudah rapi jadi nggak bener semua. Untung saja, masih ada sisa waktu beberapa menit sebelum bel berbunyi.
Adly, entah kenapa, hari ini malas sekolah. Soalnya, sudah jadi kebiasaan guru untuk memberikan 'Soal Perkenalan' pada siswa tiap awal masuk setelah liburan panjang. Padahal, biasanya, Adly paling doyan makanan berjenis angka dan huruf digabungin gitu. Aneh emang.
"Eh, ada bangku lagi, gak?" tanya Reini yang akhirnya sampai di kelas tepat saat bel berbunyi untuk ketiga kalinya.
"Ada tuh, Rei. Yang paling pojok," tunjuk Dinda, anak kelas 8-4 yang ternyata jago banget di bidang olahraga, terutama renang.
"Din, beneran masih kosong? Perasaan, jumlah muridnya 36, deh. Genap," jawab Reini sambil meletakkan tasnya di bangku yang tadi ditunjuk Dinda.
"Si Adly belum muncul," jawab Dinda enteng.
"Rei, elo bakal duduk sama Adly, loh. Udah mojok, sama-sama ngaret, diem-dieman, aneh lagi. Oalah.. Gue jodohin juga, deh," komentar Fitrian, konco basketnya Adly.
Reini langsung melongos tak percaya. Fitrian emang kadang kalo ngomong suka langsung nusuk. Tapi, itu juga yang buat banyak orang dan banyak telinga dan banyak mata terbuka. Soalnya, omongan si Fitrian emang masuk akal semua, walaupun punya potensi besar buat nyakitin hati.
***
Meja paling pojok sebelah kanan di kelas 9-1 sepinya bisa nandingin kuburan. Kedua kubu emang bener-bener dingin dan nggak saling dekat. Walaupun jarak aslinya itu kurang dari semeter.
"Kerjakan halaman 12, bahasa Inggris, yang percakapan bersama teman satu meja," ujar Bu Elliot, guru baru asal Australi yang merangkap jabatan sebagai guru les bahasa Inggris SMP Negri 116 dan guru bahasa Inggris kelas 9. Luar biasa.
Mendengar tugas itu, bulu kuduk Reini berdiri. Bekerja sama dengan banci?! Makasih, deh! batin Reini menggerutu.
"Kalo tugas dipelototin terus, bukan jadi nilai, Rei. Jadinya malah kertas bersih!" ujar Adly menyadarkan pikiran Reini.
Reini hanya menarik buku paket Bahasa Inggris mereka dan mulai berpikir tentang tema percakapan singkatnya.
"Kerjanya bareng-bareng. Bukan individual, Rei," tegur Adly berusaha keras mengajak Reini komunikasi.
Lagi-lagi, cewek yang diajak ngomong diem aja dan menaruh kembali buku paketnya di atas meja. Kalo dipikir-pikir, enak juga ngediemin orang sok kenal kayak Adly. Itulah yang ada di dalam pikiran Reini sekarang.
Adly sudah terlihat serius saat menuliskan percakapan versinya. Dengan begitu, Reini ikutan serius sama versinya. Setelah selesai, Adly menyuruh Reini membaca karangannya, sementara tanpa diminta, Adly membaca karangan Reini.
Reini : "Why did you hit me with that ball?!"
Adly : "I wasn't focus. I'm so sorry, Rei."
Reini : "Well, it hurt so bad. But, since you said 'sorry', I forgive you."
Adly : "Thanks. I promise it won't happen again."
Reini : "You better do. Anyway, go on with your game."
Itu adalah hasil karya Adly yang mengungkapkan isi hatinya tentang bagaimana seharusnya perdebatan empat bulan lalu berakhir.
Inilah hasil dari Reini:
Adly : "Hey, watch out!"
Reini : "OWWW!"
Adly : "I'm soooooo sorry. I didn't see you coming this way."
Reini : "It hurts so bad! God, damn it!"
Adly : "I really am sorry. I'll help you clean up and I'll carry you to the nurse room."
Reini : "You don't need to. I just need your apologize."
Adly : "Well.. I'm so sorry. Again. Like, truly am sorry."
Reini : "That's better."
Membaca keduanya secara bersamaan membuat pikiran jadi sadar. Kedua kubu ingin berdamai. Tapi, Reini masih saja menyimpan sakit hati, meskipun nggak tertera di dalam teks dramanya. Sedangkan Adly masih menyimpan sejuta rasa bersalah.
"Dly..."
"Apa?"
"Gue... Percakapannya bagus."
"Oh. Punya lo juga, kok."
Hening.
TEEEEEEEEET!!! Bel berbunyi. Kelas langsung kosong setelah guru bahasa Inggris meninggalkan lokasi. Reini merapikan bukunya kembali dan memasukkannya ke dalam tas. Adly, yang kebetulan lagi nggak mood jajan, berdiam diri di kelas sambil mendengarkan musik rap.
Sesaat, Adly menyadari bahwa tidak hanya dirinya yang menjadi penghuni kelas sekarang. Gadis yang duduk di sampingnya juga sedang ada di dalam kelas sambil mencorat-coret buku catatan pribadi. Adly merasa terusik dan penasaran.
If only he knew that I never wished for a huge fight...
But, he stabbed me with his words...
And everything he said hurt me so bad...
It was unbelievably not romantic!
Adly memerhatikan gerak-gerik Reini. Kalo dilihat dari cara cewek itu menulis dan menghayati pekerjaannya, Adly tahu kalo cewek ini emang rapuh, tapi serius kalo lagi ngomong. Diam-diam, Adly tersenyum. Sejurus kemudian, Adly kembali sibuk dengan musiknya.
"ASSALAMU'ALAIKUM!" seru Tio dan Vita yang ternyata jadian saat liburan panjang.
"Cieeee yang berduaan," cibir Vita.
"Ekhm... Nolak gue, lari ke Adly, Rei?" goda Tio.
Reini langsung bergegas pergi dari ruangan. Adly melihat kepergian cewek itu dengan rasa kecewa. Ia langsung kesal dengan kedua temannya itu.
"Dly, elo itu bego, ya?" tanya Tio tiba-tiba.
"Napa?"
"Elo suka kan, sama Reini?" tembak Vita langsung. Vita sudah tahu tentang perjanjian semasa kelas 8 milik Reini sekarang runtuh. Pernyataan, "kalo sempet gue suka sama anak di sekolah ini, gue berarti udah gila. Mata gue udah katarak, hati gue udah error, dan aneh, deh" sekarang sudah tidak berlaku. Vita sudah tahu kalo ternyata temennya suka dengan musuhnya sendiri. Reini suka/naksir sama Adly.
"Sama cewek kecentilan? Ogah!" serga Adly dengan nada mencerminkan bohong.
Saat itu juga, Reini hendak kembali masuk ke kelas. Tapi, mendengar ucapan Adly, ia mengurungkan niatnya. Sekarang, perasaan dan segala ucapan "gue udah maafin elo, kok, Dly." hancur dan buyar. Reini emang nggak ditakdirkan bisa lebih dari sekedar musuh dengan Adly. Sampai kapanpun mungkin.
Adly tidak sengaja melihat Reini yang tiba-tiba nongol di depan pintu lalu keluar lagi. Ia mengutuk dirinya sendiri karena sudah mengatakan hal sekejam itu untuk cewek yang sama kedua kalinya. LUAR BIASA!
***
Berhari-hari setelah itu, Adly mencoba untuk minta maaf secara sms, BBM, atau chat, atau tweet. Tapi, semua permintaan maafnya sia-sia, karena Reini selalu mengabaikannya. Akhirnya, Adly bikin rencana kapan akan minta maaf langsung dan berkata yang sejujurnya pada Reini.
Setelah berdiskusi dan pengakuan bersama Tio dan Vita, ketiganya merencanakan pulang sekolah hari ini. Soalnya, hari ini, Reini suka singgah ke lapangan basket deket rumahnya. Vita hafal dengan rutinitas temannya itu.
Setelah bel pulang, semuanya berhamburan siapa-cepat-dia-bebas-duluan-dari-sekolah menuju pintu gerbang, belakang atau depan sama saja ramainya.
"Rei!" panggil Adly.
Reini mengabaikan panggilan itu. Nggak penting! ucap Reini pada diri sendiri.
"REI!" kali ini lebih keras.
Reini mempercepat langkah dan akhirnya berhasil menuruni tangga dan mencapai pintu gerbang utama. Saat itu juga, Adly ikutan sampai mengejar Reini.
"Rei," panggil Adly lagi dengan harapan kali ini Reini mau menoleh.
Akhirnya, harapan Adly terkabul.
"Hati-hati, ya," salam Adly.
***
"Kok, lo bisa ada disini?!" tanya Reini kaget melihat Adly yang tiba-tiba ada di lapangan basket biasa tempat Reini berdiam diri.
"Pengen aja. Main basket, yuk!" ajak Adly. "Kali ini, gue janji nggak akan ngelukain elo lagi."
"Gue pulang dulu," ucap Reini ketus.
Adly berlari kecil mengejar Reini. "Ni, please, maafin gue."
Reini diam.
"Kalo elo nggak mau minta maaf dan masih dendam, silakan bales apa aja yang elo suka. Gue.. gue tau kok, elo nangis waktu itu. Makanya, gue merasa bersalah," ujar Adly sungguh-sungguh.
"Haha.. Kalo gue nggak nangis, elo nggak merasa bersalah. Kasian gue, Dly. Udah dibilang kecentilan dua kali, masih diperhitungkan, dan diginiin. Mending, kita nggak usah baikan aja. Kan, enak tuh, sama-sama nggak kenal. Jadi, nggak perlu ngungkit-ngungkit," ucap Reini sinis.
"Bukan gitu," jawab Adly kali ini menahan Reini pergi dengan menggenggam erat pergelangan tangan cewek itu. "Bukan cuma karena bikin elo nangis. Tapi, karena gue benci diri gue yang udah bikin cewek yang gue suka nangis karena gue sindir KECENTILAN. Toh, cewek emang dasarnya centil. Jadi, gue nggak pantes bilang elo begitu. Lagian, gue bisa kok, naksir cewek centil. Buktinya..."
Reini akhirnya tidak kuat dan berlari. Ngefly? Iya. Kesal? Iya. Gedek? Apalagi. Seneng? BANGET!
"TERIMA GUE JADI PACAR GUE, YA?!" pinta Adly dengan suara lantang.
"ELO EMANG NGGAK TAU DIRI. TAPI, GUE MAU KOK, JADI PACAR ELO! SUPAYA NGGAK DIGEBOK PAKE BOLA BASKET LAGI!" balas Reini.
Akhirnya, Adly mengejar Reini dan tersenyum. Ternyata, benci dan suka/cinta/sayang itu bedanya tipis banget. Kalo benci, sebentar-bentar butuh dan perlu diledek atau sekedar disindir dan disakitin. Kalo nggak ada nyariin dan kangen. Kalo cinta, sebentar-bentar butuh dan emang banget-banget pengen selalu deket. Kalo nggak ada pasti kangen. ;) Makanya, jangan benci sama seseorang, terutama lawan jenis dengan sangat. Bisa-bisa, elo suka sama dia.
:P -4 Oktober 2011, Bekasi. Yasmin A. Hanan